Breaking News

Berita Nasional Terkini

Diduga Disiksa, Terkuak Ngerinya Perlakuan Sebelum Pekerja Masuk Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat

Sejumlah fakta baru seputar temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin terkuak.

Editor: Doan Pardede
Dok. Polda Sumut
Tim gabungan dari Polda Sumut mendatangi kerangkeng di belakang rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. Kisah pilu di balik kerangkeng manusia Bupati nonaktif Langkat. Kerangkeng disebut tempat orang yang dikerjakan di kebun sawit, diduga tak digaji 

TRIBUNKALTIM.CO - Sejumlah fakta baru seputar temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin terkuak.

Salah satunya, kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, sudah ada sejak 2012.

Selain itu, bagaimana perlakuan yang diterima penghuni kerangkeng sehari-harinya juga terungkap.

"Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Senin (24/1/2022) sore.

Baca juga: Kisah di Balik Kerangkeng Manusia Bupati Nonaktif Langkat, dari Tempat Rehab hingga Pekerja Sawit

Baca juga: NEWS VIDEO Ditemukan Kerangkeng Manusia di Rumahnya, Ini Pengakuan Bupati Langkat

Baca juga: Cek 7 Perlakuan Kejam Bupati Langkat Saat Kerangkeng Manusia di Rumah, Terbit Rencana Tahan 40 Budak

Kerangkeng itu diketahui ketika operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) beberapa waktu lalu.

Ukuran 6x6 meter

Hadi menjelaskan, ada dua kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat yang berukuran 6x6 meter.

Kedua sel itu diisi 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit.

Saat pulang bekerja, mereka akan dimasukkan ke dalam kerangkeng lagi.

"(Saat ini) mereka masih ada di situ (kerangkeng)," katanya.

Menurut polisi, 27 orang tersebut diantarkan sendiri oleh orangtua masing-masing. Bahkan, para orangtua dan menandatangani surat pernyataan.

"Mereka datang ke situ diantarkan oleh orangtuanya dengan menandatangani surat pernyataan. Isinya antara lain, direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun. Mereka umumnya adalah warga sekitar lokasi," kata Hadi seperti dilansir Kompas.com.

Belum ada izin

Dijelaskan Hadi, pada 2017, BNNK Langkat sudah sempat berkoordinasi dengan Terbit Rencana Perangin-Angin, jika memang dijadikan tempat rehabilitasi harus ada perizinannya.

"Namun, sampai detik ini belum ada (perizinannya) dan saat ini sedang didalami oleh tim gabungan," katanya.

Dikatakannya, hal-hal yang berkembang saat ini masih digali informasinya di lapangan.

"Selnya ada. Ruang tahanan itu ada, betul dan ini yang sedang didalami tim. Tim sudah meminta keterangan dua penjaga di tempat itu," ungkap Hadi.

Baca juga: NEWS VIDEO Migrant CARE Beberkan Penemuan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat

Diduga disiksa dan tak digaji

Dugaan tindak perbudakan manusia itu pertama kali diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care).

Menurut Migrant Care, pihaknya menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara, yakni berupa besi yang digembok, di dalam rumah Terbit.

Diduga, kerangkeng itu digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang bupati tersebut.

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah, Senin (24/1/2022).

Anis mengungkapkan, ada dua sel dalam rumah Terbit yang digunakan untuk memenjarakan sekitar 40 orang pekerja.

Jumlah pekerja itu kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan.

Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya.

Selepas bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak memiliki akses keluar.

Para pekerja bahkan diduga hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak, mengalami penyiksaan, dan tak diberi gaji.

Baca juga: TERBONGKAR Ada Penjara di Rumah Bupati Langkat, Migrant Care Sebut Digunakan untuk Menyiksa Pekerja

"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," ujar Anis.

"Selama bekerja, mereka tidak pernah menerima gaji," ungkapnya.

Migrant Care menilai bahwa situasi ini jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.

Kakak Terbit Rencana Perangin-angin Bungkam

Kepala Desa Balai Kasih, Iskandar PA yang juga kakak dari Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin, bungkam saat ditanya soal kerangkeng manusia yang ada di rumah adiknya.

Ia tak mau menjawab apapun pertanyaan awak media yang menunggunya usai diperiksa Komisi pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (24/1/2022).

Berdasarkan pantauan Kompas.com., Iskandar keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pukul 19.24 WIB, setelah sebelumnya tiba sekitar jam 12.00 WIB.

Iskandar hanya menunduk dan diam ketika wartawan menyecar pengetahuannya terkait kerangkeng manusia di dalam rumah Bupati Langkat.

Adapun dalam kasusnya di KPK, Iskandar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Langkat, Sumatera Utara, pada Selasa (18/1/2022) malam.

Ia bersama dan adiknya, Terbit Rencana Perangin Angin ditetapkan tersangka bersama empat pihak swasta yaitu Muara Perangin-Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.

Mereka terjerat suap terkait kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Saat KPK melakukan OTT di Langkat, Iskandar sempat kabur ketika akan ditangkap.

Kakak Bupati Langkat itu kemudian menyerahkan diri dan dilakukan pemeriksaan oleh pihak kepolisian di Binjai.

KSP angkat bicara

Kantor Staf Presiden (KSP) mengutuk keras dugaan praktik perbudakan oleh tersangka suap Bupati Langkat non-aktif, Terbit Rencana Perangin-angin.

Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pemerintah akan memastikan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik tersrbut mendapat hukuman setimpal.

"Kami akan memastikan tersangka mendapatkan hukuman seberat-beratnya,” kata Jaleswari melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (25/1/2022). 

Atas dugaan kejahatan ini, kata Jaleswari, Terbit melanggar berbagai perundang-undangan.

Terkait kasus suap, Terbit berpotensi dijerat pasal KUHP dan Undang-undang tentang Tindak Pidana Korupsi.

Sementara, mengenai dugaan perbudakan, Terbit bisa disangkakan melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tortureand Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Anti Penyiksaan) yang diratifikasi Indonesia setelah memasuki masa reformasi 1998. Jaleswari pun mengaku prihatin atas munculnya dugaan kejahatan ini.

"Saya tidak membayangkan kejahatan perbudakan seperti yang dilakukan bertahun-tahun oleh Bupati Langkat tanpa diketahui masyarakat. Dan ini adalah tahun 2022” ujarnya.

Jaleswari mengaku, dirinya sangat mengapresiasi masyarakat yang melapor ke Migrant Care yang kemudian meneruskannya ke Komnas HAM.

Ia juga berterima kasih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berhasil menjaring Terbit melalui operasi tangkap tangan (OTT).

"Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat dengan menghukum seberat-beratnya pelaku praktik korupsi dan perbudakan” kata mantan peneliti LIPI ini. 

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved