Ramadhan 2023

Hukum Puasa Ramadhan Bagi Orang yang Melakukan Perjalanan Jauh, Berikut Penjelasannya

Terjawab sudah hukum puasa Ramadhan bagi orang yang melakukan perjalanan jauh, berikut penjelasannya.

Editor: Ikbal Nurkarim
Tangkapan layar Video Bangka Pos
Ustadz Ali Agustian Bahri, S.Pt., Lc: Terjawab sudah hukum puasa Ramadhan bagi orang yang melakukan perjalanan jauh, berikut penjelasannya. 

TRIBUNKALTIM.CO - Terjawab sudah hukum puasa Ramadhan bagi orang yang melakukan perjalanan jauh, berikut penjelasannya.

Menjalang hari raya Idufitri, masyarakat di Indonesia mempunyai budaya unik yaitu mudik ke kampung halaman.

Orang-orang pergi merantau mencari sumber penghidupan, biasanya akan menempuh perjalanan jauh untuk kembali ke daerah asalnya.

Momen mudik itu identik dengan melakukan sebuah perjalanan jauh (Safar) di bulan Ramadhan, sehingga terkadang muncul pertanyaan mengenai mana yang lebih baik dilakukan, antara membatalkan puasa atau lebih baik kita tetap ber puasa.

Banyak orang yang mengatakan lebih baik membatalkan puasa, karena mereka menganggap saat melakukan perjalanan jauh tersebut bisa menyebabkan kelelahan, sehingga membuat sebagian diantara mereka sakit selama mereka melakukan perjalanan atau safar.

Baca juga: Hukum Puasa Ramadhan Tapi Masih Pacaran Saat Berpuasa, Simak Penjelasan Ustaz Abdul Somad

Sebagian mengatakan bahwasanya, lebih baik kita tetap ber puasa, karena zaman sekarang perjalanan itu tidaklah sesulit zaman dahulu.

Saat ini sudah ada alat tranportasi seperti pesawat ataupun mobil berbeda dengan zaman dulu yang harus naik onta, jalan kaki, sehingga terasa berat.

Dikutip dari BangkaPos.com pada Cahaya Ramadhan edisi kali ini, Ustadz Ali Agustian Bahri akan kita membahas masalah safar dan Ramadhan, apakah kita lebih memilih untuk ber puasa, ataukah bisa membatalkan puasa kita.

Ustadz Ali mengatakan, memang terdapat ayat dalam Al Quran yang menunjukkan boleh bagi kita membatalkan puasa ketika kita sedang Safar, yang dijelaskan dalam firman Allah Swt pada surat Al Baqarah ayat 185,

مَنۡ کَانَ مَرِيۡضًا اَوۡ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنۡ اَيَّامٍ اُخَرَؕ يُرِيۡدُ اللّٰهُ بِکُمُ الۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيۡدُ بِکُمُ الۡعُسۡرَ

Artinya: Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak ber puasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

“Kemudian kalau ditanya, mana yang lebih baik, apakah kita tetap ber puasa. Seandainya kita adalah tipikal yang kuat untuk safar, sehingga dan tidak merasa terganggu serta kita merasa enjoy saja karena bagi kita safar itu perjalanan yang biasa biasa saja, maka yang paling baik dia tidak membatalkan puasanya,” kata ustadz Ali.

Baca juga: 4 Kebakaran Terjadi di Kukar Saat Ramadhan

Menurutnya, hal itu karena keutamaan puasa dan melakukan ibadah di bulan Ramadhan itu tidak sama, dibandingkan jika dilakukan puasa di selain pada bulan penuh berkah ini.

Maka jikalau kaum muslimin sekalian seandainya merasa tidak berat untuk tetap ber puasa, maka jangan dia membatalkannya.

“Sayang jika dia membatalkan padahal dia tidak ada masalah dalam perjalanannya, maka tetaplah dia ber puasa karena ini yang lebih lebih afdhol. Akan tetapi, seandainya dia ketika safar itu mereka merasa kesulitan, membuat dia merasa lemah. Maka yang afdhal dia batalkan puasanya,” tambahnya.

Ia menjelaskan jika hal itu didasari karena Allah Swt, hanya menghendaki kemudahan bagi kaumnya dan tidak menghendaki adanya kesulitan.

Dengan demikian kalau kita tetap ber puasa karena merasa masih kuat, sebaiknya tidak membatalkan puasanya.

“Jadi itu semua tergantung kondisional kalau seandainya memang dia merasa kesulitan, sakit atau dia muntah, maka dia silahkan membatalkan puasanya. Akan tetapi yang paling penting, tidak boleh seseorang itu saling mencela. Kenapa kamu puasa, kenapa kok tidak puasa atau melakukan perdebatan,” tandasnya.

Baca juga: Di Bulan Ramadhan, Israel Bombardir Palestina dan Lebanon dengan Puluhan Roket

Tidak boleh adanya mencela itu, seperti dicontohkan ketika zaman Nabi Muhammad Saw mereka ketika sedang safar, ada sahabat yang puas dan ada juga para sahabat yang tidak ber puasa.

Dalam hadis Jabir, pernah dikatakan oleh beliau kami pernah melakukan perjalanan safar bersama Rasulullah, yang puasa silakan puasa ada juga yang berbuka padahal perjalanannya sama.

“Kami bertoleransi yang mau puasa silakan, tidak ber puasa juga silahkan. Karena ketika dalam posisi sedang safar ada kemudahan oleh Allah Swt. Kita tidak boleh mencela, asalkan orang ketika safar memilih tidak ber puasa, tetapi dia tetap mengganti di hari yang lainnya,” pungkasnya. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved