Berita Nasional Terkini
Denny Indrayana Minta Maaf, Tarik Pernyataan Terkait PPP dan Arsul Sani di Surat Pemakzulan Jokowi
Denny Indrayana minta maaf dan cabut pernyataannya yang menyangkut PPP dan Arsul Sani di dalam surat pemakzulan Jokowi.
TRIBUNKALTIM.CO - Denny Indrayana minta maaf dan cabut pernyataannya yang menyangkut PPP dan Arsul Sani di dalam surat pemakzulan Jokowi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani memprotes namanya yang dicatut dalam surat eks Wamenkumham Denny Indrayana yang dikirimkan ke DPR RI.
Adapun surat itu berkait permintaan adanya pemakzulan atau impeachment kepada Presiden Jokowi.
Arsul Sani mengatakan isi surat yang mencatut namanya dan PPP merupakan sebuah kebohongan publik dan ketidakpatutan.
Baca juga: Respon Mahfud MD terkait Surat Terbuka Denny Indrayana tentang Pemakzulan Jokowi, Pernyataan DPR
Bahkan, dia menyebut surat pemakzulan tersebut sebagai drama Denny Indrayana.
"Sepanjang menyangkut PPP dan saya, apa yang dia tulis dalam surat terbukanya, bagi saya adalah sebuah kebohongan publik dan ketidakpatutan atau ketidakpantasan sebagai orang yang mengidentifikasikan diri intelektual," ujar Arsul Sani melalui Instagram seperti dilihat Tribunnews.com, Jumat (9/6/2023).
Ia menyebutkan Denny Indrayana mencatut namanya sesuatu yang seolah-olah berasal dari dirinya.
Padahal, hal tersebut tanpa cek dan ricek atau tabayun atas kebenaran kalimat yang ditulis.
Lebih lanjut, Arsul menambahkan pihaknya juga telah mengontak Denny Indrayana yang ternyata tinggal di Melbourne, Australia.
Dia pun memberikan dua pilihan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Saya mengontak Saudara Denny Indrayana yang saat ini tinggal di Melbourne, Australia, dan memberikan pilihan kepadanya untuk menyelesaikan persoalan tentang PPP dan saya, yang saya anggap sebagai kebohongan publik tersebut dengan 2 alternatif," jelas Arsul.

Adapun dua alternatif yang diajukan berupa penyelesaikan kasus melalui jalur hukum dengan proses hukum yang akan saya ajukan via Bareskrim Polri.
Kedua, penyelesaian kasus dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dengan meminta maaf kepada PPP dan saya serta menyampaikan-nya di ruang publik serta tidak mengulangi kembali hal semacam itu di masa depan.
"Saudara Denny Indrayana memilih alternatif kedua dengan membuat surat seperti terbaca di atas," tukas Arsul Sani.
Adapun kutipan dalam surat yang dipersoalkan adalah sebagai berikut:
"Ketika Soetrisno Bachir menanyakan kenapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan padahal mayoritas pemilihnya menghendaki demikian dan akibatnya PPP bisa saja hilang di DPR pasca Pemilu 2024, Arsul Sani menjawab, 'PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masih mungkin. Sebaliknya, jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga," karena bertentangan dengan kehendak penguasa."
Baca juga: Blak-blakan Denny Indrayana Diminta Mahfud MD Bantu Anies Baswedan jadi Capres, Bukan Tanpa Alasan
Denny Indrayana Meminta Maaf
Dalam unggahannya itu, Arsul juga mengunggah surat permohonan maaf secara terbuka yang dibuat oleh Denny Indrayana kepada dirinya.
Permohonan maaf itu berjudul "Bang Arsul, Mas Tris, dan Surat Pemakzulan Presiden".
Dalam surat itu, Denny mengakui penyebutan nama Arsul dalam suratnya tanpa proses cek dan ricek secara langsung.
Apalagi, dia telah mengenal Arsul Sani sejak bekerja di kantor hukumnya pada 1997 lalu.
"Menimbang hubungan dan silaturahmi yang harus dijaga tersebut, maka saya dengan dengan tulus hati menyampaikan pencatutan PPP dan nama dalam surat tersebut saya lakukan tanpa terlebih dahulu melakukan cek dan ricek kepada Bang Arsul," ucap Denny.
Karena itu, Denny pun meminta maaf kepada Arsul Sani.
Sebaliknya, dirinya pun berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
"Bang Arsul menyampaikan keberatan dan sanggahan atas apa yang saya tuliskan tersebut. Saya karenanya, meminta maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi dan tidak akan lagi mengulangi hal yang sama," imbuhnya.
Lebih lanjut, Denny pun menarik isi suratnya terkait pemakzulan Jokowi sepanjang menyangkut nama PPP dan Arsul Sani.
Namun, pernyataan lain dalam surat terbuka itu tidak ada yang berubah.
"Saya tetap berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo telah melakukan pelanggaran pasal impeachment yang diatur dalam konstitusi dan karena layak dimakzulkan. Bahwasanya hitung-hitungan politiknya sulit dilakukan dan prosesnya yang tidak mudah, tentu juga saya paham. Namun, kebenaran tetap harus disuarakan dan kedzaliman tetap harus dilawan," pungkasnya.
Baca juga: Surati Megawati, Denny Indrayana Ingatkan Bahaya Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Jabatan Jokowi
Berikut Surat Terbuka Denny Indrayana:
Kepada Yth. Pimpinan DPR Republik Indonesia
Perihal: Laporan Dugaan Pelanggaran Impeachment Presiden Joko Widodo
Dengan hormat,
Semoga Ibu dan Bapak Pimpinan DPR RI selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Izinkan saya menyampaikan laporan dalam surat terbuka ini. Situasi politik dan hukum kita sedang tidak normal, banyak saluran aspirasi ditutup, bahkan dipidanakan. Salah satunya adalah yang dialami oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Mereka dikriminalisasi karena menyampaikan kritik dan pengawasan publiknya. Karena itu, saya “terpaksa” membawa mata dan hati rakyat untuk ikut mencermati laporan ini.
Saya berpendapat, Presiden Joko Widodo sudah layak menjalani proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan) karena sikap tidak netralnya alias cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Sering saya katakan, sebagai perbandingan, Presiden Richard Nixon terpaksa mundur karena takut dimakzulkan akibat skandal Watergate. Yaitu, ketika kantor Partai Demokrat Amerika dibobol untuk memasang alat sadap. Pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi jauh lebih berbahaya, sehingga lebih layak dimakzulkan.
Baca juga: Dituding Bocorkan Rahasia Negara, Denny Indrayana Dilaporkan, Kuasa Hukum Sebut soal Kriminalisasi
Berikut adalah dugaan pelanggaran impeachment, yang dalam pandangan saya patut diselidiki oleh DPR melalui hak angket.
Satu, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden. Bukan hanya Jusuf Wanandi (CSIS), yang dalam acara Rosi di Kompas TV, hagul yakin memprediksi bahwa pihak penguasa akan memastikan hanya ada dua paslon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024. Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang halangi Anies Baswedan.
Saya bertanya kepada Rachland Nashidik kenapa Presiden Keenam SBY di pertengahan September 2022 menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024. Menurut Rachland, hal itu karena seorang Tokoh Bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden menyampaikan informasi yang meresahkan kepada Pak SBY. Sebelumnya, sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi dan dijelaskan bahwa pada Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres, tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat kasus di KPK.
Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024?
Dua, Presiden Jokowi membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat, dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.
Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe cawe mengganggu Partai Demokrat terakhir melalur Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Anggaplah Presiden Jokowi tidak setuju, dengan langkah dugaan pembegalan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko tersebut, Presiden terbukti membiarkan pelanggaran Undang Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap parpol.
Juga lucu dan aneh bin ajaib ketika Presiden Jokowi membiarkan saja dua anak buahnya berperkara di pengadilan, membiarkan Kepala staf presiden Moeldoko menggugat keputusan yang dikeluarkan Menkumham Yasonna Laoly. Jika tidak bisa menyelesaikan persoalan di antara dua anak buahnya sendiri, Jokowi berarti memang tidak mampu dan tidak layak menjadi Presiden.
Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi membiarkan atau bahkan sebenarnya menyetujui-lebih jauh lagi memerintahkan-langkah KSP Moeldoko yang mengganggu kedaulatan Partai Demokrat?
Tiga, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024. Berbekal penguasaannya terhadap Pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, Presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan, dan kasus mana yang dihentikan, termasuk oleh kejaksaan dan kepolisian.
Bukan hanya melalui kasus hukum, bahkan kedaulatan partai politik juga diganggu jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024. Suharso Monoarfa misalnya diberhentikan sebagai Ketua Umum partai. Ketika saya bertanya kepada seorang kader utama PPP, kenapa Suharso dicopot, sang kader menjawab, ada beberapa masalah, tetapi yang utama karena “Empat kali bertemu Anies Baswedan”.
Ketika Soetrisno Bachir menanyakan, kenapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan padahal mayoritas pemikhnya menghendaki demikian, dan akibatnya PPP bisa saja hilang di DPR pasca Pemilu 2024. Arsul Sani menjawab, “PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masih mungkin. Sebaliknya, jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga,” karena bertentangan dengan kehendak penguasa.
Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres?
Demikianlah laporan dugaan pelanggaran impeachment Presiden Joko Widodo ini saya sampaikan. Meski sadar bahwa konfigurasi politik di DPR saat ini sulit memulai proses pemakzulan, sebagai warga negara yang mengerti konstitusi, saya berkewajiban menyampaikan laporan ini. Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawecawenya, yang bukanlah untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan pribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
berita nasional terkini
Denny Indrayana
Arsul Sani
PPP
pemakzulan
Surat Pemakzulan Jokowi
Denny Indrayana Minta Maaf
Doan Pardede
TribunKaltim.co
Dituding Bocorkan Rahasia Negara, Denny Indrayana Dilaporkan, Kuasa Hukum Sebut soal Kriminalisasi |
![]() |
---|
Denny Indrayana Bisa Disanksi tapi Tak Bisa Dijerat Pidana, Ini Kata Mantan Ketua MK dan Pakar Hukum |
![]() |
---|
Terbaru! Terjawab Sudah Siapa Denny Indrayana Sebenarnya, Ini Biodata/Profil Eks Wamenkumham Era SBY |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.