Berita Nasional Terkini

Pidato Kenegaraan, Jokowi Singgung Sebutan 'Pak Lurah', Surya Paloh: Jokes Saja

Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut menyinggung soal istilah "Pak Lurah" yang disematkan kepada dirinya.

Kompas.com/Tatang Guritno-YouTube Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi) - Surya Paloh. Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut menyinggung soal istilah "Pak Lurah" yang disematkan kepada dirinya. 

Bapak, Ibu, Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Para hadirin yang saya muliakan,
Bonus demografi yang akan mencapai puncak di tahun 2030-an adalah peluang besar kita untuk meraih Indonesia Emas 2045. Enam puluh delapan persen adalah penduduk usia produktif. Di sinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita.

Selanjutnya, peluang besar yang kedua adalah international trust yang dimiliki Indonesia saat ini, yang dibangun bukan sekadar melalui gimmick dan retorika semata, melainkan melalui sebuah peran dan bukti nyata keberanian Indonesia dalam bersikap.

Momentum Presidensi Indonesia di G20, Keketuaan Indonesia di ASEAN, konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM, kemanusiaan, dan kesetaraan, serta kesuksesan Indonesia menghadapi krisis dunia 3 tahun terakhir ini, telah mendongkrak dan menempatkan Indonesia kembali dalam peta percaturan dunia.

Dan, di tengah kondisi dunia yang bergolak akibat perbedaan, Indonesia dengan Pancasila-nya, dengan harmoni keberagamannya, dengan prinsip demokrasinya, mampu menghadirkan ruang dialog, mampu menjadi titik temu, dan menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.

Lembaga think tank Australia, Lowy Institute, menyebut Indonesia sebagai middle power in Asia, dengan diplomatic influence yang terus meningkat tajam. Dan, Indonesia termasuk 1 dari 6 negara Asia yang mengalami kenaikan comprehensive power.

Tapi kemudian ada yang bilang, memang kenapa dengan international trust yang tinggi. Rakyat kan makannya nasi. International trust tidak bisa dimakan. Ya memang tidak bisa. Sama seperti jalan tol, tidak bisa dimakan, ya memang. Nah, ini contoh menghabiskan energi untuk hal tidak produktif. Tapi tidak apa-apa, saya malah senang. Memang harus ada yang begini-begini, supaya lebih berwarna, supaya tidak monoton dunia ini.

Bapak, Ibu yang saya muliakan,
Dengan international trust yang tinggi, kredibilitas kita akan lebih diakui, kedaulatan kita akan lebih dihormati. Suara Indonesia akan lebih didengar sehingga memudahkan kita dalam setiap bernegosiasi.

Peluang tersebut harus mampu kita manfaatkan. Rugi besar kita jika melewatkan kesempatan ini, karena tidak semua negara memilikinya dan belum tentu kita akan kembali memilikinya.

Sehingga, strategi pertama untuk memanfaatkan kesempatan ini adalah mempersiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia. Kita telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6 persen di 2022 dari angka sebelumnya 37 persen, menaikkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 di 2022. Kita juga telah meningkatkan Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5 di 2022, menyiapkan anggaran perlindungan sosial, kalau dijumlah dari tahun 2015 sampai tahun 2023 total sebesar Rp3.212 triliun, termasuk di dalamnya Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, serta perlindungan kepada lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya, serta reskilling dan upskilling tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja dan Program Kartu Pra-Kerja.

Di saat yang sama, SDM yang telah kita persiapkan harus mendapatkan lapangan kerja untuk menghasilkan produktivitas nasional. Sehingga, kita juga harus mengembangkan sektor ekonomi baru yang membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, yang memberikan nilai tambah sebesar-besarnya.

Di sinilah peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai window of opportunity kita untuk meraih kemajuan, karena Indonesia sangat kaya sumber daya alam, termasuk bahan mineral, hasil perkebunan, hasil kelautan, serta sumber energi baru dan terbarukan.

Tapi, kaya sumber daya alam (SDA) saja tidak cukup. Jadi pemilik saja juga tidak cukup. Karena itu akan membuat kita menjadi bangsa pemalas, yang hanya menjual bahan mentah kekayaannya tanpa ada nilai tambah, tanpa ada keberlanjutan.

Saya ingin tegaskan, Indonesia tidak boleh seperti itu. Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah, dan menyejahterakan rakyatnya. Dan, ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi, yang sudah ratusan kali saya sampaikan, puluhan kali saya sampaikan.

Hilirisasi yang ingin kita lakukan adalah hilirisasi yang melakukan transfer teknologi, yang memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan, serta meminimalisir dampak lingkungan. Pemerintah telah mewajibkan perusahaan tambang sekarang ini untuk membangun pusat pembibitan, membangun pusat persemaian untuk menghutankan kembali lahan pascatambang, pascapenambangan.

Hilirisasi yang kita lakukan tidak hanya pada komoditas mineral, tapi juga non-mineral, seperti sawit, rumput laut, kelapa, dan komoditas-komoditas potensial lainnya yang mengoptimalkan kandungan lokal, yang bermitra dengan UMKM, bermitra dengan petani, dan bermitra dengan nelayan, sehingga manfaatnya terasa langsung bagi rakyat kecil.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved