Mata Najwa

ALASAN Ikadi Tolak Permendikbudristek PPKS Diungkap di Mata Najwa, Ini Pasal-pasal Bermasalah

Sekjen Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi), Ahmad Kusyairi Suhail bicara blak-blakan di Mata Najwa membeberkan alasan menolak Permendikbudristek

Editor: Syaiful Syafar
YouTube Najwa Shihab
Sekjen Ikadi Ahmad Kusyairi Suhail saat tampil di acara Mata Najwa, Rabu (10/11/2021). Ia membeberkan alasan Ikadi menolak Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS. 

TRIBUNKALTIM.CO - Sekjen Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Ahmad Kusyairi Suhail bicara blak-blakan di Mata Najwa membeberkan alasan menolak Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

Acara Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab edisi Rabu (10/11/2021) mengangkat tema "Ringkus Predator Seksual Kampus".

Selain Sekjen Ikadi, di studio Mata Najwa turut hadir Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.

Saat berbicara di Mata Najwa, awalnya Menteri Nadiem Makarim menjelaskan banyaknya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus membuat Kemendikbud Ristek menerbitkan peraturan.

Namun, munculnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS ternyata menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Baca juga: Di Mata Najwa, Nadiem Makarim Kecewa tak Terima Difitnah Legalkan Seks Bebas

Baca juga: TERUNGKAP di Mata Najwa, Mahasiswi UNRI Korban Pelecehan Malah Ditertawakan saat Melaporkan Kasusnya

Baca juga: Mata Najwa Terbaru, Pro Kontra Kebijakan Nadiem Makarim soal PPKS Turut Dibahas

Beberapa pihak yang menentang peraturan tersebut, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), dan Muhammadiyah.

Sekjen Ikadi, Ahmad Kusyairi Suhail mengaku bahwa ormas Islam telah melakukan kajian atas terbitnya peraturan tersebut.

Bahkan diakuinya jika Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 mengadopsi dari draf RUU PKS.

Ada beberapa pasal yang dianggap bermasalah, sehingga diperlukan revisi.

Ia menyebutkan, Pasal 1 ayat 1 dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 perlu dibahas ulang dari segi definisi daripada kekerasan seksual itu sendiri.

Baca juga: Tema Mata Najwa 10 November 2021, Bahas Kasus Oknum Dosen Cium Mahasiswi UNRI

Kemudian Pasal 3, diakui Ahmad Kusyairi jika prinsip pencegahan dan penanganannya terlihat mengabaikan norma agama.

Padahal menurutnya, kita hidup di negara yang menganut paham Pancasila, di mana sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa.

Ikadi juga menyoroti Pasal 5 Permendikbudristek 30/2021, lantaran menimbulkan kesan legalisasi pada tindakan perzinahan dan seks bebas. 

"Karena pada pasal 5 ini terlihat ada kesan menimbulkan legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan.

Karena terlalu sering diksi bentuk kekerasan seksual itu diulang, frasa 'Tanpa Persetujuan Korban' dan inilah yang kemudian menimbulkan masalah.

Seakan-akan dari sini bahwa kalau itu dilakukan tanpa ada pemaksaan, kemudian penyimpangan itu seakan-akan menjadi benar dan dibenarkan," kata Ahmad Kusyairi, dikutip dari kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (11/11/2021).

Baca juga: Mata Najwa Live Trans 7: Bimbingan Skripsi Berujung Pelecehan oleh Oknum Dosen UNRI

Sementara, Anggota Kongres Ulama Perempuan Indonesia, Ala'i Nadjib menyebutkan bahwa Permendikbudristek tersebut untuk melindungi semua masyarakat.

Untuk itu, isi dalam sebuah peraturan menurutnya tidak boleh ada multitafsir.

"Dalam hal multitafsir itu, mungkin mengandung kata-kata mengarah pada perzinahan itu, padahal zina dan kekerasan seksual itu adalah perbuatan yang berbeda kalau dalam literatur fiqih kan, begitu ya.

Zina itu harus ada pembuktian yang rinci, yang tafsil begitu.

Sementara kekerasan seksual itu untuk kemaslahatan, karena kekerasan seksual itu untuk melindungi termasuk pada kelompok-kelompok rentan, yaitu kelompok disability, kelompok-anak- anak, kelompok perempuan," tutur Ala'i Nadjib.

Baca juga: Cinta Laura tak Bergeming Bahas RUU PKS di Mata Najwa, Sorot Beda Amerika-Indonesia hingga soal Nama

Dengan demikian, Ala'i Nadjib menyatakan jika peraturan harus realistis dan implementatif, sehingga tidak boleh ada yang multitafsir agar tersampaikan sesuai dengan tujuannya.

Maka dari itu, ia menyampaikan pemerintah perlu mengajak pihak-pihak tertentu untuk berdialog dalam membahas Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

Simak video selengkapnya:

(TribunKaltim.co/Justina)

Baca Selanjutnya: Mata Najwa

Baca Selanjutnya: Berita Nasional Terkini

Baca Selanjutnya: Populer

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved