Ibu Kota Negara

Kisah Guru Honorer di Paser, Harapan dan Cita-cita Luhur Kala IKN Nusantara Hadir 

Mengajar di SD Negeri 008 Desa Muara Andeh, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kaltim, memang keinginannya.

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIRUS
Ruspendy, Guru honorer SD Negeri 008 Desa Muara Andeh, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kaltim yang ingin anak-anak didiknya terus melanjutkan cita-citanya hingga jenjang lebih tinggi. Ia juga menyematkan harapan untuk keberlanjutan Ibu Kota Negara yang kini sedang dibangun, serta berharap pemerintah memperhatikan kawasan pedalaman dan perbatasan. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Ruspendy, seorang guru honorer yang mengajar anak-anak Masyarakat Hukum Adat (MHA) Paring Sumpit di perbatasan Kaltim-Kalsel.

Dia yang suaranya jauh diujung perbatasan, melihat ada mimpi besar yang tidak boleh dicegah agar siswa-siswinya terus bisa mengejar cita-cita.

Mengajar di SD Negeri 008 Desa Muara Andeh, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kaltim, memang keinginannya.

Pria berusia 34 tahun tersebut, menghabiskan 13 tahun hidupnya mengajar anak-anak MHA Paring Sumpit di Desa Muara Andeh.

Baca juga: 3 Koridor Satwa di Area IKN Nusantara Kaltim, Wujudkan Usaha Pelestarian

Desa ini unik, dengan letak geografis yang berada di ujung Kaltim, berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Selatan. 

Sebanyak 175 Kepala Keluarga dengan 480 Jiwa menghuni desa tersebut.

Rimbunnya pepohonan sekitar sekolah dan permukiman hunian, tampak menguatkan bahwa masyarakat bisa menjaga lestarinya alam.

Lokasi desa mirip sekali dengan lembah, dengan kanan kirinya menjulang bukit tinggi, serta letak rumah kayu warga berada di lerengnya.

Rata-rata penduduk asli sedari dulu merupakan MHA Paring Sumpit yang seluruhnya beragama Budha.

Tak heran, ada sebuah Sinagog turut berdiri diantara bukit, dimana menjadi tempat warga bermunajat.

Ruspendy menyeka keringatnya, dan memanggil beberapa anak didiknya agar memakai alas kaki saat keluar dari ruang kelas.

"Kekurangan kita, ya karena di pedalaman. Agak jauh untuk membeli perlengkapan sekolah termasuk sepatu," ujarnya disela pembicaraan saat ditemui Tribunkaltim.co beberapa waktu lalu.

Jika berbicara jarak dari Desa Muara Andeh ke Ibu Kota Kaltim, Kota Samarinda, kurang lebih 318 kilometer dengan jarak tempuh normalnya 8 jam perjalanan darat.

Baca juga: Guru Honorer Sekolah Swasta Bisa Daftar Tes PPPK Guru 2023, Catat Syarat Tambahan Ikut Seleksi PPPK

Sementara jika jarak desa ini ke Ibu Kota Negara (IKN) yang baru, 5 jam perjalanan darat melalui Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), dengan jarak sekitar 240 kilometer.

Infrastruktur sangat menjadi kebutuhan dasar masyarakat sekitar, jalan berbatu menuju Desa Muara Andeh memang sangat riskan jika dilalui kendaraan roda dua.

Tetapi bagi guru honorer ini, sudah terbiasa, bahkan Ruspendy dari tahun 2009 telah menginjakkan kaki di Desa Muara Andeh, dari rumahnya sekitar 18 kilometer menggunakan motor.

Sehari-hari, Ruspendy berangkat pukul 06.00 Wita menempuh 60 menit perjalanan.

Jauh sebelum ada pengerasan jalan dan bantuan-bantuan lain dari perusahaan pertambangan besar di Kabupaten Paser, seperti PT Kideco Jaya Agung, PT Kendilo Coal Indonesia dan PT Satria Mahkota Gotek, guru honorer ini sudah melalui jalan tak beraspal tersebut.

Ya, bukan pemerintah saja turut menangani kekurangan di desa ini, kini perusahaan dituntut membantu, fokus untuk urusan dasar masyarakat seperti pengerasan jalan, air bersih, solar panel, itu dilakukan tak hanya sekitar area mengeruk emas hitam.

"Harapan saya banyak sebenarnya. Fasilitas memang serba kekurangan selama ini, mudah-mudahan terbentuknya IKN di Kaltim, pemerintah lebih menanggapi dan memberikan semacam perhatian di bidang pendidikan khususnya pedalaman, serta pemerataan pendidik," ungkapnya.

Ruspendy tak ingin berandai-andai, baginya sederhana saja, bisa didengar oleh orang-orang berkepentingan dan punya wewenang, agar pendidikan anak-anak MHA Paring Sumpit, Desa Muara Andeh bisa terus berlanjut hingga jenjang lebih tinggi.

Harkat, martabat dan derajat ada ditangan anak-anak MHA Paring Sumpit yang kini duduk di bangku sekolah, meski tak memiliki fasilitasi internet hingga listrik memadai.

"Kendalanya, di pedalaman. Kami belajar dengan seadanya, apa yang ada di buku itu yang kita sampaikan," kata dia.

Selebihnya seperti ada pelajaran terkait Ilmu Pengetahuan Alam, bahan prakteknya diambil dari alam.

Karena tidak ada sarana dan prasarana Internet atau listrik memadai untuk mencari tahu apa yang ada dalam buku.

Tetapi, geografis Desa Muara Andeh memudahkan proses belajar murid untuk langsung melihat dan mengetahui apa yang dijelaskan guru.

"Batu sedimen, tanah humus, gempur, yang memiliki pupuk alami kita tinggal comot. Ada dedaunan obat, akar obat seperti bajakah, wah lengkap dan tinggal mengambil dihutan lalu praktek di kelas," tutur Ruspendy.

Kinerja Ruspendy juga memang setara dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS), meski statusnya 13 tahun menjadi honorer sejak tahun 2009 silam.

Pria kelahiran 1988 menceritakan mengapa belum juga menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau tidak mengikuti hal tersebut.

Ada 8 Guru di SD Negeri 008 Desa Muara Andeh, baru dua yang statusnya PNS. 4 guru kontrak, 3 PPPK, 1 guru PNS, 1 Kepala sekolah yang memang berstatus PNS.

Ia termasuk guru kontrak dengan pembaharuan perjanjian kerja setahun sekali, kontrak dari tahun 2009 hingga saat ini dari Dinas Pendidikan Kabupaten Paser.

Bukan tidak mau menjadi PPPK, namun kuota memang belum ditambah.

"Kalau memang rezeki, saya akan terima tidak akan menolak, kalau sudah sampai waktunya diangkat akan saya terima," ujarnya.

Gaji yg diterima tahun ini disebutnya mendapat peningkatan Rp 600 ribu, secara total RP 2.800.000 per bulannya yang ia terima.

Dahulu sering menyisihkan gaji untuk memberi hadiah murid berprestasi seperti perlengkapan sekolah, namun kini pemerintah melalui dana BOS serta adanya stimulan CSR pihak swasta agak menekan beban sekolah untuk pemberian hadiah.

Menurut Ruspendy meski pendapatannya tak sebanding, tetapi harus merasa cukup. Semangat menjadi guru memang tertanam sejak dahulu.

Pendidikan jenjang SD-SMA banyak dihabiskan di daerah Tanjung Pinang, Kaltim, mengikuti orang tuanya.

Sebelum akhirnya, memutuskan berkuliah di Universitas Terbuka, Tanah Grogot, Kabupaten Paser, mengambil jurusan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) yang mempelajari tata cara mendidik seorang anak usia SD.

"Keputusan mengajar di pedalaman memang ingin membuat anak-anak disini lebih maju. 7 bersaudara saya sendiri yang menjadi guru," ucapnya.

Selama ini, Ruspendy mengampu pelajaran untuk para siswa-siswi kelas 6 yang jumlahnya beragam tiap tahunnya.

Jumlah murid kini telah total mencapai 56 orang, termasuk adanya tambahan 6 orang siswa dari sekolah kunjung desa terdekat.

3 kelas di sekolah tersebut diisi sekitar 8 sampai 10 orang peserta didik dari kelas 1 hingga 6 SD.

Infrastruktur itu Barang Mewah

Di Desa Muara Andeh juga melaksanakan Ujian Nasional (UN), meski tak bisa langsung mengirim hasil ujian secara online karena terkendala sarana internet.

Bayangkan saja, Ruspendy harus mengantar naskah hasil ujian anak didik tiap tahunnya ke induk atau tempat pengumpulan hasil apa yang sudah dikerjakan anak-anak kelas 6.

Menggunakan motornya, dia menuju Kecamatan Muara Samu untuk mengumpulkan hasil ujian, sehingga bisa terinput di data Dinas Pendidikan Kabupaten Paser.

Jaraknya sendiri dari SD Negeri 008 Desa Muara Andeh ke Kantor Kecamatan Muara Samu sekitar kurang lebih 40 kilometer tanpa jalan beraspal atau beton.

Jika hujan lebat atau angin kencang, Ruspendy musti menginap agar berkasnya tak rusak, sekelumit kendala ini saat ditanya, ia tak sedikitpun mengeluh.

Malah menganggap ini sebuah perjuangan, agar anak-anak didiknya tetap bisa mengetahui nilai yang telah diraih selama menempuh pendidikan dibawah asuhannya.

"Berpacu sama alam, kondisi cuaca juga. Bisa nginap juga di jalan. Kalau hujan, jalan tanah merah itu (sudah mendapat pengerasan) akan berbahaya dilalui. Pengumpulan naskah UN di Kecamatan, 40 kilometer bisa dilintasi, didampingi kepala sekolah," jelasnya.

Ada pula alasan menyentuh Ruspendy yang diutarakannya, mengapa terus menjadi pengajar di daerah paling ujung Bumi Etam ini.

Ia melihat, ada 4 RT di Desa Muara Andeh yang rata-rata merupakan orang tua murid-muridnya.

Semuanya juga terlihat punya semangat untuk membangun Indonesia dan Kaltim, termasuk usaha-usaha sektor pertanian orang tua murid yang ingin maju.

"Bersemangat menjaga hutan dan belajar, mereka ini yang membuat saya juga termotivasi terus mengajar," tegasnya

"Ya memang kalau saya masih tenaga honor, tetapi selama ini saya tidak membeda-bedakan biarpun saya honor kinerja saya terus tingkatkan seperti PNS. Saya tidak memilih-milih kerjaan, selagi saya masih bisa membantu untuk negara ini saya akan terus membantu," sambung Ruspendy.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Paser sempat rombongan berbondong-bondong datang ke Desa Muara Andeh pada 2022 silam.

Selama Ruspendy menjadi guru, ia sangat senang ada kunjungan Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, Bupati Paser Fahmi Fadli beserta jajaran OPD kala itu.

"Masyarakat sini pengen melihat Gubernur ternyata batal. Seperti tidak percaya kami diujung kampung ini didatangi dulu," ucapnya.

Baca juga: Insentif Guru Honorer Turun, Komisi IV DPRD Samarinda Carikan Formulasi Untuk Menaikan Kembali

Sempat disampaikannya terkait impiannya dan masyarakat Desa Muara Andeh sejak dahulu, memiliki infrastruktur jalan yang mulus.

Selama ini, hal tersebut menjadi barang mewah, karena menurutnya sangat sulit didapat dengan hanya berharap tanpa berusaha.

Usahanya, terus berdoa agar suaranya didengar dan mendapat keniscayaan adanya jalan mulus untuk akses ke Desa Muara Andeh.

Daerah yang berada di ujung Kaltim ini berharap ada dukungan infrastruktur dasar berupa kemantapan jalan agar segera dibangun, demi kelancaran mobilitas warga dan sektor-sektor krusial seperti pendidikan, kesehatan serta air bersih hingga listrik.

"Sukses tergantung dengan jalan, jalan kalau tidak baik, anak-anak juga tidak bisa pintar," ungkapnya.

Ruspendy juga memikirkan dimana dahulu, orang tuanya buta huruf dan ini yang tidak diinginkannya terjadi di Indonesia termasuk tempatnya mengajar, Desa Muara Andeh.

Seluruhnya, anak-anak MHA Paring Sumpit ke depan bisa menempuh pendidikan hingga tercapai cita-citanya.

Kebiasaan unik Ruspendy, meminta anak-anak didiknya menempelkan secarik kertas tertuliskan cita-cita sang murid.

Sebelum pulang dari pekerjaannya mengajar Ruspendy membaca satu persatu, tertulis cita-cita muridnya ada yang ingin menjadi Dokter, Polisi, TNI, Kepala Desa, Anggota DPR, Bupati, bahkan Gubernur.

"Segala macam cita-citanya. Ditempel lah nama-nama orang hebat di Indonesia. Ada IKN semoga anak-anak Muara Andeh ada yang menjadi orang penting di negeri ini," harap Ruspendy.

Ilustrasi IKN Nusantara di pulau Kalimantan Timur.
Ilustrasi IKN Nusantara di pulau Kalimantan Timur. (TRIBUNKALTIM.CO/BUDI SUSILO)

Untuk pendidikan jenjang SMP, Desa Muara Andeh memang serba kekurangan, Ruspendy mengatakan bahwa selepas lulus, anak muridnya banyak menyebrang ke Kalsel untuk bersekolah.

Disana ada bantuan dari pemerintah yang membangunkan suatu asrama serta orang tua murid yang sebagian ikut bekerja ke perbatasan agar anak-anaknya tidak putus sekolah.

Tak sedikit juga anak muridnya sudah menjadi orang dan ada yang ikut mengabdi di Desa Muara Andeh, membuat ada rasa bangga Ruspendy bisa sukses mendidik murid-muridnya.

"Daerah Sengayam, Kalsel, untuk jenjang SMP-nya. Banyak orang tua menyekolahkan kesana. Saya sering membanggakan diri, saya sukses membuat anak menjadi orang, satu guru disini jebolan asli sini, menjadi guru, ada juga pegawai desa," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved