Berita Nasional Terkini

Debat Panas DPR vs Dirut Krakatau Steel, Dimulai Kata Maling, Berujung Pengusiran

Debat panas DPR vs Dirut Krakatau Steel, dimulai kata maling, berujung pengusiran

Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Januar Alamijaya
Gita Irawan
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim 

Mengutip Kontan, proyek blast furnace KRAS sudah mulai masuk tahap pengadaan sejak tahun 2009 silam, kemudian proses konstruksi dimulai pada tahun 2012.

Proyek ini akhirnya selesai dan mulai beroperasi pada 11 Juli 2019. Namun, pada 14 Desember 2019, pabrik ini dihentikan operasinya.

Alasannya, terjadi ketidakcocokan antara produksi slab di pabrik tersebut dengan harga slab di pasar, sehingga KRAS berpotensi rugi.

Padahal, pabrik blast furnace tersebut menelan investasi sebesar Rp 8,5 triliun dan termasuk di dalamnya EPC sebesar Rp 6,9 triliun.

Proyek lainnya yang mangkrak adalah proyek pabrik Iron Reduced Kiln yang mana KRAS dan PT Aneka Tambang Tbk membentuk perusahaan patungan untuk menggarap pabrik tersebut dengan nama PT Meratus Jaya Iron & Steel.

Pengadaan proyek ini sudah dimulai sejak 2008 silam.

Produksi Iron Reduced Kiln dimulai pada November 2012, namun pada 12 Juli 2015 pabrik yang berlokasi di Kalimantan Selatan tersebut berhenti beroperasi.

Nilai investasi proyek pabrik tersebut mencapai Rp 1,2 triliun.

Baca juga: DPR RI Optimis Pindah Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kaltim: Plan Harus Bagus Banget

Penghentian operasi pabrik IRK ini disebabkan ketidaksiapan infrastruktur penunjang industri di kawasan pabrik tersebut berada.

Alhasil, biaya transportasi, bongkar muat, dan produksi terjadi pembengkakan.

“Lokasi pabrik jauh dari laut, sekitar 20 sampai 30 kilometer dari bibir pantai. Tanah di sana juga milik Pemda, bukan punya Meratus,” ungkap Silmy Karim. (*)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved