Berita Penajam Terkini

Hutan yang Beralih Fungsi, Jadi Salah Satu Penyebab Banjir di Sepaku PPU

Banjir yang merendam puluhan rumah warga di Desa Karang Jinawi Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur, sejak Selasa

Penulis: Nita Rahayu | Editor: Aris
HO
Kondis banjir di Desa Karang Jinawi Sepaku Selasa (2/5/2023) kemarin. HO 

TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM - Banjir yang merendam puluhan rumah warga di Desa Karang Jinawi Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur, sejak Selasa (2/5/2023) kemarin, mulai surut.

Khusus wilayah pemukiman diakui sudah tidak ada genangan. Namun, untuk akses jalan hingga saat ini masih tergenang banjir.

Demikian disampaikan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) PPU Budi Santoso melalui Kepala Bidang (Kabid) Logistik dan Peralatan BPBD PPU Nurlela, kepada TribunKaltim.co.

Nurlela mengungkapkan, bahwa penyebab banjir selain karena intensitas hujan yang lebat, juga karena di daerah Sepaku sudah tidak ada titik resapan banjir.

Baca juga: Samarinda Siaga Banjir dan Longsor, Wali Kota Andi Harun Gelar Rapat Penanggulangan

Hampir seluruh hutan di Sepaku sudah beralih fungsi menjadi hutan tanaman industri dan perkebunan.

"Sepaku tidak punya daerah resapan, hutannya sebagian besar sudah alih fungsi," ungkapnya pada Rabu (3/5/2023).

Selain faktor tersebut, Daerah Aliran Sungai (DAS) Miango di Karang Jinawi, juga mengalami pendangkalan, sebab dalam waktu lama tidak pernah dilakukan normalisasi.

Akibatnya, saat hujan turun air yang berasal dari daerah hulu langsung meluap ke area hilir dan merendam pemukiman warga.

"Setelah dinormalisasi tahun 2017, sepanjangan sungai Miango terjadi lagi pendangkalan saat ini, sehingga volume air jatuh full dari hulu," sambungnya.

Baca juga: Hari Pertama Sekolah, SMAN 4 Samarinda Terpaksa Liburkan Siswa Karena Terendam Banjir

Upaya mitigasi yang harus dilakukan saat ini kata Nurlela, ada dua. Mulai dari mitigasi struktural maupun mitigasi non struktural.

Mitigasi struktural yang dimaksud seperti, bangunan dan kegiatan yang bisa mengurangi aliran air dari hulu ke hilir, baik dalam bentuk tekhnologi maupun reboisasi hutan, dan pengadaan embung resapan.

Sedangkan untuk non struktural yakni, perlunya ada kebijakan untuk membatasi pembangunan rumah di bantaran sungai.

Pun pembangunan rumah dipinggir jalan harus disertai dengan drainasenya yang memadai.

"Saat ini sudah harus diambil langkah antisipasi," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved