Breaking News

Tahun Baru Islam

Mengenal Bubur Suro, Hidangan Khas Tahun Baru Islam yang Tiap Lauknya Bermakna, Cek Sejarahnya

Mengenal bubur suro, hidangan khas tahun baru Islam yang tiap lauknya mengandung makna, cek sejarahnya.

|
Editor: Diah Anggraeni
TribunTravel.com/sholawatnariyah.com
Mengenal bubur suro, hidangan khas tahun baru Islam yang tiap lauknya mengandung makna, cek sejarahnya. 

Pada akhirnya, diharapkan semua tindakan tersebut akan bisa mengharumkan dunia umat manusia.

Hal tersebut dilambangkan oleh rangkaian bunga melati dan daun pandan yang terkenal punya aroma harum yang menyengat.

Tak hanya kacang-kacangan dan bunga saja, ada pula pelengkap lain berupa sekeranjang buah-buahan yang diisi dengan tujuh jenis buah dan masing-masing terdiri atas tujuh butir.

Misalnya, tujuh jeruk, tujuh salak, tujuh rambutan, dan lain-lain. Maknanya adalah agar semua pekerjaan dan tindakan menghasilkan buah yang manis dan bermanfaat bagi sesama.

Makna uba rampe Jika ditelaah lebih jauh, memberi makna pada lambang-lambang yang dihadirkan oleh bubur suro dan uba rampe tersebut, bisa dibilang cukup mirip dengan tradisi modern menyambut tahun baru.

Biasanya jika akan menyambut tahun baru kamu akan melakukan refleksi diri, hal apa saja yang kamu lakukan pada tahun lalu. Kamu akan meninjau kembali kinerja di tahun sebelumnya.

Setelah itu kamu akan membuat resolusi untuk memperbaiki tata hidup dan pencapaian di tahun berikutnya.

Bubur suro dan uba rame tersebut hadir sebagai alat bantu untuk memudahkan proses refleksi dan resolusi yang kamu lakukan.

Baca juga: Makna Bubur Suro, Menu Khas Peringati Tahun Baru Islam 1 Muharram

Sejarah Bubur Suro

Bubur Suro diambil dari kata asyuro, yaitu bubur yang komposisinya dari berbagai macam biji-bijian.

Biji-bijian mulai dari beras putih, beras merah, kacang hijau dan beberapa lagi jenis biji-bijian kemudian dimasak menjadi bubur.

Setelah masak, kemudian dimakan bersama keluarga dan dibagikan kepada anak-anak yatim, orang tak mampu, mereka yang sedang tidak melaksanakan puasa, atau dimakan saat berbuka puasa.

Mengutip dari jatim.nu.or.id, tradisi membuat bubur suro bila ditelusuri dalam sejumlah kitab klasik memiliki kemiripan dengan yang pernah dilakukan Nabi Nuh dan kaumnya.

Keterangan ini bisa dilihat dalam kitab I’anah Thalibin karya Abu Bakr Syata al-Dimyati juz 2/267 disebutkan:

قَوْلُهُ: وَأَخْرَجَ نُوْحًا مِنَ السَّفِيْنَةِ وَذَلِكَ أَنَّ نُوْحًا - عَلَيْهِ السَّلَامُ - لَمَّا نَزَلَ مِنَ السَّفِيْنَةِ هُوَ وَمَنْ مَعَهُ: شَكَوْا اَلْجُوْعَ، وَقَدْ فَرَغَتْ أَزْوَادُهُمْ فَأَمَرَهُمْ أَنْ يَأْتُوْا بِفَضْلِ أَزْوَادِهِمْ، فَجَاءَ هَذَا بِكَفِّ حِنْطَةٍ، وَهَذَا بِكَفِّ عَدَسٍ، وَهَذَا بِكَفِّ فُوْلٍ، وَهَذَا بِكَفِّ حِمَّصٍ إِلَى أَنْ بَلَغَتْ سَبْعَ حُبُوْبٍ - وَكَانَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ - فَسَمَّى نُوْحٌ عَلَيْهَا وَطَبَخَهَا لَهُمْ، فَأَكَلُوْا جَمِيْعًا وَشَبِعُوْا، بِبَرَكَاتِ نُوْحٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved