Berita Nasional Terkini

7 Fakta Echidna Paruh Panjang Spesies Endemik Papua Mirip Trenggiling Berduri yang Kembali Ditemukan

Ketahui fakta-fakta soal Echidna Paruh Panjang, spesies Endemik Papua mirip trenggiling berduri kembali ditemukan.

animalia.bio dan BRIN
Penampakan Echidna, spesies Endemik Papua yang kembali ditemukan, mirip dengan trenggiling berduri. 

TRIBUNKALTIM.CO - Ketahui fakta-fakta soal Echidna Paruh Panjang, spesies Endemik Papua mirip trenggiling berduri kembali ditemukan.

Setelah 62 tahun diduga punah, keberadaan Echidna Paruh Panjang kembali ditemukan di Papua.

Lokasi tepatnya ditemukan Echidna Paruh Panjang ini yaitu Pengunangan Cyclops, Papua.

Penemuan Echidna Paruh Panjang tertangkap kamera jebakan yang dipasang pada lokasi tersebut.

Baca juga: Echidna Paruh Panjang, Spesies Endemik Papua yang Kembali Ditemukan Usai 62 Tahun, Ini Ciri-cirinya

Spesies Endemik Papua Echidna Paruh Panjang sekilas mirip dengan trenggiling berduri.

Penampakan Echidna, spesies Endemik Papua, mirip dengan trenggiling berduri.
Penampakan Echidna, spesies Endemik Papua, mirip dengan trenggiling berduri. (animalia.bio dan BRIN)

Berikut fakta-fakta soal Echidna yang dikutip dari Currumbinsanctuary.

1. Mamalia Bertelur

Makhluk kecil berduri ini berevolusi antara 20 dan 50 juta tahun yang lalu, namun masih dianggap cukup misterius oleh para peneliti dan ilmuwan.

Selain platipus, echidna adalah satu-satunya spesies mamalia bertelur yang masih hidup.

2. Tidak memiliki gigi

Echidna tidak memiliki satu gigi pun.

Mereka menggunakan moncongnya yang ramping dan cakarnya yang kuat untuk bekerja, merobek batang kayu, sarang semut, dan sumber makanan lainnya, lalu menggunakan lidahnya yang panjang dan lengket (panjangnya 15 cm) dan bantalan di langit-langit mulutnya untuk menghancurkan makanan mereka.

3.Memiliki suhu tubuh terendah kedua di antara semua Mamalia

Dari semua mamalia di dunia, ekidna memiliki suhu tubuh terendah kedua (setelah platipus), yang merupakan kabar baik bagi masa hidup mereka – rata-rata, mereka diketahui hidup hingga 50 tahun di penangkaran, dan 45 tahun di alam liar.

Hal ini terutama disebabkan oleh suhu tubuh yang rendah dan metabolisme yang sangat lambat.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved