Ibu Kota Negara

Pakar Hukum Uniba: Jika Ada Sengketa Lahan di IKN Sebaiknya Diselesaikan secara Musyawarah Mufakat

Sudah ada aturan hukum yang dapat dijadikan rujukan terkait solusi mengatasi persoalan lahan/tanah di lokasi pembangunan IKN.

Editor: Sumarsono
HO/Tribun
Dr Muhammad Nadsir SH, MHum, Pakar Hukum Universitas Balikpapan 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN – Keputusan Pemerintah membangun Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang ditetapkan melalui Undang-undang Ibu Kota Negara merupakan kebijakan yang legal atau sah menurut hukum.

Artinya memiliki kekuatan hukum yang mengikat untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak yang ditunjuk oleh undang-undang. Bisa dalam bentuk Lembaga Negara, Badan Negara, atau bentuk lain yang disahkan oleh Negara.

Termasuk kebijakan Pemerintah dalam menetapkan IKN Nusantara di Kalimantan Timur berdasarkan UU Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

Demikian dikemukakan Dr Muhammad Nadsir SH, MHum, Pakar Hukum Universitas Balikpapan kepada Tribun di Balikpapan, Kamis (7/4/2022).

“Karenanya kebijakan tersebut menurut hemat saya tidak perlu diperdebatkan kembali, cukup dilaksanakan sesuai amanah UU IKN tersebut,” ujarnya.

Baca juga: Bangun IKN Nusantara, Pemerintah Diminta Petakan Tata Ruang Hutan Adat dan Tanah Tak Bersertifikat

Terkait persoalan agraria, karena ada sebagian lahan IKN yang berkenaan dengan masyarakat lokal, Nadsir menjelaskan, sebenarnya sudah ada aturan hukum yang dapat dijadikan rujukan terkait solusi mengatasi persoalan lahan/tanah di lokasi pembangunan IKN.

Beberapa ketentuan tersebut, antara lain UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja.

Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2O21 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Dan ketiga, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 19 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021.

Intinya bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan IKN merupakan katagori pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memegang prinsip-prinsip kehati-hatian, pemberian kompensasi yang adil dan memadai serta didahului dengan cara musyawarah mufakat dengan pihak-pihak pemilik hak atas tanah serta kejelasan tahapan dan waktu penyelesaian yang terukur.

Baca juga: Pemindahan IKN Tunjang Pemerataan Ekonomi, Dewan Adat Dayak Minta Perhatian Khusus Warga Lokal

Meskipun sudah ada instrument hukum yang dapat dijadikan rujukan bagi pemerintah dengan (masyarakat) pemilik hak atas tanah yang mungkin saja dalam pelaksanaannya akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan atau sengketa.

“Menurut hemat saya pemerintah dan masyarakat pemilik hak atas tanah bisa menyelesaikan sengketa dengan cara di luar pengadilan yaitu dengan cara musyawarah mufakat, mediasi, negosiasi,konsiliasi, penilaian ahli.

Cara-cara non litigasi tersebut cenderung murah, mudah, tidak berbelit-belit dan win win solution serta tidak ada yang dirugikan,” kata Nadsir.

Bagaimana dengan isu jual beli lahan yang marak pasca penetapan lokasi pembangunan IKN Nusantara di Sepaku, Penajam Paser Utara dan sebagian di Kutai Kartanegara?

Menurut Nadsir, sangat wajar kondisi hal tersebut terjadi, seperti pepatah dimana ada gula di situ ada semut.

“Istilahnya begitu, saya kira solusinya adalah tetap merujuk kepada hukum yang berlaku, dalam UU Agraria dikenal bermacam-macam hak atas tanah diantaranya adalah hak milik atas tanah, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan dan lain sebagianya,” tuturnya.

Baca juga: Pakar Hukum Uniba: Pemerintah Harus Beri Perhatian Khusus Terhadap Status Lahan Sekitar IKN

Bagi pemilik lahan atau pemilik tanah sebaiknya segera mendaftarkan hak atas tanahnya sehingga memiliki bukti-bukti yang kuat atas hak atas tanah yang saat ini sedang dikuasai.

Hal tersebut merupakan mandatory dari PP Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

“Nah bagaimana jika terjadi sengketa tumpang tindih atas tanah, menurut hemat saya sebaiknya diselesaikan melalui cara nonlitigasi, karena penyelesaian melalui litigasi cenderung memakan waktu yang lama, biaya mahal, berbelit-belit, menimbulkan permusuhan antara yang menang dan yang kalah, ibarat menang jadi arang kalah jadi abu. Maka sebaiknya jika terjadi tumpang tindih sebaiknya diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat,” kata Nadsir.

Sebagai salah satu solusi mengatasi persoalan tanah di sekitar lokasi IKN, Gubernur Kaltim mengeluarkan Peraturan Gubernur yang melarang sementara jual beli lahan di sekitar lokasi IKN.

Menanggapi keluarnya Pergub tersebut, Nadsir mengatakan, kebijakan itu tentu bermaksud baik, untuk menghindari mafia tanah yang berusaha mengambil keuntungan pribadi dengan memanfaatkan situasi pembangunan IKN.

“Hemat saya Pergub bersifat membatasi, bukan bermaksud melarang menjual, karena bagaimanapun adalah hak masyarakat pemilik hak atas tanah untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atas hak atas tanah yang menjadi miliknya, seperti menghibahkan, menjual, mengagunkan, memanfaatkan atas hak tanah yang dimiliki,” ungkapnya.

Baca juga: Rektor Uniba Dr Isradi: Pembangunan IKN Nusantara, Strategi Jitu untuk Bangkitkan Ekonomi Indonesia

Nadsir menambahkan, agar pembangunan IKN Nusantara berjalan lancar, terutama menyangkut persoalan agraria, maka Pemerintah Pusat dan Daerah harus bekerja sesuai koridor hukum yang berlaku.

Melaksanakan kebijakan sesuai tugas pokoknya masing-masing, Pemerintah Pusat berbuat apa, Pemerintah Daerah berbuat apa. Keduanya harus saling berkoordinasi melaksanakan pembangunan IKN secara terpadu.

Jika merujuk pada UU IKN nampak jelas pola hubungan pemerintah dengan pemerintah daerah terkait masalah perencanaan pengadaan tanah untuk pembangunan IKN, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil.

Bupati Penajam Paser Utara, Bupati Kutai Kartanegara dan Gubernur Kalimantan Timur, Kementerian PUPR, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan instansi terkait lainnya sudah diatur peran masing-masing dalam kegiatan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil pengadaan tanah kepada Badan Otorita untuk kegiatan pembangunan IKN.

Tidak kalah pentingnya lanjut Nadsir, kebijakan pembangunan IKN jangan serta-merta memberangus budaya dan kearifan lokal.

Masyarakat adat dan petani lokal harus diberdayakan dan hidup berdampingan selaras dengan pembangunan IKN.

Bagaimanapun kemegahan pembangunan IKN dan akan hingar bingarnya wajah IKN di masa mendatang tetap harus di-support oleh produk-produk pangan yang dalam hal ini dapat disediakan oleh petani di wilayah IKN.

“Serta dengan tidak menghilangkan identitas masyarakat adat yang telah hadir ratusan tahun sebelum kebijakan pembangunan IKN dinormatifkan,” tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved