Berita Nasional Terkini
Tolak Restitusi Rp 120 M ke David Ozora, Rafael Alun: Kewajiban Mario Dandy Sebagai Orang Dewasa
Rafael Alun Trisambodo menolak untuk menanggung restitusi kepada David Ozora (17), dan menyerahkan sepenuhnya kepada Mario Dandy Satriyo.
TRIBUNKALTIM.CO - Rafael Alun Trisambodo menolak untuk menanggung restitusi atau ganti kerugian kepada David Ozora (17), dan menyerahkan sepenuhnya kepada Mario Dandy Satriyo (20) untuk bertanggung jawab.
Rafael Alun Trisambodo mengemukakan hal itu melalui surat yang ia buat untuk menegaskan bahwa restitusi merupakan tanggung jawab anaknya, Mario Dandy Satriyo sebagai orang dewasa.
Surat itu sendiri dibuat Rafael Alun Trisambodo dari balik jeruji besi rutan KPK, dan dibacakan pada lanjutan persidangan kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo kepada David Ozora di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/7/2023).
"Yang terbaru kami mendapat surat dari rutan KPK, dari ayah Mario Dandy. Kalau boleh, kami meminta izin untuk membacakan suratnya," ujar penasihat hukum Mario, Andreas Nahot, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/7/2023).
Ketua Majelis Hakim Alimin Ribut Sujono kemudian menanyakan keterkaitan surat itu dengan jalannya persidangan.
"Surat dari orangtuanya?" tanya hakim.
"Dari ayahnya," jawab Andreas. "
Kaitannya soal apa?" tanya hakim lagi.
Baca juga: Jonathan Latumahina Sindir Ekspresi Mario Dandy Satriyo saat Rekonstruksi: Udah Bisa Nunduk Ya
"Restitusi, Yang Mulia," timpal Andreas.
Hakim Alimin kemudian mempersilakan Andreas membacakan surat itu di muka sidang.
Dalam pembacaan surat yang berlangsung hampir tiga menit, ada salah satu pesan yang berisi tentang penolakan Rafael selaku orang tua Mario untuk menanggung restitusi yang dibebankan kepada sang anak.
Rafael menilai sang anak sudah dewasa, sehingga bisa membayar restitusi secara mandiri.
"Selanjutnya tentang restitusi, yang disampaikan pihak keluarga korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menjadi keputusan keluarga kami, apabila nanti ada putusan dalam hukum anak kami Mario Dandy Satriyo untuk membayar restitusi, maka kami mohon agar dapat diputus sesuai hukum yang berlaku, yang utama terkait kesediaan kami sebagai orang tua untuk menanggung restitusi," kata Andreas ketika membacakan surat dari Rafael.
"Kami menyampaikan bahwa dengan berat hati kami tidak bersedia untuk menanggung restitusi tersebut, dengan pemahaman bahwa bagi orang yang telah dewasa maka kewajiban membayar restitusi ada pada pelaku tindak pidana," sambung dia.
Lebih lanjut, Rafael mengaku tidak bisa menanggung biaya restitusi karena seluruh asetnya telah disita KPK.
"Bahwa benar sikap kami pada awal kejadian perkara ini berkehendak membantu tanggungan biaya pengobatan korban, sehingga kami memberanikan diri untuk menawarkan bantuan biaya pengobatan korban, namun saat ini kami mohon untuk dipahami kondisi keuangan teraktual keluarga kami yaitu sudah tidak ada kesanggupan serta tidak memungkinkan untuk memberikan bantuan dari segi finansial," kata Andreas.
"Aset-aset kami sekeluarga dan rekening sudah diblokir oleh KPK dalam rangka penetapan saya sebagai tersangka sebuah tindak pidana dugaan gratifikasi," lanjut dia.
Sementara itu, ahli Hukum Pidana dari Universitas Bina Nusantara, Ahmad Sofian mengungkapkan, restitusi yang dibebankan keluarga David Ozora (17) terhadap Mario Dandy Satriyo (20) tidak bisa dibayarkan oleh pihak ketiga, termasuk sang ayah Rafael Alun Trisambodo.
Baca juga: Terbaru! Status Hukum Pacar Mario Dandy Satriyo AG Berubah, Begini Alasan Polisi dan Kronologi Kasus
Hal itu diungkapkan Ahmad saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam lanjutan sidang kasus penganiayaan D dengan terdakwa Mario dan Shane Lukas (19) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023).
Mulanya, jaksa bertanya soal ada atau tidaknya dasar hukum yang menyatakan restitusi bisa digantikan dengan kurungan atau penyitaan aset.
"Ada enggak dasar hukum khusus yang mengatakan jika restitusi tidak dibayarkan, maka digantikan dengan kurungan, atau dengan melakukan perampasan, atau penyitaan aset?" tanya jaksa di ruang sidang.
Ahmad kemudian menerangkan, secara khusus tidak ada hukum yang mengatur soal itu.
Oleh karena itu, berapa pun nominal restitusi yang dibebankan kepada pelaku, dalam hal ini Mario, merupakan tanggung jawabnya sepenuhnya.
"Jadi restitusi adalah kerugian yang dialami korban, karena ada kerugian maka itu harus diganti uang, bukan dalam bentuk kurungan, tetapi ada alasan untuk menyederhanakan, setelah enggak mampu bayar (bisa) diganti dengan kurungan," ungkap Ahmad.
"Tetapi dalam beberapa kasus saya lihat jaksa melakukan perampasan aset kalau tidak dibayar restitusinya, cuma apa dasar hukumnya bisa dicek nanti, saya tidak bisa menjawab soal dasar hukum secara pasti soal itu," lanjut dia.
Mendengar pernyataan itu, jaksa kemudian bertanya, apakah harta atau aset milik orangtua Mario bisa menjadi solusi.
"Apakah aset orangtuanya bisa disita atau ada solusi lain?" tanya jaksa lagi.
Ahmad lantas menjelaskan, aset orangtua hanya bisa diambil jika pelaku masih kategori anak-anak.
Baca juga: Pacar Mario Dandy Satriyo Angkat Bicara, AGH Sindir Para Artis: Sok Ikut Campur, Sepi Job Ya
Lantaran Mario saat ini sudah dinyatakan sebagai orang dewasa, maka restitusi merupakan tanggung jawabnya secara utuh.
"Dalam doktrin hukum pidana, Dia yang berbuat, dia yang bertanggung jawab. Tidak bisa jatuh kepada pengampu, ahli, atau semacamnya kecuali anak-anak," beber dia.
"Tetapi kalau orang dewasa dia yang bertanggung jawab atas dirinya, asetnya ya aset yang bersangkutan, tidak bisa dibebankan kepada orangtua," tambah dia.
Namun, bukan berarti orangtua Mario tidak bisa membantu meringankan beban anaknya. Ahmad menyebut orangtua pelaku bisa membayarkan restitusi sang anak, asalkan secara sukarela.
"Orangtua bisa membayar ganti kerugian, tetapi sukarela. Misalnya si A anak sultan, uangnya banyak, terus orangtuanya ganti kerugian Rp 1 miliar. Mungkin orangtuanya berpikir, daripada anakku menambah 3 bulan atau 6 bulan, bayar saja paling tidak save waktu 3 atau 6 bulan," imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menetapkan restitusi sebesar Rp 120 miliar atas penderitaan yang diderita D usai dianiaya Mario Dandy Satriyo pada Februari silam.
Hal itu diungkapkan Tenaga Ahli Penilai Restitusi LPSK, Abdanev Jova, saat dihadirkan sebagai saksi di persidangan pada Selasa (20/6/2023).
"Ada tiga komponen yang menjadi penentu besaran restitusi. Pertama soal kehilangan kekayaan. Kedua soal perawatan medis psikologis dan terakhir perihal penderitaan yang dirasakan korban," ujar dia di dalam ruang sidang.
Baca juga: Trending, Siapa Mario Dandy Satriyo? Pengemudi Rubicon, Tersangka Penganiayaan, Bapaknya Pejabat DJP
Berdasarkan perhitungan LPSK, keluarga korban dinilai menderita kehilangan kekayaan mencapai Rp 18.162.000.
Kemudian, biaya perawatan medis dan psikologis berada di angka Rp1.315.660.000 atau sekitar Rp 1,3 miliar.
Lalu, komponen terakhir, yang membuat korban menderita, menyentuh angka Rp 118.140.480.000 atau sekitar Rp 118 miliar.
Mendengar angka kerugian yang fantastis, Ketua Majelis Hakim, Alimin Ribut Sujono, meminta penjelasan lebih rinci soal perhitungan itu.
"Rp 118 miliar itu dasarnya dari mana?" tanya hakim.
Jova kemudian menjelaskan secara rinci soal dasar perhitungan komponen penderitaan.
Perhitungan dimulai dengan mencari informasi dari dokter yang menangani korban D saat dinyatakan mengalami Diffuse Axonal Injury (DAI) Stage 2.
Setelah itu, LPSK mencari rujukan di internet soal tingkat kesembuhan korban yang menderita DAI Stage 2.
"Hanya 10 persen saja yang bisa sembuh dan kembali seperti sedia kala. Jadi 90 persen tidak akan kembali," tutur dia.
Kemudian, LPSK juga meminta proyeksi perhitungan dari Rumah Sakit (RS) Mayapada soal angka penanganan medis selama satu tahun.
RS Mayapada menghitung anak D bakal menghabiskan Rp 2.180.120.000 atau Rp 2,1 miliar selama satu tahun.
Mengingat hanya 10 persen yang bisa sembuh, LPSK lantas menarik data dari angka harapan hidup di DKI Jakarta.
"Tim berpendapat perhitungan merujuk dari umur, ini data BPS Provinsi Jakarta, rata-rata hidup (orang) itu 71 tahun. Kemudian 71 tahun ini dikurangi dengan umur korban 17 tahun. Artinya, ada proyeksi selama 54 tahun korban ini menderita, maka angka 54 tahun dikalikan Rp 2 miliar berdasarkan dari RS Mayapada dan hasilnya Rp 118.104.480.000," imbuh dia.
Setelah semua komponen ganti rugi atau restitusi dihitung, lantas diketahui total perhitungan kewajaran dari LPSK sebesar Rp120.388.930.000 untuk seluruh pelaku penganiayaan D.
Nantinya Majelis Hakim yang akan menentukan pembagian restitusi kepada ketiga pelaku, yakni Mario, Shane, dan anak AG (15). (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.