Ibu Kota Negara

Akademisi Unmul Beri Catatan Terhadap Aspek Kelembagaan dan Pemerintahan Khusus IKN, Dalam RUU

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul), Harry Setya Nugraha memberi catatan pada RUU Ibu Kota Negara

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Mathias Masan Ola
HO/TRIBUNKALTIM.CO
Akademisi sekaligus Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul), Harry Setya Nugraha, memberikan catatan terkait RUU IKN dari aspek Kelembagaan dan Pemerintahan Khusus IKN dalam RUU IKN. HO/TRIBUNKALTIM.CO 

Catatan yang kelima, Pasal 10 ayat (1) RUU IKN menyebutkan bahwa Kepala Otorita IKN dan Wakil Kepala Otoritas IKN memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat ditunjuk kembali dalam masa jabatan yang sama. 

Beberapa catatan terhadap ketentuan a quo yakni, penunjukan yang dilakukan oleh Presiden dapat dinilai menciderai semangat demokrasi yang telah dibangun sejauh ini. 

Serta ketentuan tersebut juga tidak memberi sinyal terhadap batasan masa jabatan kepala otorita dan hal ini jelas menabrak konsep konstitusionalisme atau pembatasan kekuasaan.

Baca juga: Datang ke Kantor PWI Kaltim, Kapolda Kaltim Ingin Pemberitaan Ikut Kawal Pembangunan Ibu Kota Negara

"Dalam Pasal 10 ayat (2) RUU IKN menyebutkan bahwa Kepala Otorita IKN dan atau Wakil Kepala Otoritas IKN dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden sebelum masa jabatan berakhir. Ketentuan ini tentu dapat dilihat mengandung tendensi yang cukup politis dan elitis," sebut Harry Setya Nugraha.

"Pasal 13 ayat (1) RUU IKN menyebut bahwa IKN hanya melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, dan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, dua pasal ini jadi catatan saya juga," sambungnya.

Menurut Harry Setya Nugraha, ketentuan a quo mengakibatkan hilangnya hak konstitusional warga negara di kawasan IKN untuk dapat memilih dan memiliki dewan perwakilan rakyat di daerah.

Selain ketujuh catatan yang telah disampaikan, Harry Setya Nugraha juga menyampaikan, di Pasal 32 RUU IKN menyebutkan bahwa “pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan ketentuan yang diatur khusus dalam Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku dalam hal kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Khusus IKN.”

Ketentuan a quo dapat dinilai sebagai ketentuan “sapu jagat” yang menunjukkan bahwa banyak sekali peraturan perundang-undangan yang akan terdampak dari RUU IKN ini yang bisa saja belum seluruhnya diidentifikasi dengan baik oleh pemerintah. 

"Tidak hanya itu, ketentuan “sapu jagat” ini juga menandakan bahwa sesungguhnya kajian tentang rencana perpindahan IKN belum tuntas dilaksanakan. Oleh karena itu, ada baiknya pembahasan RUU IKN tidak dilakukan tergesa-gesa dan perlu kembali dilakukannya kajian yang matang dan mendalam terhadap rencana perpindahan IKN," saran Harry Setya Nugraha.

Sebagai tambahan informasi pada Senin (17/1/2022) hari ini, pukul 13.00 WITA juga akan direncanakan ada diskusi "CATATAN KRITIS FH UNMUL ATAS RUU IKN" yang langsung dihadiri Anggota Pansus RUU IKN, G Budiarso Djiwandono, melalui zoom meeting atau virtual.

Diskusi tersebut juga sebagai bentuk perhatian dan tanggungjawab Fakultas Hukum Universitas Mulawarman atas keilmuan serta masa depan kebijakan Ibu Kota Negara (IKN). (*)

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tRibunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved