Berita Kukar Terkini

Mengenal Belimbur, Tradisi Sakral sebagai Puncak Festival Erau di Kutai Kartanegara

Mengenal Belimbur, tradisi sakral pada puncak festival Erau Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.

|
Penulis: Amilia Lusintha | Editor: Amilia Lusintha
TRIBUNKALTIM.CO/MIFTAH AULIA ANGGRAINI
Mengenal Belimbur, tradisi sakral pada puncak festival Erau Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. - Ribuan warga tampak basah kuyup dalam prosesi Belimbur yang dipusatkan di Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura atau Museum Mulawarman Tenggarong, Minggu (1/10/2023). 

TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Mengenal Belimbur, tradisi sakral pada puncak festival Erau Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.

Festival Erau Adat Pelas Benua merupakan sebuah perayaan budaya yang menghormati tradisi dan sejarah masyarakat Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur.

Diketahui, Erau 2023, telah digelar pada 25 September hingga 1 Oktober 2023. Puncak tradisi ini ditandai dengan prosesi Mengulur Naga dan Belimbur.

Lantas, apa itu Belimbur?

Ya, Belimbur adalah tradisi di mana anggota masyarakat saling menyiramkan air, sebuah bagian dari upacara penutup Festival Erau.

Tradisi ini melambangkan rasa syukur masyarakat atas suksesnya pelaksanaan Erau.

Selain itu, Belimbur memiliki makna filosofis sebagai simbol pembersihan diri dari sifat negatif dan kejahatan.

Air, sebagai sumber kehidupan, diyakini memiliki kekuatan untuk membersihkan hati manusia dari keburukan.

Baca juga: Melihat Ritual Mengulur Naga, Puncak Erau Adat Pelas Benua 2023 di Kutai Kartanegara

Bagaimana tradisi ini dilaksanakan?

Ya, tradisi ini didahului dengan Mengulur Naga, yang juga menjadi tradisi penutup festival Erau.

Mengulur naga dan belimbur jadi puncak pelaksanaan Erau Adat Pelas Benua 2023 yang berlangsung pada Minggu (1/10/2023) hari ini.TRIBUNKALTIM.CO/MIFTAH AULIA ANGGRAINI
Mengulur naga dan belimbur jadi puncak pelaksanaan Erau Adat Pelas Benua 2023 yang berlangsung pada Minggu (1/10/2023) hari ini.TRIBUNKALTIM.CO/MIFTAH AULIA ANGGRAINI (TRIBUNKALTIM.CO/MIFTAH AULIA ANGGRAINI)

Mengulur Naga dimulai di halaman Keraton Kutai Kartanegara ing Martadipura, dan akan menyusuri Sungai Mahakam, serta berakhir di Kutai Lama, Anggana.

Saat proses Mengulur Naga selesai, barulah pelaksanaan Belimbur dimulai.

Saat Belimbur, tradisi menyiram air, melibatkan masyarakat dan pengunjung, termasuk jalanan dan pengendara motor.

Baca juga: Ribuan Warga Kutai Kartanegara Basah Kuyup Saat Belimbur di Puncak Erau Adat Pelas Benua 2023

Tujuan dari tradisi ini ialah sebagai sarana untuk membersihkan diri dari semua bentuk kejahatan, akan tetapi masyarakat sering menyalahgunakan tradisi ini. 

Melansir berbagai sumber, Belimbur disarankan untuk menggunakan air putih yang bersih.

Acara ini dilindungi pada aturan hukum Peraturan Daerah Kutai Kartanegara Nomor 2 Tahun 2016, yang menjelaskan bahwa Belimbur adalah upacara adat kesultanan dan dilindungi oleh hukum.

Tradisi Adat Erau

Erau berasal dari bahasa Kutai, yaitu "eroh," yang mengandung makna ramai, riuh, ribut, dan suasana penuh suka cita.

Prosesi mengulur naga berlokasi di Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura atau Museum Mulawarman.
Prosesi mengulur naga berlokasi di Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura atau Museum Mulawarman. (TRIBUNKALTIM.CO/MIFTAH AULIA ANGGRAINI)

Erau juga merujuk pada kegiatan sekelompok orang yang melibatkan acara yang bersifat sakral, ritual, maupun hiburan.

Upacara adat Erau merupakan bagian dari warisan tradisi di lingkungan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Tradisi ini awalnya digelar untuk penobatan Raja atau Sultan, tetapi seiring waktu, Erau menjadi ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan keberkahan yang dinikmati oleh rakyat.

Pada masa keberlangsungan Kerajaan Kutai Kartanegara, Erau diadakan oleh kerabat kerajaan dengan undangan kepada pemuka masyarakat yang setia kepada raja.

Namun, setelah kerajaan Kutai Kartanegara berakhir pada tahun 1960, Erau sempat terhenti.

Baru pada tahun 1971, Erau dihidupkan kembali atas inisiatif Bupati Kutai, Achmad Dahlan, yang mengintegrasikannya dengan perayaan hari jadi Tenggarong.

Dalam perkembangannya, Erau tidak lagi melibatkan upacara Tijak Tanah dan Mandi ke Tepian, melainkan fokus pada upacara-upacara lainnya.

Erau diselenggarakan dalam beberapa tingkatan waktu, tergantung pada tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat serta kondisi keuangan saat Erau akan diadakan.

Waktu pelaksanaannya ditetapkan oleh Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan Pemerintah Kutai Kartanegara, dengan beberapa durasi, antara lain:

* 40 hari 41 malam

* 24 hari 25 malam

* 14 hari 15 malam

* 7 hari 8 malam

Saat ini, Erau diadakan setiap tahun sebagai upacara yang patut dilestarikan, mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan sejak tahun 1971, dengan durasi 7 hari 8 malam.

Tradisi ini menjadi penanda penting dari sejarah dan budaya Kutai Kartanegara, yang terus dihargai dan dirayakan oleh masyarakat setempat.

Melansir Jurnal Unikom, berikut tahapan-tahapan Upacara Adat Erau:

1. Menjamu Benua

2. Merangin

3. Mendirikan Tiang Ayu

4. Beluluh

5. Bepelas

6. Tari Ganjur

7. Mengulur Naga

8. Begorok

9. Belimbur

10. Merebahkan Tiang Ayu (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved