Ramadhan 2023
Batas Akhir Bayar Utang Puasa Ramadhan Tahun Lalu, Ini Penjelasan Lengkapnya
Batas Akhir Bayar Utang Puasa Ramadhan Tahun Lalu, Ini Penjelasan Lengkapnya
TRIBUNKALTIM.CO - Berikut batas akhir bayar utang puasa Ramadhan tahun lalu.
Ada anggapan yang menyebut larangan puasa di bulan Rajab dan bulan Syaban.
Di sisi lain, ada pula hadis yang menyebut keutamaan Rasulullah lebih banyak puasa sunah di bulan Syaban.
Tentu hal tersebut membuat sebagian muslim bingung, kapan batas akhir puasa qadha, sementara di bulan Rajab dan Syaban belum membayar utang puasa tersebut.
Menjelang bulan Ramadhan 2023 tiba, sebagian muslim mungkin ada yang masih belum membayar utang puasa.
Umumnya, berutang puasa Ramadhan karena beberapa alasan.
Seperti halangan haid bagi kaum wanita, menyusui, nifas hingga sakit atau uzur.
Baca juga: Jadwal Puasa Ramadhan 2023: Muhammadiyah Mulai Kamis 23 Maret, Bagaimana dengan NU dan Pemerintah?
Meski begitu, hari yang bolong puasa tersebut harus diganti menjadi puasa qadha.
Oleh karena itu, umat muslim yang memiliki utang puasa tersebut harus membayarnya di hari lain setelah puasa Ramadhan.
Lantas, muncul pertanyaan, kapan batas akhir membayar puasa qadha atau membayar utang puasa Ramadhan tersebut?
Saat ini, kita sudah memasuki bulan Rajab yang disebut-sebut sebagai bulan tanda dekatnya bulan Ramadhan tiba.
Rajab disebut demikian karena berjarak 2 bulan menuju pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan.
Namun, seringkali sebagian umat muslim masih bingung adanya larangan puasa di bulan Rajab dan Syaban menjelang Ramadhan tersebut.
Dilansir dari konsultasisyariah.com, adanya larangan puasa tersebut berasal dari hadis melarang melakukan puasa setelah masuk pertengahan bulan syaban.
Satu di antaranya hadis dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ، فَلَا تَصُومُوا
“Jika sudah masuk pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa.” (HR. Abu Daud 2337)
Dalam hadis yang lain, yang juga dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Bukhari 1914 dan Muslim 1082).
Sementara itu, di sisi lain ada pila hadis yang menyebut Rasulullah SAW merutinkan puasa selama syaban.
Bahkan beliau melakukan puasa syaban sebulan penuh.
Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Syaban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR. Bukhari 1970 dan Muslim 1156)
Demikian, dengan adanya dua hadis yang kontradiktif tersebut, larangan puasa setelah masuk pertengahan bulan Syaban tersebut tidak berlaku mutlak.
Masih dikutip dari konsultasisyariah.com, ,enurut Ustaz Ammi Nur Baits, larangan tersebut berlaku ketika seseorang melakukan puasa sunah tanpa sebab, sementara dia tidak memiliki rutinitas puasa sunah tertentu atau tidak dimulai dari awal syaban.
Jika diperhatikan dalam hadis kedua dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pengecualian,
“kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.”
Nah, dengan demikian, puasa qadha dibolehkan sekalipun telah masuk pertengahan syaban.
Dengan demikian, batas akhir puasa qadha sampai datang Ramadhan berikutnya.
Hal inilah pula sebagaimana yang dilakukan Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
Beliau pernah menuturkan,
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
“Dulu saya punya utang puasa Ramadhan. Dan saya tidak bisa mengqadhanya kecuali di bulan syaban. (HR. Bukhari 1950, Muslim 2743, dan yang lainnya).
Dikutip dari Kepri.kemenag.com, secara pasti ditentukan batas waktu melaksanakan puasa qadha adalah dua hari terakhir bulan Syaban.
Artinya batas akhir puasa qadha dilaksanakan dua hari sebelum puasa Ramadhan.
Hari terakhir di bulan Syaban itu tersebut merupakan hari syak, atau hari meragukan. Demikian haram hukumnya berpuasa.
Sementara itu diketahui, berdasarka kalender Hijriah, awal Ramadhan 2023 diperkirakan jatuh pada 23 Maret 2023.
Lantas, bagaimana hukum jika puasa qadha tak dibayar?
Melaksanakan ibadah puasa Ramadhan itu sendiri wajib hukumnya.
Demikian, membayar utang puasa Ramadhan atau puasa qadha tersebut juga hukumnya wajib dilaksanakan.
Utang puasa harus dibayar atau qadha sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan.
Ketentuan membayar hutang puasa Ramadan dapat dilihat jelas dalam firman Allah pada Q.S. Al-Baqarah ayat 184 yang berbunyi:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: "(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Lantas, bagaimana hukumnya jika mengakhirkan puasa qadha ?
Para ulama menganjurkan membayar utang puasa atau puasa qadha dilaksanakan sesegera mungkin.
Terlebih, umat muslim mengetahui tahu bahwa ajal bisa datang kapan saja.
Karena itu, membayar utang puasa adalah hukumnya wajib dan sebaiknya disegerakan.
Dikutip dari rumaysho, sebagian ulama mengatakan bagi orang yang sengaja mengakhiri qadha Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya maka dia cukup meng-qadha puasa tersebut disertai taubat. Pendapat tersebut adalah pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Hazm.
Namun, Imam Malik dan Imam Asy Syafi'i berpendapat lain.
Menurut mereka, bagi orang yang meninggalkan qadha puasa dengan sengaja maka di samping mengqadha puasa harus disertai memberi makan orang miskin.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz, mantan Ketua Lajnah Ad Da’imah, sempat ditanya, “Apa hukum seseorang yang meninggalkan qadha puasa Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya dan dia tidak memiliki udzur untuk menunaikan qadha tersebut.
Apakah cukup baginya bertaubat dan menunaikan qadha atau dia memiliki kewajiban kafaroh?”
"Dia wajib bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qadha puasanya," jawabnya.
Ukuran makanan untuk orang miskin adalah setengah sha' Nabawi dari makanan pokok negeri tersebut (kurma, gandum, beras, atau semacamnya) dan ukurannya adalah sekitar 1,5 kg sebagai ukuran pendekatan.
Namun apabila dia menunda qadhanya karena ada udzur seperti sakit atau bersafar, atau pada wanita karena hamil atau menyusui dan sulit untuk berpuasa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka selain mengqadha puasanya.
Lalu, bagaimana jika belum sempat membayar puasa qadha hingga tiba Ramadhan berikutnya?
Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Shidiq M. Ag mengatakan bahwa orang tersebut tetap boleh menjalankan ibadah puasa Ramadhan, namun dia harus segera membayar hutang puasanya setelah bulan Ramadhan berikutnya selesai.
Namun jika ada unsur kelalaian, maka selain mengqadha, orang tersebut dituntut untuk membayar fidyah.
Fidyah ini adalah kegiatan memberi makanan fakir miskin sebesar biaya makan dan minum yang dikalikan dengan jumlah hari orang yang bersangkutan ketika tak melaksanakan puasanya.
Perlu menjadi catatan, fidyah ini berlaku bagi orang yang tidak sanggup berpuasa.
Bagaimana jika lupa jumlah utang puasa ?
Dikutip dari Tribunnews.com, Dr Aris Widodo, akademisi muslim dari UIN Surakarta menerangkan bahwa hendaknya setiap hutang itu harus dicatat.
Hal ini sebagai langkah antisipasi jika kedepannya seseorang tersebut lupa akan hutangnya, maka bisa melihat catatan tersebut.
Hal ini sesuai dalam surat al-baqarah ayat 282 yang berbunyi "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya".
Namun, jika kita tidak mencatat hutang tersebut dan lupa berapa jumlahnya, maka bisa mengambil jumlah yang lebih banyak.
Dalam hal ini bisa merujuk pada Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Apabila diantara kalian lupa atau ragu tentang sholatnya, maka hendaklah dia membuang keraguan itu dan mengambil yang yakin".
Dalam hal kaitanya dengan puasa, maka bisa mengambil beban yang lebih banyak, misal ragu hutang puasanya tujuh atau delapan hari, maka dianjurkan untuk mengambil yang delapan hari.
"Karena kita akan merasa akan yakin dengan itu, kita menutup yang tujuh sekaligus yakin dengan yang delapan," tutur Aris, dalam program Tanya Ustaz Tribunnews.com.
Hal ini juga sesusai dengan kutipan hadist, "Da'maa yuribuuka ila maa laa yuribuka" yang artinya Tinggalkan hal-hal yang meragukanmu.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Kapan Batas Akhir Puasa Qadha? Benarkah di Bulan Rajab dan Syaban? Begini Hukumnya Jika Tak Dibayar,
Jadwal Imsak Balikpapan Hari Pertama hingga Terakhir Ramadhan 2024, Lengkap dengan Bacaan Niat Puasa |
![]() |
---|
Resep Sayur Ketupat Enak dengan Kuah Gurih untuk Sajian Lebaran Idul Fitri 2023, Bahan, Cara Membuat |
![]() |
---|
Ucapan Selamat Lebaran dengan Kata-kata Indah di Hari Idul Fitri 2023, Cocok Dibagi Lewat WhatsApp |
![]() |
---|
Bacaan Niat Zakat Fitrah 2023 Bahasa Arab dan Terjemahan, Lengkap Sama Tata Cara Bayar Zakat Fitrah |
![]() |
---|
Rahmad Mas’ud Center dan We Care IKN Generation Berbagi Bersama 400 Sahabat Panti di Balikpapan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.