Berita Nasional Terkini

Usai Dilaporkan Mahkamah Konstitusi, Denny Indrayana Leave Group WhatsApp DPP KAI

Denny Indrayana kembali membuat heboh setelah dirinya keluar dari grup WhatsApp DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI).

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Denny Indrayana. Terbaru, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI itu keluar dari grup WhatsApp DPP KAI setelah dilaporkan Mahkamah Konstitusi. 

TRIBUNKALTIM.CO - Denny Indrayana kembali membuat heboh setelah dirinya keluar dari grup WhatsApp DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Keluarnya Denny Indrayana dari grup WhatsApp DPP KAI berkaitan dengan pemeriksaan etik dirinya di lembaga tempatnya bernaung.

Hal ini terkait dengan pengaduan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pernyataan Denny Indrayana mengenai sistem pemilu.

Sementara itu, Denny memastikan dirinya telah keluar dari grup WhatsApp DPP KAI agar pemeriksaan etik berjala secara adil dan transparan.

"Untuk menjaga agar proses pemeriksaan etika advokat ini berjalan adil, saya kemarin sudah meminta izin untuk pamit diri sementara dari grup whatsapp DPP KAI," kata Denny Indrayana dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7/2023).

Dirinya juga menyebut, dengan keputusan keluar sementara dari grup WhatsApp itu diharapkan agar pemeriksaan bisa berjalan lebih fair.

Sebab, Denny diketahui menjabat sebagai vice presiden di lembaga DPP KAI itu.

"Pilihan sikap tegas itu saya ambil, agar semua informasi dan pemeriksaan Pengadu (MK) dan saya selaku Teradu berjalan lebih fair, adil, dan seimbang," tutur dia.

Baca juga: Bocoran Baru dari Denny Indrayana Soal Kondisi Buzzer Jokowi: Dibakar Angkara, Dana Belum Turun

Sebelumnya, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI (Wamenkumham) Denny Indrayana merespons soal pelaporan terhadap dirinya oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ke DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Denny diadukan ke DPP KAI terkait dugaan pelanggaran etik advokat atas sikapnya yang memberikan pernyataan soal putusan sistem pemilu. Denny menjabat sebagai vice presiden di lembaga tersebut.

Terkait hal itu, Denny menyayangkan upaya MK yang melaporkan dirinya dengan kaitan dugaan etik. Sebab, menurut Denny, kondisi para hakim MK tidak sepenuhnya bersih dari dugaan pelanggaran etik.

Dirinya lantas menyinggung soal adanya pertemuan Ketua Hakim MK Anwar Usman dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tepat sebelum sidang putusan sistem pemilu.

"Kalau MK sedemikian gigihnya mengadukan saya ke DPP KAI, karena isu etika, bagaimana sikap hakim-hakim MK melihat Ketua MK Anwar Usman bertemu Presiden Jokowi pihak yang berhubungan dengan perkara di MK, hanya untuk sekedar makan malam, sebelum esoknya putusan sepenting-segenting sistem pemilu dibacakan? Apakah tindakan yang demikian itu bisa dikatakan elok dan beretika?" kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7/2023).

Dirinya mempertanyakan tindakan Ketua MK dan Presiden Jokowi yang bertemu dengan alasan makan malam itu.

Kata dia, tindakan tersebut telah mempertontonkan simap yang sembrono, perihal etika bernegara.

"Sekali lagi (pertemuan itu) di tengah esoknya putusan penting-genting (terkait sistem pemilu) yang ditunggu-tunggu publik akan dibacakan," beber dia.

Baca juga: Satu Kaki Denny Indrayana Jadi Tersangka, Update Kasus Hoaks Putusan MK Naik Penyidikan Polisi

Tak hanya pada perkara itu, Denny juga menyinggung soal sikap MK saat posisi Aswanto dicopot sebagai hakim Konstitusi karena menganulur UU produk DPR di MK.

Menurut dia, sejatinya MK bisa bersikap tegas atas pencopotan Aswanto itu jika memang kedudukannya tidak berpihak pada kekuasaan.

"Mana penyikapan tegas MK saat Aswanto tiba-tiba diberhentikan secara melawan hukum dari posisinya sebagai hakim konstitusi? Kenapa MK tidak pula bersikap tegas atas langkah intervensi telanjang DPR, yang juga disetujui oleh Presiden Jokowi tersebut?" ucap Denny.

Meski demikian, Denny menyatakan, dirinya tetap menerima soal adanya laporan etik tersebut kepada DPP KAI. Selanjutnya, dia meminta agar proses hukum acara dalam pelaporan etik ini bisa dilakukan sesuai aturan yang ada.

Dalam artian kata dia, pemeriksaan dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat cabang sampai pusat.

"Terkait aduan etika MK kepada DPP KAI, saya meminta agar hukum acaranya diterapkan sesuai aturan yang ada. Termasuk pemeriksaan yang berjenjang mulai dari tingkat cabang/daerah, sebelum ke tingkat pusat," kata dia.

Sebagai informasi, Denny Indrayana diadukan oleh MK RI ke DPP Kongres Advokat Indonesia atas pernyataannya yang menyikapi putusan sistem pemilu.

Denny melalui pernyataannya itu dinilai telah merusak kepercayaan publik kepada MK RI.

Baca juga: Sikap Cuek KPK Sama Cuitan Denny Indrayana, Beber Update Kasus Korupsi Formula E, Anies Tersangka?

Atas laporan itu, sejatinya MK menurut Denny, tidak perlu khawatir kalau citranya rusak karena pernyataan dirinya di sosial media.

"Saya ingin katakan, kepercayaan publik seharusnya tidak dipengaruhi oleh unggahan media sosial Denny Indrayana-atau siapapun," kata dia.

"Tetapi semestinya, lebih ditentukan oleh kualitas putusan MK yang tidak terbantahkan, dan integritas kenegarawanan para hakim MK sendiri yang tidak terbeli," tukas Denny.

Meski demikian, Pakar Hukum Tata Negara itu mengaku, hingga kini dirinya belum menerima surat pelaporan etik tersebut karena dirinya saat ini berdomisili di Australia.

Namun, dirinya menegaskan kalau proses pemeriksaan akan tetap dijalankan nantinya.

Profil Denny Indrayana

Denny Indrayana dikenal sebagai seorang aktivis dan akademisi Indonesia.

Ia lahir di Kota Baru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan, pada 11 Desember 1972.

Baca juga: Anies Baswedan Jadi Tersangka KPK Kata Denny Indrayana Dalam Waktu Dekat: Sudah Jadi Rahasia Umum

Mengutip dari dennyindrayana.staff.ugm.ac.id, semasa sekolah Denny kerap kali berpindah-pindah tempat.

Sebab profesi orang tuanya yang merupakan karyawan BUMN di PT Perhutani II membuatnya harus berpindah-pindah kota kala orangtuanya pindah tugas.

Oleh karenanya ia sempat sekolah di SD Manokwari Irian Jaya.

Namun hanya sampai kelas tiga, setelah itu ia kembali lagi ke Kalimantan Selatan dan sekolah di sana hingga lulus SMA.

Pada tahun 1991, Denny Indrayana melanjutkan studi ke Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan berhasil meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1995.

Pada tahun 1996, Denny mengambil program master hukum dan behasil meraih gelar LL.M dari Universitas Minnesota, USA pada tahun 1997.

Lima tahun kemudian, setelah mendapatkan Beasiswa Australian Development Scholarship, ia mengambil program doktoral ke Fakultas Hukum Universitas Melbourne, Australia.

Pada tahun 2005, di umur 32 tahun, Denny berhasil menyelesaikannya dan menjadi salah satu doktor termuda dari UGM yang lulus pada tahun 2005 dengan tesis:

Baca juga: Ditawari oleh 3 Partai, Denny Indrayana Pilih Jadi Caleg Demokrat dan Dukung Anies di Pilpres 2024

'Reformasi Konstitusi Indonesia 1999-2002: Evaluasi pembuatan konstitusi masa transisi.'

Sebagai seorang akademisi, Denny Indrayana mengawali karirnya dengan menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2000-2001) namun hanya satu tahun.

Tahun 2001, ia menjadi dosen di almamaternya UGM.

Di sana ia menjabat sebagai Direktur Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi, Fakultas Hukum UGM (2006-2008).

Ia juga menjadi salah satu pendiri sekaligus menjadi Direktur ICM (Indonesian Court Monitoring) tahun 2008.

ICM merupakan ebuah lembaga yang lahir atas dasar keprihatinan, akibat masih adanya mafia peradilan (judicial corruption) yang dapat memperjualbelikan keadilan dan merugikan masyarakat.

Selain ikut mendirikan ICM, Denny juga aktif dan ikut mendirikan Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada sebagai wadah untuk menyuarakan semangat anti korupsi.

Denny tercatat pernah mengajar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Baca juga: Kabar Syahrul Yasin Limpo Diduga Jadi Tersangka KPK, Denny Indrayana: Tujuannya Jelas Menjegal Anies

Denny baru resmi menyandang gelar profesor Universitas Gadjah Mada saat berumur 38 tahun tepatnya pada 1 September 2010.

Satu tahun kemudian, Denny terjun ke dunia birokrasi pemerintahan.

Ia didapuk menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM, tepatnya pada 19 Oktober 2011 oleh Presiden Presiden Republik Indonesia Keenam Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY).

Masuknya Denny menjadi staf khusus presiden, sekaligus menjadi pengalaman pertamanya masuk birokrasi pemerintahan.

Ia juga menjadi staf termuda berusia 35 tahun.

Ia tidak menduga sebelumnya akan terpilih menjadi salah satu staf khusus presiden dari sekian banyak pakar hukum kenamaan di Tanah Air.

Namun ia merasa bersyukur karena diberikan kepercayaan dan diberikan tanggungjawab besar yang membuatnya semakin tertantang untuk bekerja lebih keras dan memberikan yang terbaik. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Agar Tak Ganggu Pemeriksaan Etik, Denny Indrayana Keluar dari Grup WhatsApp DPP KAI

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved