Idul Adha 2023

Keutamaan dan Pahala Bagi Muslim yang Berkurban di Hari Raya Idul Adha, Ini Penjelasan Lengkapnya

Keutamaan dan Pahala Bagi Muslim yang Berkurban di Hari Raya Idul Adha, Ini Penjelasan Lengkapnya

Editor: Nur Pratama
Tribun Kaltim/Syifaul
Pemotongan Sapi Kurban di Kutim. 

TRIBUNKALTIM.CO - Sebentar lagi umat islam merayakan hari raya Idul Adha 1444 H. Bagi yang mampu di wajibkan

berkurban.

Kurban (qurban) adalah salah satu ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kurban dilaksanakan di bulan Dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik), bertepatan dalam Hari Raya Idul Adha (Idul Qurban).

Apa keutamaan dan pahala yang didapat dari ber kurban?

Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak ber kurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat Ied kami.” (HR. Ahmad dan ibn Majah).

Dalam hadis Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah Saw, apakah kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Kurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.”(HR. Ahmad dan ibn Majah).

Baca juga: Bolehkah Berkurban untuk Orangtua yang Sudah Meninggal saat Idul Adha? Penjelasan Ustaz Abdul Somad

Menurut Ust. H Masrul Aidi Lc, niat penyembelihan hewan kurban boleh pada saat disembelih oleh pemiliknya atau orang yang diwakili. Boleh juga pada saat penyerahan hewan kurban kepada panitia.

Tapi tahukan Anda? Terkadang ibadah ini bisa saja salah sasarannya, hanya karena salah dalam niat. Akan hal tersebut, Masrul mewanti-wanti, memang harus tepat ucapan niatnya. Bila tidak akan lain maknanya.

“Kurban itu, ada yang wajib ada yang sunat hukumnya. Kurban menjadi wajib hukumnya, bila dengan sebab sebuah nazar. Seumpama nazar seorang yang memiliki seekor kambing misalnya. Ia mengatakan, ‘kambing ini adalah qurban.’ Ucapan demikian menjadikan kambing tersebut sebagai qurban yang wajib, dengan sebab adanya nazar.”

Menurut ustaz yang mengambil Jurusan Ulumul Hadits di Al-Azhar University tahun 2005 ini, bila status kurban itu wajib, wajiblah hewan kurban itu disedekahkan seutuhnya. Mulai dari kulit, tanduk, daging, dan tulangnya. Bila pemilik atau ahli waris pemilik, memakan sedikit saja dari kurban wajib, maka wajiblah diganti untuk fakir dan miskin.

“Sedangkan kurban sunat, adalah kurban yang bukan disebabkan karena adanya nazar. Lafalnya menjadi, “...kambing ini adalah kurban sunat...dst.” Lalu, yang paling utama dalam pembagian dari sembelihan hewan kurban sunat, adalah peruntukannya yang dibagi tiga. Sebagian besar disedekahkan, sebagian untuk hadiah kepada handai taulan untuk dimakan, dan sebagian kecil untuk dimakan sendiri. Ini sedapat mungkin tidak lebih dari tiga suap saja untuk mengambil berkah,” kata Masrul.

Memang, menurutnya, tidak ada batasan berapa banyak pemilik hewan kurban boleh menerima jatahnya. Bahkan ada pendapat yang mengatakan, pemilik boleh mengambil seluruhnya. “Mungkin ini kategori qurban minimalist,”ungkap guru di Ma’had Babul Maghfirah ini (dalam senyum miris).

Selain peruntukan daging tentu ada bagian lain dari seekor hewan sembelihan. “Kulit dan bagian lain dari hewan kurban tidak boleh dijual, dan tidak boleh dijadikan ongkos panitia penyembelihan. Bila dilakukan juga, batal hukum kurbannya.

Ongkos kerja panitia disediakan dari sumber yang lain dari hewan kurban. Misalnya dari sisa harga pembelian hewan kurban,” terang Masrul.

Yang jelas, kata Masrul, kurban itu hukumnya sunat muakad yang sifatnya kifayah menurut mayoritas ulama (Maliki, Syafii, Hambali). Menyembelih seekor kambing dengan niat kurban, lebih baik daripada bersedekah dengan uang seharganya.

“Jadi sunat kifayah adalah setiap jiwa disunatkan untuk ber kurban. Maka makruh hukumnya bila mampu, tapi tak ber kurban. Namun bila ada seorang dari satu keluarga tersebut melaksanakan kurban, gugurlah hukum makruh dari yang lainnya. Namun pahalanya hanya bagi yang diniatkan.”

Masrul juga mengatakan, daging qurban diprioritaskan untuk warga yang membutuhkan. Bila di suatu lokasi sudah lebih dari kebutuhan, alangkah baik bila ditransfer ke lokasi lain yang kekurangan. Selain bersifat ibadah, juga ada unsur silaturahmi.

“Jangan lupa untuk menyertakan saudara-saudara kita yang muallaf, bila mungkin juga untuk tetangga-tetangga yang nonmuslim, karena Islam bukan hanya rahmatanlil muslimin tetapi rahmatan lil’alamin, selain karena Islam mewajibkan kita menjaga hak tetangga sekalipun nonmuslim.

Cara Ber kurban yang Benar Menurut Syeikh Ali Jaber, termasuk Soal Memakan Daging Kurban

Dalam ber kurban, kita harus mengetahui beberapa pemahaman tentang tata cara ber kurban dan hal-hal tentang ber kurban dengan benar.

Berdasarkan keputusan Pemerintah, Idul Adha tahun ini akan jatuh pada 11 Agustus 2019 nanti.

Segala persiapan menyambut hari kurban ini tentunya sudah mulai disiapkan, yakni mulai dari mempersiapkan uang untuk membeli hewan yang akan diqurbankan di hari raya Idul Adha.

Di Indonesia ternyata pemahaman tentang tata cara pelaksanaan ibadah kurban masih banyak yang keliru, bahkan masih banyak yang belum memahaminya.

Syeikh Ali Jaber meluruskan beberapa pemahaman yang keliru tentang tata cara pelaksanaan ibadah kurban.

Ada tiga hal yang beliau sorot yaitu tentang jumlah kurban per-orang, memakan daging qurban dan pembayaran ongkos penyembelihan dengan kulit hewan qurban.

1. Jumlah Kurban

Persoalan pertama yang beliau luruskan adalah tentang jumlah qurban. Ada pemahaman yang berkembang di masyarakat, satu orang wajib ber kurban dengan satu ekor kambing.

Apabila dalam sebuah keluarga ada lima orang anak, maka menjadi genap tujuh orang sehingga wajib ber kurban dengan 1 ekor sapi (konversi dari 7 ekor kambing).

Jika tidak mampu, maka bisa berqurban dengan kambing dahulu, misal tahun ini mampu 1 ekor kambing atas nama istri, tahun depan atas nama anak, demikian seterusnya hingga seluruh anggota keluarga sudah dijatah per 1 ekor kambing.

"Ini hal keliru! Qurban berbeda dengan Aqiqah dan Zakat Fitrah yang dihitung perorang. Qurban hitungannya perkeluarga bukan perorang.

Ketika nabi Ibrahim AS hendak sembelih Ismail, diganti dengan 1 ekor kambing oleh Allah SWT, padahal Ibrahim beserta 2 istri dan 2 anak harusnya lima ekor.

Demikian juga Nabi Muhammad SAW, ber kurban dengan 2 kambing. Pada kambing pertama beliau berkata 'Bismillah atas nama Muhammad dan keluarga Muhammad'.

Lalu pada kambing kedua beliau berkata 'Atas namaku dan ummatku'. Padahal berapa jumlah istri dan anak serta umat beliau?" kata Syeikh Ali menjelaskan.

"Kewajiban itu tidak lebih dari 1 ekor kambing. Jika mampu 1 sapi atau 1000 sapi silahkan, karena tidak ada larangan atas kemampuan.

Misalnya seorang bapak dengan seorang anak berqurban dengan 1 kambing, sah. Dengan 1 sapi silahkan.

Seorang bapak dengan 4 orang istri dan masing-masing 10 orang anak hendak berqurban, wajib dengan 1 kambing saja untuk 45 orang sekeluarga.

Jika mampu 1000 kambing atau 1000 sapi, boleh, silahkan," lanjut Syeikh menambahkan penjelasannya.

Tentang nama-nama yang disebut saat penyembelihan, Syeikh Ali mengatakan tidak ada kewajiban atas hal tersebut.

Karena hakikatnya menyebut atas nama keluarga sudah mencakup seluruh anggota keluarga termasuk orang tua yang sudah meninggal dunia.

"Bismillah atas namaku dan keluarga. Tidak perlu membawa nama-nama. Atas namaku dan keluarga sudah termasuk orang tua yang meninggal. Ada sebagian ulama membolehkan, kalau kita mampu dan mau khusus, kambing atas nama orang tua, tidak masalah. Kalau tidak mampu, maka 1 ekor sudah termasuk keluarga dan orang tua kita. Ini adalah salah satu sedekah yang berguna bagi orang tua yang meninggal di keluarga kita," katanya.

2. Makan Daging Qurban

Persoalan kedua yang beliau sorot adalah sunnah yang mulai hilang yaitu banyak yang tidak mau makan dari hasil qurban.

Sebagian besar masyakarat tidak mau memakan daging qurban dengan alasan ingin disedekahkan semua untuk fakir miskin.

"Padahal ini adalah sunnah Rasul seperti dalam aqiqah. Rasululullah membagi qurban menjadi tiga, pertama dihadiahkan kepada orang kaya untuk silaturrahim, kedua disedekahkan untuk orang miskin, dan yang ketiga untuk diri sendiri. Bahkan Rasulullah SAW sebelum shalat 'Ied berpuasa, lalu membatalkannya sesudah shalat dari hasil sembelihan hewan qurban," kata Syeikh Ali.

Beliau menekankan bahwa daging qurban yang ingin disedekahkan semua tidak masalah, namun mengajak jamaah agar sesekali menghidupkan sunnah Rasul dengan memakan daging qurban.

3. Pembayaran dengan Kulit dan Kepala

Persoalan ketiga yang beliau sorot adalah maraknya pembayaran ongkos penyembelihan hewan qurban dengan kulit dan kepala, padahal tidak dibenarkan.

"Tidak boleh pembayaran hasil sembelihan dari kulitnya. Banyak tukang sembelih datang, ketika kita tawarkan untuk sembelih dan tanya berapa, 'ndak papa kasi aja kulitnya sama kepalanya'. Jangan anda setuju dan terima," kata beliau menegaskan.

"Qurban itu lillahi ta'ala bukan jual beli. Kalau sudah dijual berarti bukan qurban karena tidak lillahi ta'ala," tambahnya.

Beliau memberikan jalan keluar dengan terlebih dahulu menjelaskan akad awal dengan tukang sembelih terutama berapa ongkos atau biaya yang diminta.

Sedangkan kulit dan kepala bisa diberikan sebagai hadiah.

"Ijab kabul. Tentukan, misal ongkos sembelihan 50 ribu. Jika setuju, selesai! Jika sesudah penyembelihan kita berikan ongkosnya dan tambahkan kulit dan kepala sebagai hadiah, tidak masalah. Tetapi bukan untuk bayar sembelihan. Jadi harus dibedakan," kata beliau.

Beliau juga menegaskan bahwa amalan ibadah qurban bisa tidak diterima Allah, jika sebagian dari hasil sembelihan dijadikan pembayaran atau ongkos.

Hal yang Dianjurkan menurut Ustaz Abdul Somad

Dilansir oleh TribunBogor, dari akun YouTube Tafaqquh Video, Ustaz Abdul Somad mengatakan, kalau kita sudah melihat hilal, yakni sudah masuk tanggal 1 Dzulhijah, maka disarankan jangan memotong beberapa rambut di tubuh.

"Kamu mau ber kurban, jangan potong kumis, jangan cukur kumis, jangan cukur jenggot, jangan pangkas rambut dan jangan potong kuku dari sejak tanggal 1-10 Djulhijah," katanya.

Meski begitu, kata Ustaz Abdul Somad, hukumnya tidak diwajibkan, melainkan sunnah.

Untuk itu, jangan sampai hadist itu dibacakan pada orang lain tapi tidak dijelaskan bahwa hukumnya sunnah.

"Jangan disampaikan hadistnya saja, jelaskan hukumnya, jangan yang dimaksud haram atau makruh, wajib atau sunnah, hukumnya sunnah, untuk memotong rambut dan kuku ini," jelasnya.

Ustaz Abdul Somad juga menjelaskan, pelajaran yang diambil dari sunnah tersebut yakni terapi.

"Dari tanggal 1-10 mulai panjang janggut dan kumis, kuku mulai panjang, maka pagi tanggal 10, setelah memotong hewan kurban kemudian memotong kuku, merapikan kumis dan janggut, kemudian setelah itu dengan semangat baru, kuku baru, janggut baru, kumis baru, ini terapi," katanya.

"Kalau bapak mau buat silahkan, andai tidak mampu tidak apa-apa. Tapi perbuatan ini baik," tandasnya.

 

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Pahala Berkurban dan Keutamaan Menyembelih Hewan Kurban Pada Hari Raya Idul Adha, 

Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved