Pilpres 2024
Kekuasaan Jokowi Sukses Bikin Megawati dan Surya Paloh 'Was-was' Jelang Pilpres 2024
Kekuasaan pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi sukses bikin Megawati Soekarnoputri dan Surya Paloh 'was-was' jelang Pilpres 2024.
TRIBUNKALTIM.CO - Simak informasi seputar Pilpres 2024 terkini.
Kekuasaan pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi sukses bikin Megawati Soekarnoputri dan Surya Paloh 'was-was' jelang Pilpres 2024.
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri menyoroti soal bagaimana praktik politik kekuasaan telah mencabik-cabik kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara Ketua Umum NasDem, Surya Paloh khawatir terkait intervensi aparatur pemerintah terhadap jalannya kontestasi politik Pilpres 2024.
Baca juga: FX Rudy Buka-Bukaan Usai Bertemu Megawati, Haru Lihat Respon Ketum PDIP Hadapi Pengkhianatan Gibran
Baca juga: Alasan Ade Armando Unggah Video Megawati Marah Kaesang Gabung PSI Berujung Digugat PDIP Rp 200 M
Baca juga: Blak-blakan Megawati Pasca Putusan MKMK, Kekuasaan Jokowi Abaikan Kebenaran Atas Dasar Nurani
Jelang pergelaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri ungkap kekhawatirannya.
Dalam kekhawatirannya, Surya Paloh singgung terkait netralitas aparat negara.
Sementara Megawati singgung putusan MK.
Akhir pekan lalu, keduanya angkat bicara soal keresahan tersebut.
Dalam pidatonya di perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-12 Partai Nasdem di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta, Sabtu (11/11/2023), Surya Paloh menyatakan ada gelagat aparat negara hanya bekerja untuk kelompok tertentu.
“Hari-hari ini kita melihat betapa upaya membawa negara dan aparaturnya melayani kepentingan pribadi dan golongan,” kata Paloh.
Ia menilai ada langkah tertentu yang dilakukan untuk menarik aparat negara dalam politik praktis. Situasi itu mengakibatkan masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah.
Bahkan, Surya Paloh menganggap keadaan Indonesia saat ini berada dalam situasi yang paling mencemaskan sepanjang sejarah.
“Hari ini akan mudah sekali kita temui rakyat yang merasa cukup memerintah dirinya sendiri, saat ini kita berada di tanduk kerusakan yang paling mencemaskan sepanjang kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita berharap semua pemimpin nasional dan rakyat tidak kehilangan kontrol," ujar Paloh.
Megawati singgung putusan MK
Sementara itu, dalam videonya yang dirilis pada Minggu (12/11/2023), Megawati menyampaikan keresahannya atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Ia menganggap putusan MK itu menunjukkan adanya manipulasi hukum akibat kekuasaan yang mengabaikan politik yang berdasar pada nurani dan kebenaran.
“Jangan biarkan kecurangan pemilu yang akhir ini terlihat sudah mulai terjadi lagi,” kata Megawati.
Baca juga: Megawati Tertawa Lihat Manuver Keluarga Jokowi di Pilpres 2024, Elite PDIP: Ibu Enggak Masalah
Megawati lantas meminta masyarakat melakukan pengawasan dan tak takut buka suara jika menemukan indikasi kecurangan pada Pemilu mendatang.
Baginya, masyarakat memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan dan mempertahankan keutuhan bangsa.
“Jangan lupa, kita adalah bangsa pejuang. Kita bangsa yang mampu mengatasi berbagai cobaan sejarah,” ujar Megawati.
Tak hanya itu, Megawati kemudian menyinggung kembali semangat pembentukan MK sebagai lembaga yudikatif yang lahir di era reformasi.
Namun, menurut dia, saat ini wajah MK tercoreng karena putusan soal usia capres-cawapres yang diwarnai sejumlah pelanggaran etik para hakim konsitusi.
Ia menilai bahwa putusan MK soal batas usia capres-cawapres yang memberikan jalan untuk Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto adalah rekayasa hukum.
“Rekayasa hukum, tidak boleh terjadi lagi,” kata Megawati.
Megawati Ingatkan Soal Hak Presiden, Apa Alasan Menteri dari PDIP Ingin Mundur dari Kabinet Jokowi?
Megawati seolah ingin kembali mengingatkan pada kader partainya yang menjadi 'wakil rakyat' membantu Presiden Joko Widodo untuk tetap mengemban tugasnya sebaik mungkin.
Pasalnya sejumlah meteri dari PDIP ingin 'hengkang' dari kabinet Presiden Joko Widodo.
Meski tidak secara gamblang dibeberkan alasan ingin mundurnya para menteri dari PDIP itu.
Baca juga: Jawaban Megawati Ketika Menteri asal PDIP Ingin Keluar dari Kabinet yang Dipimpin Jokowi
Politikus PDIP, Deddy Sitorus menyebut beberapa menteri dari PDIP telah menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan menyatakan ingin mundur dari kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketika Megawati mendengar hal itu, dia memilih menyinggung tanggung jawab seorang menteri.
"Ketika beberapa menteri datang ke Ibu Mega untuk menyatakan ingin mundur, Ibu bilang bahwa menjadi menteri itu adalah bagaimana tanggung jawab kita kepada bangsa, kepada rakyat."
"Sepanjang mereka masih dibutuhkan presiden, silakan presiden," kata Deddy, Sabtu, (11/11/2023), dikutip dari tayangan di kanal YouTube Kompas TV.
Deddy menyebut PDIP mempersilakan Jokowi menarik menteri-menteri PDIP apabila menganggap tak lagi dibutuhkan lantaran sudah tidak sejalan dengan keinginannya.
Meski demikian, Deddy berujar pihaknya tidak akan menarik menteri PDIP.
"Tapi kami tidak akan menarik karena mereka menjadi menteri itu adalah penugasan dan itu diperjuangkan, bukan seperti yang lain, yang kemudian datang dan mendapatkan jabatan ya," katanya.
Menurut Deddy, para menteri PDIP yang kini duduk di kabinet Jokowi dulunya ikut berberdarah-darah demi memenangkan Jokowi.
"Tetapi kalau presidennya dengan hak prerogatifnya memandang itu sudah tidak sesuai dengan kepentingannya, silakan ditarik. Kami tidak akan menolak," kata dia menambahkan.Disebut dalam posisi sulit
Sebelumnya, pengamat politik, Vishnu Juwono mengaku mengkhawatirkan konflik di antara Jokowi dan partai yang menaunginya, PDIP.
Baca juga: Blak-blakan Megawati Pasca Putusan MKMK, Kekuasaan Jokowi Abaikan Kebenaran Atas Dasar Nurani
Menurut Vishnu, konflik itu dipicu oleh putra sulung Jokowi sekaligus Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, yang menerima pinangan untuk menjadi bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto.
PDIP merasa ditinggalkan setelah Gibran yang menjadi kader PDIP tidak mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tetapi justru menjadi cawapres Prabowo.
"Pemicunya adalah pernyataan terbaru yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang menyatakan PDIP merasa ditinggalkan," ujar Vishnu dalam keterangannya, Kamis (2/11/2023), dikutip dari Wartakotalive.com.
Dalam pernyataannya itu Hasto juga mengatakan para pemimpin partai "tersandera" oleh tindakan pemerintah dan terpaksa mendukung Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
Vishnu menganggap isu yang dilemparkan Hasto itu bisa membahayakan stabilitas politik pemerintah.
"PDIP memiliki jumlah kursi terbanyak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan memiliki representasi yang terbesar di kabinet pemerintah Presiden Joko Widodo," kata akademisi asal Universitas Indonesia itu.
Dia mengatakan para menteri dari PDIP yang berada dalam kabinet Jokowi mengalami dilema.
"Situasi ini menempatkan para menteri PDIP dalam posisi sulit, dilema antara kewajiban mereka sebagai menteri yang wajib setia kepada Presiden dan peran mereka sebagai kader PDIP yang mewakili partai di dalam kabinet," kata dia menjelaskan.
Baca juga: PDIP Pertanyakan Kenapa Jokowi tak Komunikasi dengan Megawati Jika Ingin Capres-Cawapres Lain
Menurut Vishnu, gangguan politik itu memunculkan tantangan besar menjelang masa kampanye capres dan cawapres tanggal 28 November 2023.
Dia mengatakan situasi politik harus dijaga agar tetap kondusif menjelang konstestasi politik 2024.
Vishnu berujar diperlukan kedewasaan politik pada kalangan elite negara supaya lingkungan politik damai.
PDIP dan Jokowi harus mencari solusi bersama untuk mengelola pemerintahan yang kolaboratif guna memastikan pemilu berlangsung dengan transparan, adil, dan bebas dari korupsi.
Selain itu, Vishnu menyinggung pentingnya menemukan titik temu guna mengatasi konflik antara Jokowi dan partainya.
"Menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik sambil menjunjung tinggi integritas proses pemilihan yang akan datang."
Sementara itu, Jokowi memilih bungkam ketika diminta buka suara tentang para elite PDIP yang mengaku kecewa karena merasa ditinggalkannya.
Dalam tayangan video di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi terlihat hanya tertawa sambil mengatakan enggan berkomentar.
“Saya tidak ingin mengomentari,” kata Jokowi saat berkunjung ke Pasar Bulan, Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa (31/10/2023). (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Artikel ini telah tayang di TribunNewsmaker.com dengan judul Jelang Pemilu, Surya Paloh dan Megawati Ungkap Kecemasannya, Singgung Netralitas Aparat & Putusan MK
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.