Pemilu 2024

Sikap Santai Jokowi Akui Pegang Data Intelijen Parpol Disorot, Peneliti BRIN: Substansinya Berat

Sikap santai Jokowi saat mengatakan memegang data intelijen partai politik (parpol) disorot. Peneliti BRIN menyebut padahal substansinya berat.

|
Editor: Amalia Husnul A
YouTube KompasTV
Presiden Jokowi berpidato saat membuka rapat kerja nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023). Sikap santai Jokowi saat mengatakan memegang data intelijen partai politik (parpol) disorot. Peneliti BRIN menyebut padahal substansinya berat. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan data intelijen partai politik (Parpol) jelang Pemilu 2024 masih jadi sorotan.

Peneliti BRIN menyoroti sikap Presiden Jokowi yang terlihat santai dan bebas saja saat menyebutkan memegang data intelijen parpol.

Menurut peneliti BRIN, sikap Jokowi terlihat santai padahal substansi dari pernyataannya memegang data intelijen parpol hingga mengetahui langkah parpol itu sangat berat.

Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Firman Noor mengaku heran dengan sikap Jokowi yang memaparkan mempunyai data intelijen terkait kondisi internal dan agenda partai politik (parpol).

Baca juga: Jokowi Bukan Peramal Tapi Klaim Tahu Arah Semua Parpol, Cek Respon PDIP, Nasdem dan Golkar

Baca juga: Respon PDIP, NasDem dan Golkar Soal Jokowi Tahu Arah Seluruh Partai Politik Jelang Pilpres 2024

Baca juga: Jokowi Beri Restu Erick Thohir Jadi Cawapres Prabowo Subianto? Layak Karena Kaya Pengalaman

Peneliti BRIN, Firman Noor kemudian membandingkannya dengan skandal penyadapan dan spionase terhadap Partai Demokrat Amerika Serikat atau Watergate pada 1972 sampai 1974.

Skandal ini kemudian berujung pada pengunduran diri Presiden Richard Nixon yang nyaris dimakzulkan.

"Di Indonesia justru sebaliknya, sangat terlihat bebas saja menyampaikan situasi yang ada dengan satu ekspresi yang santai.

Padahal substansinya ini sangat berat di dalam pengertian tidak sejalan dengan prinsip demokrasi," kata Firman seperti dikutip dari streaming webinar BRIN di YouTube, Minggu (24/9/2023) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com. 

Firman mengatakan, pernyataan Presiden Jokowi bisa ditafsirkan sebagai sebuah peringatan kepada seluruh parpol supaya tidak macam-macam menjelang Pemilu 2024.

Menurut Firman, dampak dari pernyataan Jokowi adalah berpotensi menebar ketakutan secara politik (politic of fear) terhadap pihak-pihak atau kelompok yang tidak sejalan dengan pandangannya.

"Presiden ingin memperlihatkan bahwa dia cukup powerfull, bahwa dia bisa memahami sesuatu yang ada di sekitar Anda tanpa Anda sadari, dan Anda dengan demikian ke depannya harus hati-hati, atau Anda akan mendapati situasi yang mungkin tidak Anda inginkan," ucap Firman.

Firman juga menilai dengan menyampaikan pernyataan itu Jokowi sebenarnya sudah melanggar prinsip demokrasi atau bersikap 'terlalu jauh ke dalam' (in too deep) sampai mengetahui dinamika internal partai politik.

Dari pernyataan itu, kata Firman, memperlihatkan peluang Jokowi buat melakukan intervensi dalam persoalan politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024 sudah sangat terbuka.

"Selangkah lagi, atau bahkan setengah langkah lagi artinya sudah sangat terbuka peluang intervensi secara tidak langsung yang secara nyata dilakukan oleh presiden dalam mengintrusi partai-partai politik," ucap Firman.

Firman mengatakan, pernyataan Jokowi memperlihatkan potensi gangguan terhadap Pemilu dan Pilpres di masa mendatang akan bertambah dengan aksi-aksi intervensi dari lembaga intelijen yang dikerahkan.

Sebab menurut Firman, selama ini gangguan Pemilu yang kerap terjadi seputar politik uang, rendahnya partisipasi politik masyarakat, pengaruh oligarki, dan lainnya.

Menurut Firman, seharusnya pemerintah menjaga situasi tetap kondusif menjelang penyelenggaraan Pemilu 2024, serta bersikap profesional dan adil.

"Bukan justru mengarahkan dinamika menjelang pemilu 2024 melalui pemetaan politik berdasarkan info ntelijen yang diperolehnya," kata Firman.

Firman mengatakan, upaya intervensi politik dengan mengerahkan lembaga intelijen tidak dapat dibenarkan dalam skema negara demokrasi yang dianut Indonesia.

Sebab sampai saat ini, kata Firman, pemerintahan yang menggunakan cara memata-matai masyarakat dan lembaga-lembaga politik hanya penganut fasisme dan komunisme.

"Intervensi ini tidak hanya melanggar tupoksi presiden selaku kepala negara dan pemerintahan, melainkan juga melanggar hakikat demokrasi," papar Firman.

Dia juga meminta masyarakat harus mulai waspada dari segala bentuk intervensi intelijen dalam politik, yang kemungkinan juga akan melebar ke lembaga-lembaga demokrasi lainnya.

Firman juga mendorong lembaga-lembaga tinggi negara, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengambil peran dalam merespons fenomena penyalahgunaan kekuasaan yang juga dikhawatirkan oleh masyarakat sipil hingga hari ini.

Baca juga: PDIP Menangkan Pemilu 2024, Demokrat Masuk 5 Besar, Cek Survei Elektabilitas Parpol Terbaru

Koalisi Masyarakat Sipil Desak DPR Gunakan Hak Angket

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengirimkan surat ke DPR untuk menggunakan hak angketnya terhadap Presiden Joko Widodo terkait laporan intelijen mengenai arah partai politik (parpol).

Surat tersebut disampaikan oleh perwakilan koalisi, di antaranya Imparsial, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Kontras, dan Perludem di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (22/9/2023).

Ketua PBHI Julius Ibrani menilai, pernyataan Jokowi dapat mencederai demokrasi. Bahkan, pernyataan tersebut mengancam kebebasan hak berpolitik publik.

"Serta merupakan pelanggaran terhadap UU Intelijen Negara," ujar Julius mewakili koalisi, dikutip dari siaran pers.

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, dijelaskan bahwa "Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional".

Merujuk pasal tersebut, Julius menjelaskan, yang dimaksud ancaman nasional ialah hal-hal yang mengancam pertahanan negara, termasuk stabilitas negara.

Namun demikian, parpol bukanlah termasuk komponen yang tergolong sebagai ancaman negara.

Sebaliknya, parpol merupakan salah satu pondasi dari sebuah negara demokrasi sehingga tak semestinya parpol menjadi obyek operasi intelijen.

"Maka pernyataan presiden mengenai data intelijen di tubuh partai politik merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan intelijen negara yang telah diatur oleh undang-undang," kata Julius.

Baca juga: Modus Baru Politik Uang Pemilu 2024, Money Politic Digital, Caleg Bagi Deposit di Akun Judi Online

Selain itu, Julius menyatakan, pernyataan Jokowi tersebut juga bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan yang demokratis.

Sebab, masyarakat akan menilai bahwa parlemen yang juga merupakan anggota parpol sudah di-setting.

"Atau hanya sekadar gimmick karena sudah dikondisikan sedemikian rupa oleh orang yang memiliki kuasa karena informasi mengenai arah dan pergerakan berpolitik masyarakat diawasi oleh Presiden," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi menyatakan mengetahui arah agenda politik dari setiap parpol menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023) pekan lalu.

"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu.

Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi.

Jokowi tidak membeberkan informasi apa yang ia ketahui dari partai-partai politik itu.

Ia hanya menjelaskan informasi itu ia dapat dari aparat intelijen yang berada di bawah kendalinya, baik itu Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, maupun Badan Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Dan informasi-informasi di luar itu, angka, data, survei, semuanya ada, dan itu hanya miliknya presiden karena dia langsung ke saya," ujar Jokowi.

Baca juga: Bawaslu Kaltim Persilahkan Parpol Beri Pendidikan Politik Internal Sebelum Masuk Masa Kampanye

(*)

Update Pemilu 2024

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved