AMSI Gandeng BNI Kolaborasi dalam Literasi Keamanan Digital Perbankan, Peduli Lindungi Data Pribadi
Sebanyak 100 jurnalis dari media anggota Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengikuti worskhop daring bertema Literasi Keamanan Digital Perbankan.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA – Sebanyak 100 jurnalis dari media anggota Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengikuti worskhop daring bertema Literasi Keamanan Digital Perbankan, Peduli Lindungi Data Pribadi, yang digelar AMSI bekerjasama dengan Bank BNI, Jumat, (19/8/2022) lalu.
Workshop menghadirkan pembicara Horas V.M. Tarihoran, Direktur Literasi dan Edukasi keuangan OJK, Prof. Teddy Mantoro, Guru Besar Ilmu Komputer Sains Universitas Sampoerna, dan Citra Dyah Prastuti – Pemimpin Redaksi KBR.id yang juga pengurus AMSI.
Workshop kerjasama AMSI dan BNI ini dimoderatori Irna Gustiawati – Pemimpin Redaksi Liputan6.com.
Industri jasa keuangan baik perbankan maupun nonbank di Indonesia bertumbuh sangat pesat, terlebih sejak pandemi Covid-19, yang seolah memaksa aktivitas ekonomi masyarakat beralih secara online.
Namun, sejalan dengan itu, potensi risiko kejahatan siber di dunia perbankan juga meningkat secara kuantitas maupun kualitas.
Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebut, sepanjang tahun 2021 lalu, telah terjadi 1,6 milyar serangan siber ke Indonesia.
Baca juga: AMSI dan Apindo Kaltim Siap Kerja Sama Program Peningkatan SDM Menyambut IKN Nusantara
Karena itu, perlindungan data terkait inovasi dan produk digital kepada nasabah perbankan dan industri jasa keuangan lainnya harus menjadi perhatian utama regulator atau pemerintah, pelaku industri, dan konsumen.
“Ada beberapa jenis kejahatan pengambilalihan data nasabah yang cukup dikenal. Cara paling konvensional berupa skimming dan cara kedua yang sangat soft berupa Social Enginering,” ujar Kepala Divisi Manajemen Risiko Bank BNI, Rayendra Minarsa Goenawan.
Skimming adalah praktik kejahatan perbankan yang mengincar nomor PIN, password, atau pun nomor CVC kartu kredit atau ATM nasabah.
Pelakunya biasanya memasang bezel palsu di mulut mesin ATM, memasang router, memakai skimmer, hingga memasang kamera tersembunyi di mesin ATM.
Sedangkan Social Enginering adalah praktik kejahatan perbankan dengan memanipulasi kesadaran calon korban dengan rekayasa drama memainkan perasaan, seperti mama minta pulsa, kabar gembira mendapat hadiah atau undian, hingga ancaman anggota keluarganya sakit dan permintaan mengirim sejumlah uang.
Teknik ini sangat lembut, sehingga korban acapkali tak terasa telah memberikan informasi sensitif seperti password, PIN dan sistem keamanan lainnya.
“Kalau aset data korban sudah diambil, mereka bisa mengirim malware,”kata Rayendra.
Baca juga: AMSI Kaltim Dorong Penguatan Standar Perusahaan Pers, Dukung Rencana Pergub Kerjasama Media Siber
Menurut Rayendra, BNI berkomitmen penuh melindungi nasabahnya 24 jam selama sepekan penuh melalui call center yang bisa diakses untuk berkonsultasi dan meminta bantuan tentang keamanan digital atas aset-asetnya.
Selain itu, BNI juga mempunya tim khusus fraud detection yang selalu memantau anomali-anomali transaksi.