Pilpres 2024

Ada 3 Poros Politik pada Pilpres 2024, Koalisi Pendukung Prabowo Paling Gemuk jika Demokrat Gabung

Diprediksi ada tiga poros politik pada Pilpres 2024, koalisi pendukung Prabowo jadi paling gemuk jika Demokrat bergabung.

|
Editor: Diah Anggraeni
Facebook Airlangga Hartarto
Para petinggi partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju bersama Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Demokrat AHY saat berada di kediaman bakal capres Prabowo Subianto di Hambalang, Jawa Barat, Minggu (17/9/2023) sore. Ada tiga poros politik pada Pilpres 2024, koalisi pendukung Prabowo jadi paling gemuk jika Demokrat bergabung. 

Ketiga poros koalisi memenuhi presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang mensyaratkan capres-cawapres diusung partai atau gabungan partai dengan minimal perolehan 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2019.

Baca juga: Wacana Demokrat Merapat Dukung Ganjar, PDIP Buka Pintu Kerja Sama, Tegaskan Hubungan Baik-baik Saja

Tak Jamin Kemenangan

Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto (kiri) bersama Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY berjabat tangan usai pertemuan di Kertanegara, Jakarta, Jumat (24/6/2022).
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto (kiri) bersama Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY berjabat tangan usai pertemuan di Kertanegara, Jakarta, Jumat (24/6/2022). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Direktur Nusakom Pratama Institute, Ari Junaedi, menilai, mengingat pendaftaran peserta Pilpres 2024 kurang dari sebulan lagi, besar kemungkinan hanya akan ada tiga koalisi partai politik, bukan empat.

Meski koalisi pendukung Prabowo menjadi yang paling gemuk, menurut Ari, itu tak menjadi jaminan kemenangan.

"Dalam kontestasi pilpres, tidak selalu linear antara kemenangan dengan jumlah banyaknya partai dalam koalisi," katanya kepada Kompas.com, Senin (18/9/2023).

Ari menyebut, semakin gemuk koalisi, justru semakin rumit membangun koordinasi antarpartai politik.

Baik itu untuk menentukan cawapres, maupun ketika mempersiapkan kampanye.

Meski bekerja sama dalam satu koalisi, setiap parpol diyakini akan mementingkan ego masing-masing.

Parpol cenderung ingin memenangkan partai mereka sendiri ketimbang capres-cawapres yang mereka dukung.

"Ego partai pasti ingin memenangkan partai, bukan sosok capres," ujarnya.

Lagipula, lanjut Ari, dukungan massa partai politik tak selalu sejalan dengan kandidat capres-cawapres.

Artinya, meski suara koalisi besar dan beragam dari berbagai partai, belum tentu massa pendukungnya memilih capres-cawapres yang diusung koalisi tersebut.

"Hasil survei terbaru dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) membuktikan kalau loyalitas kader partai tidak identik selalu memilih capres-cawapres yang diusung partainya," kata Ari.

"Misalnya Demokrat, kefanatikan kader dan simpatisan Demokrat ternyata ada yang memilih Ganjar di 33 persen, sementara yang memilih Anies masih 22 persen dan yang memilih Prabowo di 39 persen," tutur dosen Universitas Indonesia (UI) itu.

(Kompas.com/Tribun-Video.com)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved