Memilih Damai
Potensi Capres dari Luar Jawa Tak Kalah di Pilpres 2024, Dekan FISIP Unmul: Yang Susah Kesempatan
Dekan FISIP Universitas Mulawarman, Muhammad Noor mengulas Capres Non-jawa juga mengapa Sosmed menjadi alat, dalam segi sosial dan politik Capres.
Penulis: Ary Nindita Intan R S | Editor: Ikbal Nurkarim
“Itu artinya (dominan) tanpa bermaksud menyalahkan demokrasi, tentu saja sepanjang Pemilu nanti dilaksanakan dengan asas demokrasi. Kita berusaha untuk menghindari politik identitas. (Tapi) sampai kiamat rasanya, politik identitas itu tidak akan bisa hilang," pungkasnya.
"Ketika kita berbicara tentang Putra dan Putri Daerah, itu sudah termasuk politik identik identitas," imbuhnya.
Baca juga: DPRD Minta Disdikbud Perhatikan Infrastruktur Pendidikan di Wilayah Ujung Kukar
Lanjut menurut Nur, berbicara tentang agama juga termasuk dalam bahasan politik identitas.
"Perihal dominasi elektoral di Pulau Jawa. Kita tau, bahwa simpul-simpul kekuasaan, baik Partai maupun Pemerintahan itu ada di Ibukota,"
"Kita berharap, bahwa 2024 ketika Ibukota pindah di Kalimantan. Maka simpul kekuatan itu juga akan pindah ke sana," tuturnya.
Nur menyatakan bahwa Orang luar Pulau Jawa, masih bisa berkompetensi.
Tidak kalah, bisa berani berkompetensi, berani diadu dalam bidang kapabilitas dan kapasitas.
"Barangkali yang sedikit susah, adalah kesempatan," cetus Noor.
Meski sejauh ini, jika melihat dinamika yang berkembang di dunia perpolitikan sampai hari ini, Noor melihat bagaimana yang digadang-gadang sebagai Capres, rata-rata adalah yang berada di tingkat pusat. (*)
Baca juga: Kepala Daerah Disebut Jadi Kunci Perolehan Suara Capres pada Pilpres 2024