Bebas Tambang

Andi Harun Siapkan Zona Bebas Tambang, Dipastikan tak Bisa Perpanjangan IUP 

IUP beberapa perusahan di Kota Tepian nantinya akan diperpanjang pada tahun 2026, Andi Harun memastikan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan

Editor: Martinus Wikan
TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO
Diskusi publik bertajuk Ngopi "Ngobrol Pintar" dengan tema "Untung dan Rugi 2026 Samarinda Bebas Zona Tambang". Akademisi, Anggota Dewan hingga Wali Kota saling adu gagasan pada diskusi publik kali ini. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA- Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Wali Kota Samarinda Andi Harun bukan hanya melalui sektor energi fosil dibedah dalam diskusi publik, Minggu (19/3).
Dalam Diskusi Publik Samarinda Bebas Zona Tambang 2026, yang digelar di Jalan Juanda, Kafe Setiap Hari Coffee, Kota Samarinda, Kaltim, membedah maksud kebijakan Andi Harun tidak menyertakan adanya zona pertambangan dalam RTRW Samarinda Tahun 2022-2042.
Meski, IUP beberapa perusahan di Kota Tepian nantinya akan diperpanjang pada tahun 2026, Andi Harun memastikan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan."Karena akan di close, semua akan diproses mesin (aplikasi), jika di peta tidak ada zona tambang, tentu akan terblok oleh sistem," tegasnya. "Terlepas siapa pun ke depan Wali Kota-nya, kita bisa tanpa batu bara," sambungnya.
Optimisme Andi Harun, terkait zona bebas pertambangan yang tidak bakal ada lagi aktivitas penggalian khususnya di 10 Kecamatan pada tahun 2026 akan nantinya mengurangi dampak kerusakan lingkungan.
Ini juga disebutnya kesiapan untuk menghadapi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang telah ditetapkan di Bumi Etam. Samarinda menghadapi IKN Nusantara, ditegaskanya akan konsisten sebagai Kota industri, jasa dan perdagangan.
"Ini belum pernah di publish, Samarinda setelah kick off IKN Nusantara akan jadi lokasi energi terbarukan, akhirnya saya harus siapkan ini, karena memang saya harus adaptif dengan keadaan itu," terangnya.
Belum lagi, planning urban cities, yang menurut Andi Harun memang sudah lama harus membangun agar juga ada mitigasi perubahan iklim. Hal ini juga akan berdampak pada PAD Kota Samarinda yang kini perlahan bergeser dari sebelumnya Rp380 miliar, sekarang pada tahun 2022 menjadi Rp750 miliar.
"Saya optimistis tahun ini menutup PAD Rp900 miliar, setelah juga meraih peringkat pertama penghargaan dari Kemendagri untuk Kota dengan realisasi pendapatan tertinggi se-Nasional," pungkasnya.
Sebelumnya, Andi Harun mengawali pembahasan dengan disahkannya Perda RTRW Kota Samarinda pada 14 Ferbruari 2023 lalu. RTRW ini juga disebutnya terpanjang dalam sejarah dibahas oleh 2 masa periode DPRD dan Wali Kota sejak tahun 2019 lalu sebelum akhirnya disahkan.
Namun, argumentasi yang di bangun, termasuk oknum lembaga DPRD Kota Samarinda, kesannya terbalik sehingga RTRW Samarinda seolah-olah salah disahkan oleh Pemkot. "Itu juga harus klir, karena jika tidak disahkan semenjak persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN keluar, pembahasan nantinya akan dialihkan ke pusat," ujarnya.
"Jika tidak segera disahkan bisa diskors 3 bulan, tetapi bukan karena skorsnya, namun memang komitmen kita untuk tertib pada administratif agar mewujudkan zona bebas pertambagan," sambung Andi Harun.
Kota Samarinda sendiri sudah seharusnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) bukan pada sektor pertambangan, walau di Kabupaten/Kota lain masih sangat tertopang. Menurut Andi Harun, Kota Samarinda dalam studi yang dipelajari, cukup kuat untuk mengajak rekan-rekannya di Pemkot dan masyarakat untuk membebaskan seluruh wilayah dari zona pertambangan. "Tentu banyak pertanyaan, bagaimana teknisnya, saya berharap kita bisa memisahkan langkah teknis atau fundamental. Misal penegakkan hukumnya, itu soal nanti," tegasnya.
Lalu, bagaimana soal IUP atau PKP2B yang masih berlaku sampai tahun 2030, Andi Harun mengaku sudah dipelajari bahwa tahun sampai 2026, pada saat perpanjangan tidak bisa berproses karena kebijakan pemerintah pusat menuju satu peta.
Ramainya terkait RTRW hingga ribut dengan DPRD disebut Andi Harun ini hanya soal kertas. Peta Samarinda sebetulnya sudah terkunci di Kementerian, karena memang tidak bisa diubah karena persetujuan subtantifnya telah keluar pada Desember 2022. "Persetujuan subtantif peta sudah terkunci, kalau mau didebatkan dan diubah seharusnya sebelum itu," tukasnya.
Andi Harun turut mengutip buku bacaannya, yang mana banyak membahas soal perubahan iklim. Karena persoalan pertambangan menurutnya akan merubah iklim daerah dengan daya rusak lingkungan yang cukup besar.
Menurut Andi Harun, tidak hadirnya negara, juncto daerah dalam memitigasi perubahan iklim. Lalu absennya institusi pemerintah, politik, ekonomi, dalam pembangunan berbasis lingkungan, keserasian alam.
Kemudian, tidak hadirnya keberagaman, kemajemukan, baik suku bangsa, etnis dan sebagainya, membuat kerugian bagi masyarakat khususnya, tak hanya daerah. "Adaptasi perubahan iklim penting akhir-akhir ini jadi pembahasan. Kenapa baru sekarang dibahas? Salah pertanyaan itu. Harusnya, kenapa baru sekarang menjadikan saya jadi Wali Kota?," ucapnya.
"Saya sangat mantap kita tidak bergantung pada energi fosil, dan memastikan teman-temab yang menyaksikan, sejengkal tanah pun di 10 kecamatan tidak ada zona tata ruang tambang, selain RTH, wilayah pertanian terlindungi dan sebagainya. Saya sudah mengeluarkan kebijakan ini, apakah ada gangguan? Pasti ada, untuk dukungan saya serahkan ke masyarakat," sambung Andi Harun. (uws)

Rawan Digugat ‘Para Pemain’
DALAM diskusi publik bertajuk Ngopi "Ngobrol Pintar" dengan tema "Untung dan Rugi 2026 Samarinda Bebas Zona Tambang, Minggu (19/3) aspek hukum turut diperbincangkan. Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) dari Fakultas Hukum, Herdiansyah Hamzah yang akrab disapa Castro hadir melalui zoom meeting memberikan pendapatnya.
Menurut Castro, ide dan gagasan Samarinda bebas tambang di tahun 2026 patut diapresiasi, meski tetap ada pertanyaan bagaimana mengkonkritkannya. "Jika flasback kebelakang, dua produk hukum yang pernah dipakai terkait Perda RTRW sebelumnya juga telah melakukan eksaminasi," sebut Castro, Minggu (19/3).
Dalam perda sebelumnya, lanjut Castro membeberkan, malah tidak menyebut di kecamatan mana zona pertambangan, artinya kalau mau ditafsirkan, semua kecamatan bisa ditambang yang juga disebutnya ngawur.
Perda RTRW sebelumya, malah tidak menyebut mana yang bisa untuk ekploitasi pertambangan. Malah membuka secara luas-luasnya bisnis fosil ini. Untuk Perda Pertambangan, agak sulit produk hukum tentang pertambangan di Samarinda, karena izin di take over provinsi dan ke pusat.
Untuk itu, lanjut Castro, gagasan Perda Pertambangan sebagai regulasi memang sulit dilakukan, yang memungkinkan ialah Perda RTRW. Belum cukup sebetulnya Perda RTRW karena masih ada kira-kira 20 IUP sampai 2028-2030.
Ada cara lain agak sedikit ekstrem dilakukan, pejabat yang mengeluarkan izin bisa membatalkan izin tersebut. Hal itu seperti apa yang dilakukan Presiden Jokon Widodo ketika 700 izin dicabut dengan alasan tertentu.
"Samarinda berposisi mendorong pemerintah pusat agar menghentikan izin, karena dampak dan daya rusak tambang yang sangat besar. Saya memahami semangat pak Wali Kota dan teman-teman," terang Castro."Harapan Samarinda bebas zona tambang, paling memungkinkan Samarinda meminta pusat untuk itu," imbuhnya.
Namun demikian, Castro menambahkan, kalau dari aspek hukum, potensi gugatan judicial review terhadap Perda RTRW ke Mahkamah Agung memang ada. "Tetapi kecil kemungkinan dilakukan oleh para pemain-pemain tambang. Kecuali izin usaha dicabut sebelum waktunya berakhir, itu yang berpotensi digugat ke PTUN," tukasnya.
Tapi, kata Castro, itu pun tergugatnya ialah pemerintah pusat sebagai pemegang kewenangan perizinan, bukan pemerintah kota. Jadi tidak perlu dikhawatirkan, tetapi tetap harus prepare untuk defense terhadap upaya apapun yang mencoba menghambat keinginan Samarinda zona bebas tambang tahun 2026 tersebut.
"Saya cuma khawatir satu hal, setalah Samarinda zona bebas tambang 2026 ini dikampanyekan, ada potensi tambang-tambang ilegal makin marak. Mirip dengan logika penimbun BBM. Sebelum naik aksi borong dulu. Itu yg harus diantisipasi. Jadi aksi-aksi prakondisi juga penting dilakukan," tandas Castro.
Perda yang disahkan dan potensi judicial review jelas bisa, karena bisa dibatalkan dan ditinjau ulang karena adanya UU Cipta Kerja. Kalau di baca baik di UU Cipta Kerja, masih ada ruang, berdasar permohonan pelaku usaha yang bisa masih dilakukan.
"Jeleknya UU Cipta Kerja ya itu, kita pernah mendorong Pemprov untuk menggugat ke MK tetapi tidak dilakukan. Saya berharap gagasan yang sudah terlontar dari Pemkot bisa kita dukung dan berbeda dengan sikap provinsi soal UU Cipta Kerja soal Tata Ruang kita," pungkasnya."Saya menyimpulkan, saya sepakat Samarinda bebas zona tambang dan melepas ketergantungan dengan tenaga fosil ini," sambungnya. (uws)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved