Pilpres 2024
Respon Gibran soal Pidato Megawati yang Singgung Kecurangan Pemilu 2024, Kalau Ada Bukti, Dilaporkan
Respon Gibran soal pidato Megawati yang singgung kecurangan Pemilu 2024. Walikota Solo sebut kalau ada bukti, dilaporkan saja.
TRIBUNKALTIM.CO - Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka merespon pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menilai sudah tampak adanya kecurangan Pemilu 2024.
Pidato Megawati, Ketua Umum PDIP yang menyebut kecurangan Pemilu 2024 ini menjadi perhatian sejumlah pihak.
Terkait dengan pernyataan Megawati soal kecurangan Pemilu 2024 ini, Gibran yang juga cawapres Prabowo Subianto meminta agar jika ada kecurangan dilaporkan saja.
Simak selengkapnya tanggapan Gibran terkait pidato Megawati yang menyebut kecurangan Pemilu 2024 di artikel ini.
Baca juga: Megawati Sebut Kecurangan Pemilu, Bahlil: Fokus Kemenangan Prabowo - Gibran, Yakin Menang 1 Putaran
Baca juga: Kekuasaan Jokowi Sukses Bikin Megawati dan Surya Paloh Was-was Jelang Pilpres 2024
Baca juga: PDIP Pertanyakan Kenapa Jokowi tak Komunikasi dengan Megawati Jika Ingin Capres-Cawapres Lain
Pernyataan ini disampaikan Gibran, di Solo, Senin (13/11/2023).
Putra sulung Presiden Jokowi meminta untuk membuktikan dan melaporkan apabila ada kecurangan.
"Ya dibuktikan saja kalau ada kecurangan-kecurangan dan dilaporkan saja," kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Senin (13/11/2023) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Soal tudingan aparat tidak netral mendukung paslon Prabowo-Gibran, bakal calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) pun meminta melaporkan apabila ada bukti tidak netral.
"Ya dilaporkan aja kalau ada bukti-bukti (tidak netral)," ungkap dia.
Sebelumnya, Megawati mengingatkan agar semua pihak tidak mengulangi kecurangan pemilu.
Pernyataan tersebut disampaikan Megawati merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden yang dinilai banyak pihak syarat dengan nepotisme.
"Jangan biarkan kecurangan Pemilu yang akhir ini terlihat sudah mulai akan terjadi lagi," kata Megawati sebagaimana disiarkan di YouTube PDI-P, Minggu.
Megawati mengatakan, apa yang terjadi di MK menyangkut putusan perkara tersebut menyadarkan semua pihak mengenai adanya manipulasi hukum.
Ia menyebutkan, persoalan itu timbul dari praktik kekuasaan yang telah mengabaikan politik berdasarkan nurani dan kebenaran hakiki.
Lebih lanjut, Megawati meminta semua pihak terus mengawal Pemilu 2024 dengan nurani sepenuh hati.
"Jangan lupa, kita adalah bangsa pejuang. Kita bangsa yang mampu mengatasi berbagai cobaan sejarah," tutur Megawati.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri soal dinamika politik yang melibatkan Mahkamah Konstitusi (MK) belakangan ini tak bisa dilepaskan dari Presiden Joko Widodo dan keluarga.
Pernyataan Megawati itu, kata Umam, menjadi tanda “perpisahan” PDI-P dengan Jokowi dan keluarga yang kini berada di kubu bakal calon presiden (capres) Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto.
“Sikap resmi Bu Mega menjadi tanda ‘titik pisah’ antara PDIP dan Megawati dengan Jokowi dan keluarga besarnya,” kata Umam kepada Kompas.com, Minggu (12/11/2023).
Memang, dalam pernyataannya, Megawati tak menyinggung nama Jokowi, Prabowo, maupun putra sulung presiden yang jadi bakal cawapres Koalisi Indonesia Maju, Gibran Rakabuming Raka.
Namun, ketika Mega dalam pernyataannya menekankan soal sejarah kekuasaan Orde Baru, kata Umam, Presiden kelima RI itu bermaksud menyinggung praktik kekuasaan Jokowi yang sentralistik, dibuktikan dari putusan MK terkait uji materi syarat capres-cawapres yang memuluskan jalan Gibran ke panggung pilpres.
“Karena itu, statement Mega yang menyatakan saat ini sudah ada tanda-tanda kecurangan pemilu merupakan sentilan sekaligus pukulan Mega terhadap Jokowi dan keluarganya,” ucap Umam.
Baca juga: Daftar 7 Menteri dari PDIP yang Disebut sudah Menghadap Megawati untuk Mundur dari Kabinet Jokowi
Umam pun menilai, pernyataan Megawati menyiratkan amarah dan kekecewaannya.
Namun, tak seperti biasanya, kali ini Megawati terkesan tidak meledak-ledak, dan justru cenderung sendu.
“Pernyataan Megawati menunjukkan besarnya kekecewaan dan kemarahannya terhadap dinamika politik mutakhir, namun semua itu disampaikan dengan cara yang tidak vulgar, bahkan lebih terkesan sedih,” kata Umam.
Megawati disebut sengaja menahan diri untuk tidak menyebut langsung sosok Gibran, Prabowo, atau Jokowi.
Bisa jadi, ini bagian dari strategi politik mendatang.
“Tampaknya PDI-P masih mencoba berhati-hati dan mengantisipasi perubahan peta jika pilpres berjalan dua putaran nanti,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Adapun dalam pernyataannya, Megawati mengaku sangat prihatin terhadap dinamika politik yang melibatkan MK baru-baru ini.
Mega menyebut, peristiwa ini memperlihatkan terjadinya manipulasi hukum.
“Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi.
Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani,” kata Megawati dalam tayangan YouTube PDI Perjuangan, Minggu (12/11/2023).
Baca juga: Blak-blakan Megawati Pasca Putusan MKMK, Kekuasaan Jokowi Abaikan Kebenaran Atas Dasar Nurani
Megawati menyebut bahwa pembentukan MK merupakan bagian dari reformasi yang dikehendaki oleh rakyat.
Reformasi menjadi momen perlawanan rakyat terhadap watak dan kultur pemerintahan yang pada waktu itu sangat otoriter.
“Dalam kultur dan sangat sentralistik ini, lahirlah nepotisme, kolusi, dan korupsi. Praktik kekuasaan yang seperti inilah yang mendorong lahirnya reformasi,” ujarnya.
Di era reformasi sekarang ini, lanjut Mega, rekayasa hukum tidak boleh terjadi lagi.
Hukum harus menjadi alat yang menghadirkan kebenaran, mewujudkan keadilan, dan alat untuk mengayomi bangsa dan negara.
“Jangan biarkan kecurangan pemilu yang akhir ini terlihat sudah mulai akan terjadi lagi. Gunakan hak pilihmu dengan tuntunan nurani,” tutur Ketua Umum PDIP itu.
Seperti diketahui, pada Senin (16/10/2023), MK melalui putusan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) selama punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat negara lain yang dipilih melalui pemilu.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Presiden Joko Widodo yang sedianya juga kader PDIP, Gibran Rakabuming Raka, melaju ke Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Sebab, meski baru berusia 36 tahun, Gibran punya bekal sebagai Wali Kota Surakarta.
Pada Minggu (22/10/2023), Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Prabowo-Gibran juga telah mendaftar sebagai bakal capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Rabu (25/10/2023).
Putusan MK tersebut kontroversial lantaran diketuk oleh Anwar Usman yang saat itu menjabat sebagai ketua mahkamah.
Anwar merupakan adik ipar Jokowi, yang tak lain paman dari Gibran.
Saking gaduhnya, Anwar dan hakim konstitusi lain dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Pada Selasa (7/11/2023), MKMK memutuskan mencopot Anwar dari jabatan Ketua MK. Adik ipar Jokowi itu terbukti melakukan pelanggaran berat.
Baca juga: Jawaban Megawati Ketika Menteri asal PDIP Ingin Keluar dari Kabinet yang Dipimpin Jokowi
(*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Gibran Tebar Narasi Menang 1 Putaran Pilpres, Cek Hasil Survei Elektabilitas Terbaru dari 5 Lembaga |
![]() |
---|
Live Streaming Penetapan Capres Cawapres di Pilpres 2024 Sore Ini, Suasana Terkini Demo di KPU |
![]() |
---|
Akibat Pilpres 2024, Jokowi Terancam Kehilangan PDIP, Nasdem, PKB di DPR, Jika Voting Pasti Kalah |
![]() |
---|
Lengkap, Jadwal Debat Capres-Cawapres Pilpres, Digelar 5 Kali, Siapa Paslon yang Jago? Cek Survei |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.