Berita Nasional Terkini
Polemik Ponpes Al Zaytun Terus Bergulir, Panji Gumilang Diduga Alami Megalamonia, Cek Rekam Jejaknya
Sering buat kontroversi, Pemimpin Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang diduga mengalami sindrom megalomania, cek rekam jejaknya.
TRIBUNKALTIM.CO - Kontroversi terkait Pondok Pesantren Al Zaytun terus bergulir, Panji Gumilang diduga mengalami sindrom megalamonia.
Polemik Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun yang berlokasi di Indramayu, Jawa Barat, belum juga menemukan titik terang.
Saat ini, kontroversi terkait penyimpangan di Ponpes Al Zaytun yang dibawa oleh sang pemimpin, Panji Gumilang dalam proses penyelidikan.
Penyimpangan yang menuai kontroversi tersebut, di antaranya, cara salat dengan mencampurkan saf wanita dengan pria.
Ada pula penyimpangan berupa mengganti kalimat syahadat, pelaksanaan haji tak perlu ke Arab hanya cukup di Indramayu, penggunaan salam yahudi, dan azan yang diubah.
Pimpinan Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang juga kerap menganggap dirinya sebagai khalifah setelah Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Mahfud MD sebut Temuan 3 Masalah di Ponpes Al Zaytun, Polri Pelajari Laporan terhadap Panji Gumilang
Panji Diduga Mengalami Sindrom Megalomania
Pakar Komunikasi Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Uwes Fatoni mengungkapkan, pemicu Panji Gumilang sering buat kontroversi adalah sindrom megalomania.
Sindrom itu mendorong Panji Gumilang melontarkan gagasan-gagasan di luar ajaran syariat Islam.
Tujuannya agar Panji Gumilang dinilai hebat oleh jemaahnya.
Diketahui, Panji Gumilang sangat diagungkan hingga dipanggil syekh oleh jemaahnya.
"Sepertinya Syekh Panji Gumilang mengalami sindrom megalomania dengan merasa bahwa dirinya besar, sehingga memberikan gagasan-gagasan yang ingin menunjukkan bahwa pemikirannya hebat," kata Uwes, dikutip dari Kompas.com pada Sabtu (17/6/2023).
Apalagi sebagai pemimpin dan figur sentral ponpes, Uwes menjelaskan, syekh Panji Gumilang tak bisa dipertanyakan ulang atau dibantah oleh para santrinya.
"Ketika gagasan-gagasan itu muncul di media sosial yang kemudian menciptakan keresahan bagi masyarakat, khususnya umat Islam di Indramayu, maka wajar jika masyarakat melakukan penolakan," ujar Uwes.
"Sebab, ketika isu tentang pesantren Al-Zaytun itu bukan sekadar masalah pesantrennya, tetapi juga menjadi masalah bagi umat Islam yang ada di lingkungan sekitarnya," sambungnya.
Lalu, apa itu megalomania?

Dilansir dari Kompas.com, delusion of grandeur atau megalomania adalah salah satu jenis delusi yang dimiliki oleh seseorang yang bisa menjadi gejala dari beberapa penyakit gangguan mental lainnya.
Seseorang dengan gangguan megalomania akan merasa bahwa dirinya lebih hebat dan lebih berkuasa daripada orang lain.
Meskipun terdapat beberapa fakta dan pandangan orang lain yang menunjukkan bahwa penderita megalomania bukan orang yang hebat, namun kedua hal tersebut cenderung diabaikan.
Ada beberapa gejala megalomania yang kerap muncul, antara lain :
- Menganggap dirinya selalu benar
- Selalu berusaha untuk membuat orang lain percaya kepada dirinya
- Cenderung menghindar atau marah ketika anggapan orang lain berbeda dengan dirinya
- Menganggap dirinya hebat meskipun sudah terdapat fakta-fakta yang membuktikan sebaliknya
- Sulit untuk akrab dengan orang lain
- Mengalami gangguan delusi yang lainnya
Baca juga: Fakta Terbaru Pimpinan Ponpes Al Zaytun, Tunda Jawaban ke Tim Investigasi hingga Tolak Ketemu MUI
Dilansir dari Healthline, gejala megalomania sedikit sulit untuk dikenali, kecuali jika mengidap jenis gangguan mental yang lainnya.
Orang-orang yang mengalami gangguan megalomania biasanya juga tidak terlalu peduli dengan keadaan sekitarnya, sehingga terkesan seperti menarik diri dari kehidupan sosial.
Sementara untuk penyebab megalomania, dilansir dari WebMD, tidak diketahui secara pasti.
Namun, megalomania biasanya tidak muncul sendiri karena dibarengi dengan delusi penganiayaan yang membuat penderita merasa bahwa orang lain akan membahayakan dirinya.
Meskipun penyebabnya tidak diketahui secara pasti, ada beberapa faktor yang akan memicu terjadinya megalomania, di antaranya :
- Stres
- Penggunaan obat-obatan terlarang
- Terdapat riwayat gangguan mental di dalam keluarga
- Ketidakseimbangan senyawa kimia di dalam otak
- Pengasingan diri atau tidak memiliki hubungan yang baik dengan orang lain
- Setelah mengenal apa itu megalomania, gejala, serta penyebabnya, melakukan tindakan pencegahan sangat direkomendasikan.
Ketika masalah kesehatan mental ini tidak ditangani dengan baik, megalomania bisa memicu gangguan delusi lainnya, seperti kepribadian ganda atau bipolar dan skizofrenia.
Baca juga: Kemenag Bantah Ridwan Kamil, Tak Ada Bantuan untuk Pesantren Al Zaytun: Itu BOS Hak Semua Siswa
Rekam Jejak Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang
Akibat Pernah dibui akibat pemalsuan dokumen Pada 2011, Panji tercatat pernah menjadi tersangka terkait kasus pemalsuan dokumen kepengurusan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI).
Dia kemudian dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 266 jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Dalam sidang vonis yang berjalan pada 2012, Panji divonis bersalah dan dihukum 10 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Indramayu.
Vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntutnya 2 tahun 6 bulan kurungan.
Dia kemudian dijebloskan ke dalam penjara pada 2015 berdasarkan putusan kasasi dari Mahkamah Agung.
Selain masuk penjara, Panji juga pernah melakukan kebijakan kontroversi di pesantrennya setelah memecat 116 guru pengajarnya.
Setelah pemecatan itu, para guru tersebut bahkan tidak diizinkan lagi masuk ke kawasan pesantren, meski hanya untuk meminta klarifikasi.
Diketahui, para guru tersebut menduga bahwa Panji melakukan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Mereka pun melaporkan Panji ke beberapa pihak, termasuk Ombudsman.
Kepada Ombudsman, mereka melaporkan Panji atas dugaan tindakan malaadministrasi yang dilakukan pihak pesantren.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Artikel ini telah tayang di Tribunpriangan.com dengan judul Kontroversi Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang Diduga Alami Sindrom Megalamonia, Begini Ciri-cirinya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.