Berita Internasional Terkini

Rusia dan Negara-negara BRICS Siapkan Mata Uang Cadangan Internasional, Bakal Saingi Dolar AS

Rusia dan negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) tengah siapkan mata uang cdangan internasional. Bakal saingi dolar AS

Editor: Amalia Husnul A
AFP Photo/Asif Hassan
Ilustrasi uang dolar AS di sebuah tempat penukaran uang di Karachi, 19 Juli 2022 lalu. Rusia dan negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) tengah siapkan mata uang cdangan internasional. Bakal saingi dolar AS 

TRIBUNKALTIM.CO - Kerja sama negara-negara BRICS yakni Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan akan semakin kuat.

Kini, Rusia bersama negara BRICS tersebut tengah bersiap untuk menciptakan mata uang cadangan internasional.

Mata uang cadangan internasional yang akan dibuat Rusia bersama BRICS ini baka menjadi saingan dolar AS.

Menurut analis, mata uang cadangan internasional ini dimaksudkan untuk menyaingi dolar AS dan mata uang Hak Penarikan Khusus (SDR) Dana Moneter Internasional (IMF).

Diketahui pada Konferensi Tingkat Tinggi ke-14 akhir Juni 2022 lalu, negara anggota BRICS, Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan membahas sejumlah permasalahan global.

Selama pelaksanaan KTT BRICS ini, Pemimpin Rusia Vladimir Putin mengumumkan kelima negara anggota BRICS berencana mengeluarkan mata uang cadangan internasional baru.

Dilansir dari Bitcoin News, dalam kesempatan tersebut, Putin mengatakan, "Masalah menciptakan mata uang cadangan internasional berdasarkan sekeranjang mata uang negara kita sedang ditinjau.

Kami siap bekerja sama secara terbuka dengan semua mitra yang adil."

Baca juga: UKRAINA Ogah Mundur Ekspor Gandum Walau Dikhianati Rusia Lewat Serangan Rudal di Pelabuhan Odesa

Selain itu, Putin juga mengungkapkan, Turki, Mesir dan Arab Saudi sedang mempertimbangkan untuk bergabung dengan BRICS.

Langkah BRICS ini diyakini analis adalah untuk menciptakan mata uang cadangan internasional ini sebagai upaya untuk melemahkan dolar AS dan SDR IMF.

“Ini adalah langkah untuk mengatasi anggapan hegemoni AS terhadap IMF.

Ini akan memungkinkan BRICS untuk membangun lingkup pengaruh dan unit mata uang mereka sendiri di dalam lingkup itu.” ujar kepala pasar global di ING, Chris Turner seperti dikutip TribunKaltim.co dari Tribunnews.com di artikel berjudul Saingi Dolar AS, Rusia dan Negara-negara BRICS Bakal Produksi Mata Uang Cadangan Internasional Baru.

Sementara berita mengenai mata uang cadangan yang dibuat BRICS mungkin mengejutkan beberapa orang, namun laporan khusus tentang negara-negara anggota BRICS yang ingin melawan dolar AS telah dilaporkan selama beberapa kali.

Pada akhir Mei 2022, sebuah laporan dari Global Times mencatat para anggota BRICS didesak untuk mengakhiri ketergantungan mereka pada dominasi global dolar AS.

Hubungan bisnis Rusia dan Negara-negara BRICS meningkat

Pada bulan ini, Vladimir Putin menjelaskan hubungan bisnis Rusia dengan negara-negara BRICS telah meningkat.

“Kontak antara kalangan bisnis Rusia dan komunitas bisnis negara-negara BRICS telah meningkat,” ungkap Putin.

Presiden Rusia ini mencatat, toko ritel India akan dibuka di Rusia, dan mobil serta perangkat keras China akan diimpor secara teratur.

Baca juga: Tak Ingin Menyerah atas Sanksi Barat, Putin Keras Hati Buat Perjanjian Energi 40 Miliar Dolar AS

Selain Afrika Selatan, Rusia juga akan meningkatkan bantuan asing dan mengirimkan senjata ke negara-negara Afrika Sub-Sahara.

Pada Forum Ekonomi Internasional di St. Petersburg tahun ini, dalam pidatonya yang berdurasi 70 menit, Putin mengatakan AS telah menguasai sistem keuangan dunia selama bertahun-tahun.

“Tidak ada yang bertahan selamanya. [Orang Amerika] menganggap diri mereka luar biasa.

Dan jika mereka pikir mereka luar biasa, itu berarti semua orang adalah kelas dua,” kata presiden Rusia itu kepada para peserta forum.

Sedangkan dalam pidato dua tahunannya, Putin mengatakan kepada duta besar Rusia bahwa kekuatan ekonomi pihak Barat telah melemah.

“Masalah sosial ekonomi domestik yang semakin parah di negara-negara industri akibat krisis (ekonomi) melemahkan peran dominan yang disebut Barat historis.

Bersiaplah untuk setiap perkembangan situasi, bahkan untuk perkembangan yang paling tidak menguntungkan," kata Putin kepada para duta besar Rusia.

Sementara itu, Bloomberg menerbitkan laporan pada bulan Juni lalu mengenai KTT BRICS dan mencatat Presiden China Xi Jinping menyatakan NATO berupaya memusuhi Federasi Rusia.

Xi juga menyampaikan negara-negara tertentu yang mendukung eksepsionalisme akan goyah karena menderita kerentanan keamanan.

Eksepsionalisme adalah istilah yang merujuk kepada anggapan bahwa suatu negara atau bangsa itu lebih istimewa dan spesial dibanding negara atau bangsa lainnya.

“Politisasi, instrumentalisasi, dan persenjataan ekonomi dunia menggunakan posisi dominan dalam sistem keuangan global untuk menjatuhkan sanksi secara sembarangan hanya akan menyakiti orang lain serta melukai diri sendiri, membuat orang-orang di seluruh dunia menderita.

Mereka yang terobsesi dengan posisi kekuatan, memperluas aliansi militer mereka, dan mencari keamanan mereka sendiri dengan mengorbankan orang lain hanya akan jatuh ke dalam teka-teki keamanan," ungkap presiden China ini.

Baca juga: Cara Vladimir Putin untuk Hancurkan Dolar AS, Rusia Wajibkan Bayar Gas dengan Rubel, Ini Dampaknya

Penguatan negara-negara BRICS telah berlangsung sebelum konflik di Ukraina dimulai.

Pada tahun 2014, Rusia sepenuhnya mengembangkan System for Transfer of Financial Messages (SPFS), dan kemudian sistem pembayaran Mir diluncurkan.

Pada tahun yang sama, sebagai tanggapan atas pencaplokan Krimea, Rusia menimbun emas dalam jumlah yang besar.

China juga menimbun emas dalam jumlah yang besar.

Dua negara ini telah meningkatkan pembelian cadangan emas mereka beberapa tahun sebelum perang Ukraina dimulai.

Bank Rusia juga bergabung dengan Sistem Pembayaran Antar Bank Lintas Batas (CIPS) yang diluncurkan China, sehingga memudahkan kedua negara untuk berdagang.

Sementara sejak Perang Dunia I, dolar AS telah menjadi mata uang cadangan global dan AS muncul sebagai kreditur internasional terbesar.

Maju lebih cepat ke hari ini, USD masih menjadi mata uang paling kuat. Indeks mata uang dolar AS (DXY) naik lebih dari 10 persen tahun ini dan melampaui mata uang kuat lainnya seperti yen Jepang,

Namun rubel Rusia telah menjadi pesaing kuat dolar AS tahun ini, dan menjadi salah satu mata uang fiat dengan kinerja terbaik pada tahun 2022.

Kepala kelompok riset pasar di Goldman Sachs, Kamakshya Trivedi, menekankan melonjaknya inflasi dan kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve AS (The Fed) adalah dua permasalahan yang sulit dihadapi pasar keuangan.

Namun analis Goldman Sachs berpikir dolar AS, setidaknya untuk saat ini, akan tetap kuat.

"Untuk saat ini, kami masih mengharapkan dolar untuk diperdagangkan di depan.

Mungkin ada sedikit lagi yang harus dilakukan, tetapi mungkin bagian terbesar dari pergerakan dolar mungkin berada di belakang kita," tulis Trivedi.

Baca juga: 300 Miliar Dolar Milik Rusia Dibekukan, Medvedev Sebut Amerika dan Uni Eropa Nodai Reputasi Sendiri

(*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved