Mata Lokal Memilih

Mahfud MD Sebut Putusan Tunda Pemilu 2024 Memancing Kontroversi, Minta KPU RI Banding: Pasti Menang

Menkopolhukam Mahfud MD angkat bicara soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait amar putusan yang memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024.

YouTube KPK RI
Menko Polhukam Mahfud MD angkat bicara soal putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menunda Pemilu 2024. 

TRIBUNKALTIM.CO - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda Pemilu 2024 bisa memancing kontroversi.

Mahfud MD pun meminta KPU RI banding, dan menyebut secara logika KPU pasti menang.

Keputusan PN Jakarta Pusat ini pun langsung menuai sorotan.

Bahkan Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengatakan hakim yang memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menunda pemilu layak dipecat.

Baca juga: Hakim yang Putuskan Tunda Pemilu 2024 Layak Dipecat, Jimly Asshiddiqie: Tidak Mengerti Hukum Pemilu

Menkopolhukam Mahfud MD angkat bicara soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait amar putusan yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan dari Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Putusan PN Jakarta Pusat ini terkait gugatan Prima atau Partai Rakyat Adil Makmur yang dinyatakan KPU tidak memenuhi syarat untuk mengikuti Pemilu 2024.

Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan perdata yang diajukan Partai Prima.

PN Jakpus menyatakan Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh KPU.

"Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dlm perkara perdata oleh PN," kata Mahfud MD dikutip akun Instagram pribadinya, Kamis (2/3/2023).

Menurutnya, vonis itu salah.

Mahfud menjelaskan logika sederhananya.

"Mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar," katanya.

"Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," tambahnya

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD. (Kanal Youtube Kemenko Polhukam RI)

Mahfud MD menyampaikan empat alasan hukum terkait putusan PN Jakpus tersebut.

1. Sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.

"Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum scr perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dlm pelaksanaan pemilu," kata Mahfud.

Baca juga: Profil Tengku Oyong Ketua Majelis Hakim Perintahkan Penundaan Pemilu 2024, Pernah Diperiksa Bawas MA

2. Hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri sebagai kasus perdata.

Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.

"Misalnya, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu," kata Mahfud.

3. Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU.

4. Penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertententang dengan UU, tetapi juga bertentangan dgn konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.

"Kita harus melawan scr hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," ujarnya.

Baca juga: KPU Kaltim Pastikan Lokasi IKN Nusantara Sepaku dan Sekitarnya Masih Dapil Kaltim

KY persilahkan pihak yang keberatan melapor

Juru Bicara Komisi Yudisial(KY), Miko Ginting menyebut apabila ada pihak yang tidak setuju atas substansi putusan majelis hakim tersebut dipersilakan untuk melapor dan segera akan diproses.

"Untuk itu, jalur yang tepat adalah melalui upaya hukum, apabila para pihak tidak setuju dengan substansi putusan ini. Apabila berpandangan ada dugaan pelanggaran perilaku hakim, KY juga senantiasa akan memproses laporan atau informasi tersebut," kata Miko dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis(2/3/2023).

"Sekali lagi, silakan ajukan upaya hukum, jika yang dipersoalkan substansi putusannya. Kontestasi terhadap substansi putusan berada di jalur upaya hukum," tambah Miko.

KY lanjut Miko, domainnya adalah dugaan pelanggaran perilaku hakim. Jadi bukan substansi putusan.

KY kata Miko juga tidak bisa menilai baik atau buruk, benar atau salahnya suatu putusan. "Meskipun tentu putusan bisa menjadi pintu masuk apakah ada dugaan pelanggaran perilaku atau tidak, tetapi yang diuji oleh KY bukan substansi putusan hakim," ujar Miko.

Miko mengatakan pihaknya memahami bahwa putusan PN Jakpus itu akan menimbulkan reaksi dari masyarakat. Terutama di tengah gejolak wacana penundaan Pemilu yang sempat berhembus. Apalagi putusan hakim tidak hidup dalam ruang hampa. Ada aspek sosiologis, yuridis, politis (salah satunya nilai demokrasi) dan seterusnya yang akhirnya menjadi nilai-nilai dalam masyarakat.

"Secara prinsip, hakim diwajibkan menggali nilai-nilai dalam masyarakat tersebut," ujar Miko.

Baca juga: Lengkap! Putusan PN Jakpus yang Perintahkan Pemilu 2024 Ditunda, Pakar Sebut Menentang Konstitusi

Diketahui, susunan Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut adalah T Oyong SH MH sebagai hakim ketua serta H Bakri SH MHum, dan Dominggus Silaban SH MH masing-masing sebagai hakim anggota.

Berdasarkan penelusuran di laman resmi PN Jakarta Pusat, ketiganya merupakan hakim senior. T Oyong saat ini menjabat sebagai Hakim Madya Utama dengan pangkat/golongan Pembina Utama Muda (IV/c).

Demikian juga Bakri dengan jabatan Hakim Utama Muda dengan pangkat/golongan Pembina Utama Madya (IV/d). Sementara Dominggus Silaban menjabat Hakim Utama Muda dengan pangkat/golongan Pembina Utama Madya (IV/d). (*)

Berita Pemilu 2024

Berita Nasional Terkini Lainnya

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sebut Putusan PN Jakarta Pusat Sensasi Berlebihan, Mahfud MD Ajak KPU RI Habis-habisan Banding

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved