Berita Kutim Terkini

Petani Sawit Swadaya di Kutim Temui Banyak Tantangan, Mulai dari Pola Kemitraan Hingga Grading

Petani sawit swadaya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur, masih mengalami tantangan hingga kondisi mereka jauh dari kata sejahtera

Penulis: Syifaul Mirfaqo | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO/SYIFA'UL MIRFAQO
Perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. TRIBUNKALTIM.CO/SYIFA'UL MIRFAQO 

TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA- Petani sawit swadaya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur, masih mengalami tantangan hingga kondisi mereka jauh dari kata sejahtera.

Berbagai tantangan itu, antara lain terkait dengan pola kemitraan, harga tandan buah segar (TBS), kebun plasma, dan grading.

Ketua Forum Petani Kelapa Sawit Kutim, Asbudi mengungkapkan berbagai persoalan tersebut usai audensi dengan Dinas Perkebunan (Disbun) Kutim.

Dalam audiensi itu, kata dia, terdapat empat poin yang dibahas.

Poin pertama yaitu percepatan pola kemitraan sistem zonasi antara petani dan Pabrik kelapa sawit (PKS) yang difasilitasi Disbun.

Baca juga: Asosiasi Petani Sawit di Paser Singgung PKS BUMN Enggan Patuhi Penetapan Harga TBS dari Kementerian

Baca juga: Melalui AKPSI, Bupati Paser Inginkan Kesejahteraan Petani Sawit Diperjuangkan

Baca juga: Harga TBS Cukup Mahal Jadi Alasan Petani Sawit di Sei Menggaris Nunukan Jual ke Malaysia

“Percepatan pola kemitraan difasilitasi Disbun antara perusahaan dengan forum petani sawit dengan teknis per zonasi,” ucapnya.

Petani sawit kerap menghadapi persoalan legalitas yang sulit terselesaikan.

Di satu sisi, petani dihadapkan kewajiban praktik sustainability atau pengelolaan kebun sawit yang mengusung konsep perkebunan berkelanjutan.

Untuk itu, konsep kemitraan antara petani dan PKS juga dinilai dapat menjadi salah satu solusi.

Poin kedua, kata Asbudi, terkait pengawasan harga tandan buah segar (TBS), sehingga PKS selayaknya bersedia menerima (membeli) TBS kelapa sawit petani sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.

“Kami minta pengawasan harga TBS sesuai harga Disbun,” ujarnya.

Selanjutnya, transparansi perusahaan/ koperasi untuk kebun plasma, yang mana pola kemitraan inti-plasma sejatinya telah berlangsung sejak lama.

Namun sebagian besar masyarakat belum menerima manfaat optimal sehingga sebaliknya, petani kecil sering dirugikan akibat praktik lancung yang dilakukan oleh perusahaan.

"Kemitraan dengan pola inti-plasma ini merupakan perjanjian kerjasama antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat," ujarnya.

Baca juga: Petani Sawit yang Bermitra di Kukar Terima Harga tak Sesuai Standar

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan mengatur bahwa perusahaan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20 persen dari total luas area izin usahanya.

Poin terkahir, grading atau sortasi buah sawit petani mandiri sesuai aturan standar, diminta perusahaan agar kisaran 3 – 5 persen. (*)

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved