Cegah Stunting dengan Menekan Pernikahan Usia Anak
Studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia menyebutkan salah satu penyebab masalah stunting di Indonesia adalah tingginya angka pernikahan
TRIBUNKALTIM.CO - Studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia menyebutkan salah satu penyebab masalah stunting di Indonesia adalah tingginya angka pernikahan anak.
Hal ini akan semakin meningkat jika pola pikir masyarakat menganggap pernikahan usia anak sebagai hal biasa dan ini juga merupakan salah satu faktor terjadinya stunting juga meningkat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Kutai Kartanegara, Hj. Aji Lina Rodiah mengungkapkan, pernikahan usia dini merupakan salah satu faktor terjadinya stunting.
Persentase pernikahan usia anak di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2020 berjumlah 243 kasus.
Baca juga: DP3A Kukar Beri Bantuan dan Siapkan Psikolog untuk Yatim Piatu dari Pasutri Ali Yusni dan Deasy
Menurutnya, salah satu upaya pencegahan pernikahan usia anak yang terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu dengan mengoptimalkan peran dan fungsi pola asuh keluarga dikarenakan keluarga mempunyai peran penting dalam mencegah perkawinan anak.
Hal ini juga akan turut mendukung upaya percepatan dan pecegahan stunting di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Senior adviser ECED Tanoto Foundation, Widodo Suhartoyo mengemukakan bahwa ketika remaja perempuan melakukan sebuah pernikahan, maka remaja tersebut secara psikologis belumlah matang.
"Remaja tersebut bisa jadi belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar," paparnya.
Widodo juga menegaskan bahwa remaja itu sendiri masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun.
"Nah, jika mereka sudah menikah pada usia remaja, misalnya 15 atau 16 tahun, maka tubuh ibu akan berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya. Jika nutrisi ibu tidak mencukupi selama kehamilan, bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan sangat berisiko terkena stunting," lanjutnya.
"Pada wanita hamil di bawah usia 18 tahun, organ reproduksinya belum matang. Organ rahim, misalnya, belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bisa menyebabkan keguguran," lanjutnya.
Baca juga: Tingkatkan Penilaian KLA, DP3A Kukar Usulkan Taman Pintar dan Ulin Jadi Ruang Bermain Ramah Anak
Lebih lanjut, Hj Aji Lina Rodiah juga menjelaskan bahwa ada beberapa faktor penyebab pernikahan anak yaitu sosial, budaya, ekonomi, pola asuh dan pendidikan.
Salah satu program DP3A Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) "Odah Bekesah" Kabupaten Kutai Kartanegara adalah tempat pembelajaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan menuju keluarga sejahtera.
Program yang dilaksanakan yakni dengan meningkatkan kapasitas orang tua/keluarga atau orang yang bertanggung jawab terhadap anak dalam menjalankan tanggung jawab mengasuh dan melindungi anak agar tercipta kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan.
Hal ini penting dilakukan demi kepentingan terbaik anak termasuk perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran perempuan dan anak.
Baca juga: Belum Punya Psikolog Untuk Dampingi Kegiatan Puspaga, DP3A Kukar Kesulitan Bayar Jasanya
Melalui program ini, edukasi dan sosialisasi juga diberikan kepada kepada masyarakat dan calon pengantin mengenai dampak negatif dari pernikahan usia dini dan pengetahuan mengenai pola gizi yang dapat mempengaruhi kesehatan.
DP3A Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu anggota Tim Koordinasi Konvergensi Percepatan Pencegahan dan Penanganan Stunting (KP2S) Kabupaten Kutai Kartanegara. (*)