Berita Nasional Terkini

KSAD Tanggapi Sindiran Fadli Zon Soal KKB Papua, Dudung Abdurachman: Mereka Bukan Musuh Kita

Secara tegas KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, menanggapi komentar yang dilontarkan politisi Partai Gerindra, Fadli Zon melalui cuitan di Twitter

Kolase TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Fadli Zon (kiri) dan Jenderal Dudung Abdurachman - KSAD Tanggapi Sindiran Fadli Zon Soal KKB Papua, Dudung Abdurachman: Mereka Bukan Musuh Kita 

TRIBUNKALTIM.CO - Teror demi teror yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua tak kunjung usai.

Alih alih mencari cara jitu untuk menumpas aksi teror KKB Papua, para elit di Jakarta justru berpolemik terkait dengan KKB Papua.

Kali ini, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung Abdurachman angkat bicara mengenai sejumlah sindiran yang ditujukan kepadanya terkait dengan KKB Papua.

Secara tegas KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, menanggapi komentar yang dilontarkan politisi Partai Gerindra, Fadli Zon melalui cuitan di Twitter.

Sebelumnya, Jenderal Dudung Abdurachman menegaskan bahwa tugas pokok TNI adalah menjaga kedaulatan, menjaga kesatuan Republik Indonesia, dan mempertahankan keselamatan dan keutuhan NKRI.

Hal itu disampaikan oleh Jenderal Dudung kepada host Aiman Witjaksono dalam program AIMAN yang tayang secara eksklusif, Senin (27/12/2021).

Baca juga: Kerap Bakar Bandara, Akhirnya TNI Turunkan Pasukan Elit Korps Baret Jingga Atasi Brutalnya KKB Papua

Baca juga: Teror dari KKB Papua Makin Brutal, Polri Minta Warga Lapor Terlebih Dahulu Sebelum Berkebun

Baca juga: KKB Papua Makin Brutal, Ini Sejarah Awal Kelompok Teroris Tebar Teror Hingga Korban Jiwa Berjatuhan

"Yang kita pegang teguh adalah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Dudung, seperti dilansir dari Tribun-Papua.com berjudul Jenderal Dudung Jawab Sindiran Fadli Zon soal KKB: Konsepnya di Papua Itu KKB Saudara Kita.

Ia menambahkan apabila ada kelompok yang memecah belah kedua hal tersebut, maka TNI harus tergerak.

Pasalnya, kata Dudung, hal itu adalah tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) Angkatan Darat.

"Oh kalau ancaman dari dalam yang mengganggu persatuan dan kesatuan, TNI pun harus bertindak. Kalau berkaitan masalah keamanan di dalam, ya itulah kepolisian," ujar Dudung.

Lebih lanjut, Aiman menyinggung soal Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Ditambah, Aiman juga membacakan tweet oleh politisi Partai Gerindra, Fadli Zon.

Baca juga: Aksi Brutal KKB Papua Sebabkan 11 Prajurit TNI Gugur, Kini 27 Anggota Teroris Kembali ke NKRI

"Yang berontak bersenjata dibilang sodara. Yang mau reuni n berdoa dimusuhi," bunyi tweet Fadli Zon tersebut.

Jenderal Dudung Abdurachman pun kembali menegaskan bahwa KKB Papua adalah saudara yang harus dirangkul.

"Konsepnya di Papua itu, KKB adalah saudara kita, bukan musuh kita," tegas Dudung.

Sejarah Munculnya OPM atau KKB Papua

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah istilah umum bagi gerakan prokemerdekaan Papua yang dipicu atas sikap pemerintah Indonesia sejak tahun 1963.

Menurut peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), gerakan prokemerdekaan Papua merupakan imbas dari perlakuan tidak adil yang diterima masyarakat Papua dari pemerintah Indonesia yang dianggap represif.

Perlawanan OPM secara bersenjata dilakukan pertama kali di Manokrawi pada 26 Juli 1965, dikutip dari BBC Indonesia, dilansir dari Tribun-Papua.com berjudul Mengenal Apa Itu OPM dan KKB, hingga Bagaimana Sejarah dan Alasannya Terbentuk di Papua.

Baca juga: Usai Kontak Senjata di Pegunungan, Markas Komando KKB Papua Ditemukan TNI-Polri

Sedangkan dari laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) berjudul The Current Status of The Papuan Pro-Independence Movement yang diterbitkan 24 Agustus 2015 menyebut organisasi ini 'terdiri dari faksi yang saling bersaing'.

Faksi ini terdiri dari tiga elemen: kelompok bersenjata, masing-masing memiliki kontrol teritori yang berbeda: Timika, dataran tinggi dan pantai utara; kelompok yang melakukan demonstrasi dan protes; dan sekelompok kecil pemimpin yang berbasis di luar negeri -seperti di Pasifik, Eropa dan AS- yang mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang isu Papua dan membangkitkan dukungan internasional untuk kemerdekaan.

Muncul juga keberadaan KKB atau yang dikenal sebagai Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), yang juga disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Kelompok Separatis Bersenjata (KSB).

Tokoh masyarakat Papua, Michael Menufandu, mengatakan ada perbedaan antara KKB dengan KSB, dilansir dari Warta Kota.

Sedangkan istilah KSB sering kali digunakan oleh TNI.

Baca juga: Kirim Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi, KKB Papua Ajukan Permintaan Sekaligus Ancaman

Sebagian besar OPM bersenjata, bermarkas di Papua, tetapi ada juga yang tinggal di pedalaman dan di perbatasan Papua Nugini.

Laporan IPAC menyebut, pada mulanya terdapat tiga komando sayap militer OPM atau KKB.

Goliath Tabuni, yang berbasis di Tingginambut, kabupaten Puncak Jaya, dipandang yang paling kuat dengan cakupan teritorial yang paling luas, meliputi Puncak, Paniai dan Mimika.

Puron Wenda, yang berbasis di Lanny Jaya memisahkan diri dari Goliath sekitar tahun 2010.

Pada Mei 2015, kelompoknya menyatakan "perang total revolusioner" dan mengklaim kelompok Goliat dan yang lainnya berada di bawah komandonya, tetapi tidak ada bukti yang mendukung ini.

Sementara itu, Richard Hans Yoweni berbasis di Papua New Guinea, namun memiliki pengaruh kuat di sepanjang Pantai Utara.

Baca juga: Usai Kehilangan Markas Komando, 21 Anggota KKB Papua Pilih Kembali ke NKRI, Akui Salah Jalan

Lalu muncul Kelly Kwalik sebagai pimpinan OPM di Mimika.

Kelompok Kelly Kwalik pernah menyandera 26 anggota Ekspedisi Lorentz 95 yang beranggotakan warga Indonesia maupun internasional.

Kelly Kwalik lalu tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.

Hingga saat ini, sering muncul nama kelompok KKB yang dipimpin oleh Egianus Kogoya yang sebelumnya berafiliasi dengan OPM pimpinan Goliath Tabuni di Kabupaten Puncak Jaya.

Kelompok Egianus Kogoya saat ini merupakan 'kelompok yang paling agresif' menebar teror kepada aparat dan masyarakat di Nduga.

Salah satu aksi kriminal Egianus adalah saat membantai puluhan karyawan PT Istaka Karya di Nduga, pada tanggal 1-2 Desember 2018, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Kontak Senjata Tak Terhindarkan, TNI-Polri Tangkap Anggota KKB Papua Berpakaian Layaknya Kopassus

Saat itu, puluhan karyawan PT Istaka Karya yang bekerja untuk pembangunan jembatan Jalan Trans Papua di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, disandera oleh kelompok ini.

Sebanyak 25 pekerja pembangunan jembatan itu kumpulkan dan dibawa ke Puncak Kabo dan kemudian dieksekusi.

Lalu, sebanyak 4 orang berhasil melarikan diri dari eksekusi, 2 orang tak diketahui keberadaannya, dan 19 orang dipastikan tewas berdasarkan keterangan salah satu korban selamat.

Lebih lanjut, KKB adalah sebutan penegak hukum Indonesia untuk kelompok militan yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Kendati demikian, tokoh masyarakat Papua, Michael Menufandu, mengatakan ada perbedaan antara KKB dengan Kelompok Separatis Bersenjata (KSB).

"KKB itu istilah yang dipakai oleh polisi supaya bisa anggap ini kejadian kriminal, jadi pakai KKB," kata Menufandu, pada 2018, dilansir dari Warta Kota.

Baca juga: Usai Kontak Senjata di Pegunungan, Markas Komando KKB Papua Ditemukan TNI-Polri

Sedangkan istilah KSB sering kali digunakan oleh TNI.

"Kalau disebut separatis itu berarti harus (dihadapi secara) militer," ujarnya.

Hal yang sama juga pernah diungkapkan oleh Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.

Pada tahun 2019, mantan panglima TNI itu menilai sebaiknya pemerintah memberi label tidak hanya sekedar kelompok kriminal bersenjata melainkan sebagai kelompok sepratis.

Menurut Moeldoko, label itu akan menentukan kekuatan yang diterjunkan untuk menangani para pelaku.

"Saya sering menyampaikan perlunya mengevaluasi nama itu, kelompok kriminal bersenjata. Pertanyaannya, benar enggak mereka kelompok kriminal? Kalau saya mengatakan, tegas saja, mereka memang kelompok separatis," ujar Moeldoko, pada 2019, seperti dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Kecam Pernyataan Jenderal Dudung Abdurachman, Habib Bahar bin Smith Minta KSAD Urusi KKB Papua

"Kalau kelompok separatis kan berarti operasi (penumpasan pelaku) ditingkatkan," lanjut dia.

Moeldoko menambahkan, TNI sudah mengetahui persis kekuatan mereka di Papua. TNI juga sudah memiliki peta pergerakan mereka.

Namun lantaran mereka masih dianggap kelompok kriminal bersenjata, TNI tidak bisa berbuat banyak.

Menurutnya, kondisi demikian justru merugikan institusi TNI sendiri.

"Kalau terus-terusan mereka ini dianggapnya kelompok kriminal, nanti TNI terus-terusan jadi santapan kekuatan mereka. Ya bagaimana? TNI melihat ada kekuatan, tapi enggak bisa di depan, harus polisi yang di depan," ujar Moeldoko.

"Karena kalau disebut kelompok kriminal bersenjata, ya sama saja. Apa bedanya dengan kelompok kriminal di Tanah Abang misalnya? Hal-hal inilah yang perlu kita pikirkan lebih jauh lagi," lanjut dia.

Baca juga: Potret Pos Koramil Kisor, Lokasi Aksi Brutal KKB Papua, 4 Prajurit TNI Gugur Diserang Saat Tidur

Ketika ditanya apa sebenarnya kendala pemerintah dalam menetapkan para pelaku sebagai kelompok separatis, Moeldoko mengatakan, salah satunya adalah hubungan luar negeri.

Ia tak menjelaskan secara rinci jawabannya tersebut.

Namun, ia berpendapat, kendala-kendala itu harusnya ditembus demi menyelesaikan jatuhnya korban putra terbaik TNI.

"Harus ada sikap baru yang perlu dikonsultasikan lagi lebih jauh ya. Pasti itu akan melibatkan Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Koordinator Polhukam dan lain-lain," lanjut dia. (*)

Berita Nasional Terkini

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved