Ramadhan
Jelang Ramadhan, Masjid Tua Keraton di Kabupaten Paser Bakal Dipadati Pengunjung Wisata Religi
Masjid Jami Nurul Ibadah di Kecamatan Pasir Belengkong masih berdiri kokoh. Masjid ini dibangun sejak tahun 1851 Masehi, oleh Sultan Aji Tenggara.
Penulis: Syaifullah Ibrahim | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, TANA PASER - Masjid Jami Nurul Ibadah di Kecamatan Pasir Belengkong masih berdiri kokoh. Masjid ini dibangun sejak tahun 1851 Masehi, oleh Sultan Aji Tenggara.
Masjid yang berusia 171 tahun itu, tiap hari digunakan masyarakat sekitar untuk aktivitas ibadah.
Masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Sadurengas yang tidak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, melainkan juga dijadikan sebagai wisata religi.
Pengurus Masjid Jami Nurul Ibadah, Baharuddin menyampaikan saat memasuki bulan Ramadhan akan didatangi banyak pengunjung.
"Banyak pengunjung yang datang dari dalam maupun luar daerah Paser, mereka sekaligus ziarah ke makam raja-raja di awal bulan puasa," terangnya, Jumat (1/4/2022).
Baca juga: Wisata Religi ke Masjid Sirathal Mustaqim Samarinda, Ada Al Quran yang Ditulis Tangan 3 Abad Lampau
Baca juga: Wisata Religi di Makam Raja Pasir Belengkong akan Ramai Dikunjungi Peziarah saat Lebaran Hari Kedua
Baca juga: Tahukah Anda, Inilah Masjid Terindah di Indonesia Cocok untuk Wisata Religi saat Ramadhan 2021
Setelah ke makam raja-raja, kata Baharuddin biasanya para peziarah akan berkunjung ke Masjid Tua Keraton sekaligus di Museum Saduranges.
"Pengunjung akan membludak setelah 2 hari pasca lebaran Idul Fitri, itu sudah pasti pengunjung bakal berdatangan dari luar daerah, baik itu dari Samarinda, Balikpapan, hingga luar provinsi," urainya.
Masjid Jami Nurul Ibadah, atau yang juga disebut sebagai Masjid Tua Keraton memiliki lokasi strategis, yang berdampingan dengan Museum Sadurengas.
Tepat pada bagian tengah masjid, terdapat 12 anak tangga yang mengelilingi tiang menembus plafon yang dulunya digunakan sebagai tempat mengumandangkan Adzan.
Namun seiring berjalannya waktu, plafon masjid tersebut tak lagi digunakan karena masuknya teknologi modern.

"Kisaran tahun 1965, orang masih naik di atas plafon masjid untuk mengumandangkan Adzan, kalau sekarang tidak lagi karena sudah ada microphone," tambah Baharuddin.
Tentunya hal itu cukup menarik ketika Muadzin mengumandangkan Adzan pada saat itu, dimana dunia modern belum terjamah.
Walaupun berbagai kali mengalami perbaikan, yang disebabkan kondisi bangunan masjid sudah lapuk namun tetap mempertahankan keaslian dari bentuk awalnya.
"Seingat saya, pernah dilakukan renovasi 3 kali tapi tidak merubah bentuk (arsitektur) aslinya, bagian demi bagian diperhatikan dengan struktur bangunan menggunakan kayu jati," sebut pengurus Masjid Jami Nurul Ibadah, sekaligus merangkap jadi Imam masjid.
Masjid tersebut, telah tiga kali dilakukan perombakan untuk bagian dalmnya, sekira tahun 1970-an, yang mana mimbar tepat berada di bagian tengah masjid, sebelum dipindahkan lebih ke depan, pada 2010 serta 2012 lalu.
