Ibu Kota Negara

Pakar Hukum dari UGM Angkat Suara soal Kepemilikan Lahan di IKN, Singgung Banyak Pendatang

Pakar Hukum dari UGM angkat suara soal kepemilikan lahan di IKN. Juga singgung banyak pendatang.

Editor: Budi Susilo
HO/PUPR
ILUSTRASI Desain konsep forest city IKN Nusantara di Kalimantan Timur. Soal lahan di IKN, Pakar Hukum Agraria dari UGM imbau, langkah awal yang bisa dilakukan adalah mengumpulkan data seputar kepemilikan lahan atau tanah yang digunakan di IKN. 

TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM - Pakar Hukum dari UGM angkat suara soal kepemilikan lahan di IKN. Juga singgung banyak pendatang.

Keberadaan Ibu Kota Negara Republik Indonesia yang baru, pengganti Kota Jakarta, lahannya ada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

Saat ini telah ada payung hukumnya berupa Undang-undang Ibu Kota Negara dan pemerintah daerah pun merasa siap sediakan lahan untuk area Ibu Kota Negara yang kini telah diberinama Nusantara. 

Melihat hal itu, Rikardo, pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada menyatakan, pemerintah diminta untuk memetakan tata ruang lokasi pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara terhadap hutan adat.

Baca juga: Berikut Panjang Jalan dari Kalbar, Kalteng, ke IKN Nusantara, Bakal Dapat Bantuan Dana dari ADB

Baca juga: Pembangunan IKN Nusantara di Kaltim, Slamet: Apindo Siap Berkontribusi & Sinergi dengan Otorita IKN

Baca juga: Emak-emak Kebayoran Siap Diajak ke IKN Nusantara: Hidup di Jakarta Semakin Susah

Ini dilihat dari apakah ada persinggungan lahan IKN dengan wilayah hutan adat serta bagaimana dampak pembangunan tersebut terhadap hak masyarakat adat atas tanah mereka, dan lain sebagainya.

Pakar Hukum Agraria tersebut mengungkapkan, langkah awal yang bisa dilakukan adalah mengumpulkan data seputar kepemilikan lahan atau tanah yang digunakan di IKN.

Baik kelompok maupun individu. Di sekitar lokasi IKN sudah banyak pendatang dari Jawa dan Sulawesi.

"Mereka di sana sudah bergenerasi," terang Rikardo dalam rilis yang dikirim ke Kompas.com, Minggu (3/4/2022).

Baca juga: IKN Nusantara Pilih di Kalimantan Timur, Masyarakatnya Terbuka, Heterogen dan Multikultur

Misalnya, orang-orang dari Jawa didatangkan untuk industri migas dan untuk proyek transmigrasi.

Sedangkan masyarakat dari Sulawesi Selatan dan Kalimantan Tengah datang untuk alasan memperbaiki hidup.

Sehingga, klaim adanya tanah adat dengan penguasaan komunal di sekitar lokasi IKN Nusantara memang perlu dilakukan dengan hati-hati.

Terlepas dari itu, Pemerintah perlu serius mendata kepemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan lahan untuk keperluan perolehan tanah di IKN Nusantara.

Baca juga: Inti Pusat Pemerintahan IKN Nusantara di Kaltim, Perlu Dekat Pangkalan Udara

Hal itu perlu karena bagi tanah-tanah yang tidak bersertifikat dan berada di Areal Penggunaan Lain (APL), Kantor Pertanahan (Kantah) setempat tidak memegang datanya.

"Harus mendapatkannya di kantor desa atau kecamatan,” tambah Rikardo.

Menurut Ketua Dewan Pembina Yayasan Pusaka Bentala Rakyat & Direktur Eksekutif Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) Emil Kleden, dibutuhkan prinsip free, prior, dan informed consent (FPIC) dalam membangun IKN Nusantara.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved