Kabar Artis

Jerome Polin Hitung Utang Negara, Bisa Segera Lunas dengan Patungan, Satu Orang Bayar Berapa?

Jerome Polin pun membuat kalkulasi melalui perhitungan matematika mengenai tanggungan setiap orang untuk membayar utang negara.

|
instagram/jeromepolin
Jerome Polin. Publik figur yang ahli matemetika ini menghitung utang negara jika dibayar patungan oleh setiap orang. 

TRIBUNKALTIM.CO - Menjawab tantangan netizen, Jerome Polin pun membuat kalkulasi melalui perhitungan matematika mengenai tanggungan setiap orang untuk membayar utang negara.

Dengan perhitungan yang dilakukan Jerome Polin, diketahui utang negara bisa segera lunas jika warga Indonesia patungan, lantas berapa yang harus dibayar setiap orang?

Dalam video yang diunggah lewat aplikasi TikTok, Jerome Polin awalnya diminta untuk menghitung berapa rupiah yang harus dibayarkan rakyat apabila ingin melunasi utang negara saat ini yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

"Bang-bang, klau utang negara kita dibayar sama semua rakyat Indonesia, per orang bayar berapa ya," tanya seorang perekam kepada Jerome Polin yang tengah bersepeda statis di kamarnya.

Mendengar pertanyaan tersebut, Jerome terlihat melongo.

Wajahnya ditekuk dengan ekspresi kebingungan.

"Hah?? ayo kita itung, tunggu dulu," ujarnya bersemangat.

Hitungan Jerome, apakah rakyat Indonesia bisa bayar hutang?

Baca juga: Pernah Buat Konten Bareng Jerome Polin, Sisca Kohl Ajari Cara Masak Wagyu A5

Merasa tertantang, Jerome pun memulai perhitungannya.

Mengenakan kemeja putih yang berbalut jas, Jerome pun mencoret-coret papan tulis di kamarnya.

Awalnya, Jerome menuliskan utang negara ketika video itu dibuat pada Sabtu (24/6/2023), yakni Rp 7.849,8 triliun.

Sedangkan, jumlah rakyat Indonesia sebagai pembaginya sebanyak 273,52 juta orang.

Menjawab pertanyaan, Jerome pun membagi total utang negara dengan total rakyat Indonesia.

Hasilnya, rakyat Indonesia harus patungan sebesar Rp 28.690.000 per orang agar utang negara bisa dilunasi.

"Rp 28.690.000 kira-kira per orang," ujarnya menahan tawa.

"Gimana guys, mau patungan ga?" tanya Jerome nyinyir.

Baca juga: Diperintah Jokowi Tangani Utang Negara, Mahfud MD Pastikan Pemerintah Punya Utang ke Jusuf Hamka

Utang Negara hingga 31 Maret 2023

Dikutip dari Kompas.id, setelah sempat membengkak akibat pandemi Covid-19, posisi utang Indonesia per April 2023 mengalami penurunan secara bulanan.

Kendati rasio utang masih di batas aman, pemerintah diminta tetap waspada dengan laju kenaikan utang untuk jangka menengah-panjang, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi akhir-akhir ini.

Mengutip dokumen APBN Kita edisi Mei 2023 yang dirilis Kementerian Keuangan awal pekan ini, sampai 30 April 2023, posisi utang pemerintah berada di angka Rp 7.849,8 triliun dengan rasio utang 38,15 persen terhadap produk domestik bruto.

Secara nominal dan rasio, posisi utang Indonesia menurun dibandingkan 31 Maret 2023, di mana rasio utang tercatat 39,17 persen atau Rp 7.879 triliun.

Rasio utang juga menurun dibandingkan April 2022.

Saat itu, rasio utang sebesar 39,09 persen dari PDB meski nominal utang bertambah dari posisi Rp 7.040,32 triliun pada tahun lalu.

Dengan kondisi terbaru itu, posisi utang pemerintah masih di bawah batas aman.

Baca juga: Livy Renata Ajak Jerome Polin ke Bina Bangsa School, Ada Trampoline dan Salmon?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang berlaku sejak era reformasi, batas aman (threshold) utang pemerintah maksimal 60 persen dari PDB dan defisit APBN maksimal 3 persen dari PDB.

Per akhir 2022, defisit fiskal berhasil ditekan ke 2,38 persen terhadap PDB.

Dalam laporan APBN Kita, Kemenkeu menyatakan bahwa posisi utang menurun akibat pembayaran cicilan pokok utang pada April yang lebih besar daripada penerbitan utang baru.

Selain itu, posisi rupiah yang menguat terhadap valuta asing bulan lalu juga ikut berkontribusi pada penurunan utang.

Menurut Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto, Rabu (24/5/2023), kendati rasio masih di batas aman, pemerintah tetap perlu mewaspadai laju kenaikan utang untuk jangka menengah-panjang.

Ia menilai, batas aman defisit APBN dan rasio utang yang diatur di UU Keuangan Negara sudah tidak terlalu relevan untuk mengukur aman atau tidaknya posisi utang negara saat ini.

”Kalau hanya mengacu pada dua indikator itu memang utang kita akan selalu dikatakan aman, tetapi kenyataannya lonjakan utang kita cukup besar dalam lima tahun terakhir meski itu karena pandemi,” katanya.

Kenaikan utang saat pandemi terjadi di hampir semua negara. Akibat turunnya pendapatan dan naiknya kebutuhan belanja, meski masih di batas aman, rasio utang RI membengkak hingga di atas 40 persen terhadap PDB.

Baca juga: Lihat Momen Serunya Sisca Kohl Buat Konten Bareng Jerome Polin, Sampai Diajarin Masak Wagyu A5!

Pada 2020, rasio utang terhadap PDB mencapai 38,68 persen.

Pada 2021, rasio utang menembus angka tertinggi sejak reformasi, yaitu 41 persen terhadap PDB.

Sementara, pada 2022, rasio utang mulai menurun ke 38,65 persen. Sebagai perbandingan, pada 2019, rasio utang terhadap PDB masih di bawah 30 persen atau 29,8 persen, yakni Rp 4.779,28 triliun.

Dari sisi nominal, utang pemerintah bertambah Rp 3.070,5 triliun sejak pandemi.

Menurut Eko, ada beberapa faktor risiko dalam pengelolaan utang.

Pertama, profil jatuh tempo utang Indonesia dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran delapan tahun yang aman untuk jangka pendek, tetapi bisa membebani untuk jangka menengah-panjang.

”Bermain di surat utang jangka panjang memang aman untuk sekarang karena ditagihnya masih 5-10 tahun lagi. Namun, ini perlu diwaspadai untuk jangka panjang, apalagi kalau tren utang terus meningkat,” katanya.

Kedua, laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara yang tidak seimbang dengan laju kenaikan utang.

Baca juga: NEWS VIDEO Judul Skripsi Jerome Polin Jadi Sorotan, Warganet: Mau Nangis Bacanya

Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi ada di kisaran 5 persen, tetapi pertumbuhan utang rata-rata 12-14 persen.

Laju penerimaan negara tahun ini dan tahun depan yang mulai termoderasi akibat berakhirnya momentum kenaikan harga komoditas, juga bisa menambah risiko kenaikan utang.

”Ibarat income kita tumbuh 5 persen per tahun, tetapi utang tumbuh dua kali lipatnya. Ini yang membuat pada titik tertentu di masa depan ini bisa menjadi risiko,” ujar Eko.

Ia juga menyoroti utang tersembunyi dalam bentuk utang badan usaha milik negara (BUMN) yang bisa menambah risiko.

”Meski pemerintah tidak selalu serta-merta menalangi setiap BUMN yang merugi, risiko itu tetap ada sehingga ada pandangan bahwa utang kita sebenarnya lebih dari Rp 7.000-an triliun karena unsur hidden debt itu,” katanya.

Kemenkeu mencatat, penerbitan utang baru per akhir April 2023 mencapai Rp 243,9 triliun atau 35 persen dari target tahun ini.

Secara detail realisasi pembiayaan utang terdiri dari penerbitan surat berharga negara/SBN (neto) sebesar Rp 240,02 triliun dan realisasi pinjaman (neto) Rp 3,86 triliun.

Kendati naik dari periode yang sama tahun lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hal itu untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat dan suku bunga dalam negeri.

Baca juga: NEWS VIDEO Jerome Polin Kena Semprot Sean Gelael Cuitannya Dinilai Remehkan Pembalap Indonesia

Meski besar di awal tahun, penerbitan SBN akan berupaya diturunkan, apalagi melihat kinerja APBN yang terjaga di awal tahun.

”Jika penerimaan cukup besar, bisa dilakukan penurunan penerbitan SBN sesuai kondisi keuangan kita yang cukup baik pada triwulan I tahun ini,” kata Sri Mulyani.

Pemerintah juga tetap berhati-hati mengelola utang, seperti mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dibandingkan utang luar negeri. Komposisi utang per April 2023 didominasi utang domestik (72,88 persen).

Sementara, berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa SBN yang mencapai 89,26 persen. Hanya 10,74 persen saja yang berasal dari pinjaman.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto menambahkan, penerbitan SBN di awal tahun dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN.

Strategi frontloading ini kerap dilakukan karena penerimaan di awal tahun biasanya belum cukup memadai untuk membiayai kebutuhan belanja pemerintah. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Jerome Polin Iseng Hitung Utang Negara Dibagi Jumlah Rakyat Indonesia, Satu Orang Patungan Berapa?

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved