Berita Paser Terkini
Kisah Ketua KPU Kabupaten Paser Jadi Pecandu Kopi, Bermula dari Harga Rp 600.000
Bukan suatu hal baru jika minuman kopi disukai di berbagai kalangan, mulai dari anak muda hingga orang dewasa bahkan orang tua.
Penulis: Syaifullah Ibrahim | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, TANA PASER - Bukan suatu hal baru jika minuman kopi disukai di berbagai kalangan, mulai dari anak muda hingga orang dewasa bahkan orang tua.
Sama seperti Ketua KPU Paser Abdul Qayyim Rasyid yang bisa disebut sebagai pecandu kopi.
Berawal dari harga kopi yang membuatnya kaget, mengharuskan merogoh kocek hingga Rp 600 ribu untuk 4 gelas kopi Arabica, saat berada di Kota Balikpapan pada tahun 2014.
Baca juga: Katalog Promo Superindo Hari ini Rabu 24 Mei 2023, Kopi Arabika Diskon 25 Persen
Ia tak ingat persis kedatangannya dalam rangka apa, yang diingatnya hanyalah harga kopi yang tidak wajar.
Kala itu, setelah seharian di Kota Minyak, Qayyim bersama tiga rekannya saat malam hari singgah di salah satu coffee shop. Tepatnya di kawasan Jalan Jenderal Sudirman pusat Kota Balikpapan.
"Saat itu kami pesan Arabica kopi. Alamak, begitu kagetnya saat mau membayar. Ternyata mahal sekali. Saya bayar Rp 600 ribu," kata Qayyim, yang mengaku hal itu sebagai titik mulanya dari seorang penyuka kopi menjadi pecandu, Senin (5/6/2023).
Usai menuntaskan transaksi di kasir coffee shop, Ia pun bergegas masuk mobil menuju hotel tempatnya menginap. Sepanjang perjalanan, Qayyim berpikir, kenapa harga kopi yang diseruput begitu mahal.
Sesampainya di hotel, pikirannya tak juga berpaling dari harga kopi. Terlebih soal rasa, yang tidak mengecewakan dan rasa penasarannya begitu tinggi.
Baca juga: Promo J.CO Hari ini Jumat 19 Mei 2023, Kopi Signature Beli 1 Gratis 1 hanya Rp 40.000
Alumnus STAIN Samarinda itu mengaku, tertarik untuk mengenal kopi lebih jauh, yang seketika mengambil gawai pintarnya, membuka aplikasi google dan memasukkan kata kunci terkait kopi.
Jemarinya terus berselancar di atas layar ponsel pintar, mulai membuka sejarah, jenis dan cara meracik kopi ala Barista.
"Bayang-bayang kopi terus menghantui pikiran, karena saya typical orang yang tak bisa memikirkan sesuatu secara berlarut. Pokoknya apa yang diinginkan, harus jadi kenyataan," ucapnya.
Setiap perjalanan dinas keluar daerah, Qayyim selalu menyempatkan diri menyeruput kopi racikan, baik di kedai atau coffee shop.
Menikmati aroma dan rasa kopi yang begitu khas, membuatnya merasa lebih rileks, dijamin menghilangkan penat, setelah terjebak rutinitas sehari-hari.
Tak cukup hanya sekadar ngopi, Ia harus mendapatkan ilmu baru setiap keluar dari coffee shop, dan selalu memperhatikan Barista, saat membuat kopi.
Baca juga: 3 Desa di Kukar Mimpi jadi Sentra Kopi Luwak dan Liberika
Baik menggiling kopi dengan grinder manual maupun mesin otomatis. Kepada barista, ia sangat cerewet bertanya.
Di tengah obrolan seru itu, ia berdiri, izin membuatkan kopi, di ruang kerjanya, stok kopi dan grinder manualnya selalu tersedia.
"Espresso ya, kurang seru ngobrolnya, kalau nggak ngopi," ucap Qayyim menawari, yang tak memerlukan jawaban.
Ia mulai memanaskan air menggunakan teko listrik, menggiling biji kopi secara manual dan tentunya sudah ditakar.
Selang 10 menit kemudian, kopi espresso buatannya sudah bisa dinikmati. Qayyim lanjut menuangkan ke dalam gelas sloki kaca mini, yang tingginya 5 sentimeter.
Aroma khas kopi espressonya begitu terasa, dan tentu rasanya tak perlu diragukan lagi.
'Srruuppp' seperti itu terdengar, kala ia menyeruput kopi. Begitu menikmati sekali. Terlihat dia sebagai bukan lagi pecinta kopi, tapi sudah menjadi pecandu kopi.
"Sampai mana sudah obrolannya ya. Ayo dilanjut," tanyanya.
Baca juga: Promo J.CO Hari ini Rabu 10 Mei 2023, Minum Kopi Hitam Beli 1 Gratis 1 Mulai Rp 40.000
Qayyim mengaku belajar meracik kopi secara otodidak, selain senang bertanya pada barista, Ia juga memanfaatkan perkembangan teknologi untuk belajar.
Tapi Ia tetap merendah, tidak setuju jika dibandingkan dengan Barista di coffee shop.
Pemahamannya akan kopi sudah terlalu dalam. Ia menilai, hampir setiap daerah punya kopi dan uniknya setiap wilayah rasanya berbeda.
Soal rasa juga ada ciri khas masing-masing, seperti kopi jenis Arabica Jawa Barat dengan Jawa Timur yang memiliki rasa berbeda.
"Karakteristik tumbuhnya, ketinggian, hingga tumbuhan sekitar tanaman kopi, turut mempengaruhi rasa," celoteh ayah 2 orang anak itu.
Enaknya rasa kopi racikan, tergantung penikmatnya. Namun, menyuguhkan cita rasa setiap kopi memerlukan beberapa elemen yang harus diperhatikan.
Beda metode (menanam, panen, sangrai), beda penyajian, beda barista. Berpengaruh pada rasa.
"Serta jenis kopi dan metode sama, namun dengan orang berbeda, bisa berpengaruh dengan rasanya," jelas mantan Panwascam Long Kali itu.
Baca juga: Kedai KopiJay Kota Samarinda, Seruput Kopi Sembari Nikmati Pemandangan Kota
Ia begitu candu akan kopi, sehari saja tidak ngopi, kepalanya terasa pusing. Bahkan, setiap pulang dari luar daerah, ia selalu sebungkus kopi dan grinder manual di tasnya. Tapi begitu balik, Qayyim selalu membeli kopi, maupun sekadar ekadar sovenirnya saja.
Menurutnya, kopi seperti barang antik, harganya sesuai dengan penikmat dan pembelinya.
Stok kopi biasanya Ia dapatkan secara online, bahkan pernah membeli kopi jenis Arabica seharga Rp 500 ribu. Itupun tak cukup 1 kilogram.
"Kalau saya sudah ketergantungan kopi, berapapun harganya saya beli," aku Qayyim.
Tak hanya sekadar candu kopi, Ia juga pandai melihat peluang bisnis yang berbekas dengan jelas diingatannya.
Sejak tahun 2015, kedai atau coffee shop mulai menjamur di wilayah tenggara Kalimantan dan begitu digandrungi kaulah muda, seolah sudah seperti gaya hidup baru.
Kini, ngopi bukan lagi gaya hidup. Tapi, sudah bermetamorfosis menjadi kebutuhan. Tiga tahun terakhir, penjaja kopi mulai menjamur di Paser.
Tumbuhnya kedai kopi di Paser menjadi sinyal memenuhi kebutuhan itu.
Pada 2018 lalu, Qayyim mulai merintis usaha coffee shop.
Lokasinya di daerah Kecamatan Tanah Grogot. Ia beralasan sebagai jaga-jaga menyambung hidup. Andai tak kembali duduk di kursi nomor satu KPU Paser.
"Periode pertama (2014 - 2019) sudah mau habis. Ya, sembari mau maju lagi, untuk jaga-jaga kalau tidak terpilih. saya buka coffee shop. Alhamdulilah masih diberikan kesempatan pada periode kedua," kenang mantan Panwascam Long Kali itu.
Kopi ibarat barang antik, harga sesuai dengan penikmat dan pembelinya nyatanya belum berlaku di Kabupaten Paser. Harga Rp 25 ribu untuk secankir kopi kopi racik, tergolong mahal.
"Kopi pada masyarakat kita (Paser) masih belum gaya hidu, belum penikmat, masih peminum kopi," tutur penikmat kopi jenis Arabica itu.
Perkembangan kedai kopi sangat pesat. Kopi, salah satu komoditi yang bagus dikembangkan. Apalagi di Paser ada petani kopi.
Untuk dapat bersaing pada tingkatan lebih tinggi, diperlukan pelatihan bagi SDM-nya serta semua pihak harus memikirkan itu.
"Kopi setiap daerah itu, ada cita rasa khas yang berbeda-beda. Perlu adanya pelatihan untuk petani. Mulai menanam hingga panen. Karena memanen kopi yang baik, tidak sembarangan. Retak saja biji kopi itu, berpengaruh pada rasanya nanti," tutup Qayyim. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.