Breaking News

Berita Nasional Terkini

Ade Armando Sebut Politik Dinasti di Yogyakarta, Respon Sri Sultan HB X, DPW PSI: Ungkapan Pribadi

Kontroversi pernyataan Ade Armando soal politik dinasti di Yogyakarta, respon Sri Sultan Hamengku Buwono (HB X). DPW PSI DIY: ungkapan pribadi.

Editor: Amalia Husnul A
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
Ade Armando. Kontroversi pernyataan Ade Armando soal politik dinasti di Yogyakarta, respon Sri Sultan Hamengku Buwono (HB X). DPW PSI DIY: ungkapan pribadi. 

Dikutip TribunKaltim.co TribunJogja.com di artikel berjudul Menyesalkan Pernyataan Ade Armando, Politisi Nasdem Subardi Desak Minta Maaf bagi Subardi, pernyataan Ade merupakan ahistoris dan kedangkalan berpikir.

Tudingan tersebut dinilai berbahaya karena dapat menimbulkan aksi protes dari masyarakat Jogja.

“Dinasti politik di Jogja bentuk pengakuan konstitusi atas keistimewaan pemerintahan daerah yang bersifat khusus.

Apa yang disampaikan Bung Ade adalah ahistoris dan berbahaya,” kata Subardi.

Selain pengakuan dari Konstitusi, Yogyakarta juga memiliki Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta yang turut mengakui berbagai keistimewaan Yogyakarta, termasuk jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang tidak dipilih melalui kontestasi.

Menurut Subardi, aturan tersebut merupakan penghormatan bagi Yogyakarta atas perannya di masa Kemerdekaan.

“UU Keistimewaan bukan lahir begitu saja. Saya ingat perjuangan merancang undang-undang tersebut bersama seluruh elemen masyarakat.

Ini adalah penghormatan Konstitusi kepada Yogyakarta dengan segala aspek historis dan sosiologisnya,” tambah Anggota DPD Wakil DIY pada periode 2004-2009 itu.

Baca juga: Dapat Sanksi dari Ketum PSI Buntut Kritik PDIP, Ade Armando: Mas Kaesang Kok Tega Banget

Yogyakarta memiliki peran strategis dalam sejarah kelahiran RI.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang kala itu sebagai Raja Yogyakarta mendukung sepenuhnya Indonesia sebagai Republik.

Dukungan tersebut berupa dukungan teritori (sebagai ibu kota sementara) dan dukungan materi (finansial kerajaan yang disumbangkan untuk seluruh operasional negara).

Yogyakarta menjadi Ibu Kota Indonesia selama dua periode, yakni pada 1946-1948 dan 1949-1950.

Selama periode tersebut Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan, pusat diplomasi dan militer.

Di masa itu pula, para pejuang melawan Belanda di Yogyakarta.

Saat itu RI dalam ancaman Belanda melalui serangkaian agresi militer.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved