Berita Kukar Terkini

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kutai Kartanegara Tahun 2022 Ini Meningkat

Kekerasan terhadap perempuan dan anak memang memiliki dampak negatif yang sangat besar bagi si korban, baik psikologisnya dan lingkungannya.

Editor: Aris
TRIBUNKALTIM.CO/ARIS JONI
Tersangka pimpinan Ponpes di Tenggarong yang melakukan asusila saat diamankan di Mapolres Kukar. (TRIBUNKALTIM.CO/ARIS JONI) 

TRIBUNKALTIM.CO - Kekerasan terhadap perempuan dan anak memang memiliki dampak negatif yang sangat besar bagi si korban.

Tak hanya dampak psikologisnya, tapi juga dampak dari lingkungan sekitar pasti akan dirasakan oleh korban kasus kekerasan perempuan dan anak.

Oleh karena itu, korban kekerasan terhadap perempuan dan anak memang harus mendapat pendampingan lebih oleh pihak yang berkompeten, seperti psikolog, aparat penegah hukum maupun petugas perlindungan perempuan dan anak.

Baca juga: Tanding Perdana di Liga 1 Lawan Borneo FC, Pelatih Arema FC Akui sebagai Laga yang Sulit

Seperti di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2022 ini, hingga per Juli ini saja jumlah kasusnya sudah mencapai 38 kasus.

Oleh karena itu, tak heran kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur dipandang bak gunung es, terutama yang berkaitan dengan kekerasan seksual yang diketahui nampak sedikit, padahal ada banyak kasus yang tak tampak dan menguap.

Yang terbaru, kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang menyita perhatian di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah kasus pembunuhan anak dan istri yang dilakukan sang suami.

Baca juga: HASIL Liga 1: Wiljan Pluim Cetak Brace, PSM Makassar Sukses Tumbangkan PSS Sleman di Kandang Sendiri

Kemuddian ada juga, pimpinan pondok pesantren di Kukar juga ditangkap polisi gegara memperkosa santrinya yang berusia 15 tahun hingga hamil dan sempat dinikahinya secara siri.

Kedua kasus tersebut merupakan bagian kecil dari kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kutai Kartanegara.

Menurut Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kukar, Farida, jumlah kasus tersebut meningkat dibanding triwulan kedua tahun lalu.

Farida melanjutkan, kasus yang paling dominan terjadi ialah kekerasan seksual pada anak. Terbanyak justru dilakukan oleh orang terdekat, seperti keluarga, teman hingga tetangga sendiri.

Baca juga: Rusia - Ukraina Baru Sepakat Buka Ekspor Gandum, Putin Dituding Kirim Rudal ke Kota Pelabuhan Odessa

Dari 38 kasus tersebut, lanjut Farida, mayoritas korbannya sudah selesai menjalani pendampingan dari UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Sementara yang belum selesai karena pendampingan konseling harus dijalani korban beberapa kali, sehingga ada tahapan dan prosesnya.

“Intinya dari 38 kasus itu yang paling banyak kekerasan seksual, hampir rata-rata itu hamil. Bervariasi ada yang berusia 12-17 tahun yang hamil,” ujarnya kepada TribunKaltim, Sabtu (23/7/2022).

Berbicara dampak, bukan hanya mempengaruhi masa depan korban tapi juga masalah psikologis yang dihadapi pasca mengalami kekerasan seksual.

Baca juga: Arsenal Boyong Lima Pemain Anyar, Mikel Arteta Lebih Dinamis Gunakan Taktik 4-2-3-1

UPT PPA Kutai Kartanegara pun memberikan dukungan emosional kepada korban dan keluarga sebagai salah satu upaya perlindungan.

Terutama kehadiran orang terdekat untuk membantu pemulihan psikis korban yang kebanyakan mengalami trauma pasca kekerasan seksual.

“Jangan melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak, karena harus betul-betul kita lindungi sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” katanya.

Baca juga: Nasib Eks Menpora Roy Suryo, Ironi Pakar Telematika Malah Jadi Tersangka UU ITE

Farida menilai, fenomena gunung es pada kasus kekerasan seksual di Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi menjadi dua faktor.

Yang pertama karena para korban takut berbicara atau speak up lantaran trauma dan kekhawatiran akan pandangan alias stigma sosial. Kedua, mandeknya proses hukum setelah korban rampung melapor.

"Menjadi culture of silence. Masyarakat yang tidak abai tapi tidak memberikan ruang nyaman untuk korban untuk berbicara. Memang penangannya menjadi cukup rumit karena banyak hal," tandasnya. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

 

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved