Berita Nasional Terkini
Tugas Baru Luhut, Ketua Tim Percepatan Pembangunan PLTN, Nuklir menjadi Bagian Transisi Energi
Tugas baru Luhut, yakni Ketua Tim Percepatan Pembangunan PLTN. Ini menjadi pertanda nuklir bukan lagi opsi terakhir tetapi transisi energi
Penulis: Aro | Editor: Briandena Silvania Sestiani
TRIBUNKALTIM.CO - Menko Marves kembali mendapat tugas baru dari Presiden Jokowi, kali ini Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk menjadi Ketua Tim Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN di Indonesia.
Penunjukkan Luhut sebagai Ketua Tim Percepatan Pembangunan PLTN di Indonesia ini disampaikan Dewan Energi Nasional (DEN).
Dengan penunjukkan Luhut ini menjadikan pertanda bahwa nuklir bukan lagi opsi terakhir dalam pengembangan energi melainkan bakal menjadi salah satu bagian dari transisi energi.
Sekjen DEN, Djoko Siswanto mengungkapkan, tim percepatan pembangunan PLTN tersebut bernama Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO).
Baca juga: Pajak Hiburan 40-75 Persen Dikritik Pengusaha, Luhut dan Kementerian Keuangan Beda Pendapat
Baca juga: Luhut Binsar Kasih Sinyal Waspada Soal Ancaman Nuklir, Gejolak Perang Rusia vs Ukraina Makin Panas
Baca juga: SBY Khawatir Konflik Rusia vs Ukraina Berubah Jadi Perang Dunia Bahkan Nuklir War
Menurut Djoko, pembentukan NEPIO adalah salah satu syarat dari 19 rekomendasi nternational Energy Agency (IEA) sebelum melakukan komersialisasi energi nuklir.
Rabu (17/1/2024) dalam siaran pers daring, Djoko mengatakan, "Kita harus memenuhi 19 persyaratan, 16 (persyaratan) kita sudah (penuhi), tiga lagi salah satunya NEPIO, kemudian dukungan stakeholder dan satu lagi kebijakan pemerintah."
Dia menambahkan NEPIO akan bertanggung jawab kepada Presiden RI dalam rangka persiapan dan pelaksanaan pembangunan PLTN.
Djoko berujar, dalam draf yang sudah disusun, NEPIO akan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Selain itu, Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif akan didapuk sebagai Ketua Harian NEPIO.
Anggota NEPIO lainnya adalah Ketua Dewan Pengarah BRIN, menteri/kepala lembaga terkait, Anggota DEN, serta Ketua Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN).
Djoko berujar, pengesahan NEPIO sejauh ini masih menunggu arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"DEN juga telah mengirim surat ke Ketua DEN (Arifin Tasrif) dan juga ke Presiden dan Wakil Presiden (Ma'ruf Amin), untuk meminta arahan tentang pembentukan NEPIO dan pembangunan nuklir," ucap Djoko seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com di artikel berjudul Pemerintah Susun Tim Percepatan Pembangunan PLTN, Luhut Jadi Ketua.
Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan DEN Yunus Saefulhak menuturkan, energi nuklir masuk dalam proyeksi revisi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Dalam pandangan yang baru, nuklir tidak lagi dijadikan sebagai pilihan terakhir pengembangan energi, melainkan bakal menjadi salah satu bagian dari transisi energi.

"Opsi nuklir diubah menjadi penyeimbang untuk mengisi bauran energi dalam rangka menuju net zero emission (NZE)," ujar Yunus.
Tugas Tim
Tim ini nantinya selain bertugas untuk mempercepat rencana pembangunan, juga mengatur soal proses komersial pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Pihaknya pun saat ini masih menunggu arahan dari Presiden Joko Widodo agar tim percepatan pembangunan PLTN ini bisa segera bergerak cepat mengeksekusi pembangunan.
"DEN juga telah berkirim surat kepada ketua DEN dalam artian Bapak Presiden dan Wapres untuk meminta arahan tentang pembentukan NEPIO ini dan pembangunan nuklir," ujarnya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com di artikel berjudul Luhut Ditunjuk Jadi Ketua Tim Percepatan Pembangunan Pembangkit Nuklir.
Lebih lanjut Djoko mengatakan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan mengadakan diskusi atau Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas lebih lanjut rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir itu.
Dalam FGD itu nantinya juga akan membahas peta jalan (road map) lebih rinci agar rencana pembangunan PLTN bisa selesai sesuai target.
Djoko bilang, roadmap atau peta jalan pembangunan pembangkit nuklir sudah disediakan oleh PT ThorCon Power Indonesia selaku perusahaan yang menyelenggarakan pembangunan itu.
Namun roadmap masih belum dibahas lantaran harus sesuai dengan roadmap miliik pemerintah.
Walau demikian, perusahaan itu pun tengah menyiapkan anggaran senilai Rp 17 miliar untuk proses pembangunan.
Bahkan Rp 10 miliar dari anggaran itu sudah digelontorkan khusus untuk penelitian laboratorium di Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Ini masih proses semua semoga bisa terlaksana karena roadmapnya studinya tampak sudah selesai," ungkap Djoko.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menargetkan Indonesia akan mulai mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) secara komersial pada 2032.
Baca juga: Di COP28, PLN Kantongi 4 Kerja Sama Strategis Percepat Transisi Energi
"Pengembangan tenaga nuklir direncanakan menjadi komersial pada 2032 untuk meningkatkan keandalan sistem tenaga listrik," ujar Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Rabu (15/11/2023).
Rencana pengoperasian PLTN secara komersial itu termuat dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah Kebjakan Energi Nasional (RPP KEN).
Indonesia selaku pelaksana pun telah melakuman pendantangan nota kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung.
Bupati Bangka Tengah Algafry Rahman mengatakan, kerja sama dengan PT ThorCon Power sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Kementerian Dalam Negeri terkait pelayanan publik yang menggunakan energi terbarukan. Energi baru tersebut berbasis teknologi molten salt reactor (TMSR500).
"Teknologi ini untuk menjawab kebutuhan energi yang merupakan inovasi pembangkit listrik tenaga nuklir dengan sumber energi non intermiten yang bebas karbon," kata Algafry, Senin.
Cukup Penuhi Kebutuhan Energi
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Anggota DEN Satya Widya Yudha mengatakan, tidak ada alasan untuk tidak mengembangkan energi nuklir sebagai bagian dari transisi energi.
Dia menyampaikan, ketika semua potensi energi terbarukan sudah dimaksimalkan namun tidak mencukupi kebutuhan energi, maka penetrasi energi nuklir penting untuk memenuhi permintaan.
Dalam permodelan DEN, energi nuklir ditargetkan bisa berkontribusi sebesar 3 persen dari bauran energi primer pada 2040 untuk skenario tinggi.
Pada 2050 dan 2060, target energi nuklir terhadap bauran energi primer masing-masing 7 persen dan 11 persen untuk skenario tinggi.
Penggunaan Energi Nuklir sebagai Sumber Listrik Nasional, Aman?
Menurut, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2016-2019 Arcandra Tahar mengatakan, terobosan tersebut harus dikupas tuntas baik dari aspek teknikal maupun komersialnya.
Baca juga: HLN ke-78, Presiden Jokowi Berpesan Agar Wujudkan Ketahanan Energi hingga Menerangi Pelosok Negeri
"Apakah PLTN lebih Efisien dan Aman? Kita Pelajari Aspek Teknikal dan Komersialnya," papar Arcandra dikutip dalam unggahan di media sosial pribadinya, Senin (8/1/2024).
"Pertanyaan berkisar tentang apakah energi nuklir bisa menjadi alternatif untuk menggantikan energi fosil menuju net zero emission tahun 2050 atau 2060," katanya seperti dikutip TribunKaltim.co dari Tribunnews.com di artikel berjudul Pemanfaatan Energi Nuklir di RI Mulai Dijajaki, Seberapa Aman? Ini Penjelasan Eks Wamen ESDM.
Menurut Arcandra, keputusan penggunaan energi nuklir tidaklah mudah untuk.
Lanjutnya, perbedaan pendapat antar individu, organisasi bahkan negara selalu mewarnai perdebatan penggunaan energi nuklir.
Hal ini dikarenakan adanya masalah keamanan dari reaktor nuklir menjadi pertimbangan utama masyarakat, apakah mereka mau menerima PLTN dibangun didaerahnya.
Keamanan disini tidak terbatas pada sisi pengoperasiannya saja tapi juga dari kemungkinan terjadinya bencana alam yang diluar kontrol manusia.
"Atau juga bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia sendiri seperti perang," papar Arcandra.
Sindrom NIMBY (Not In My BackYard) hampir selalu mengemuka jika ada rencana pembangunan PLTN di suatu negara.
Penolakan warga agar PLTN tersebut tidak dibangun di daerahnya menjadi momok bagi pengembang PLTN.
Penolakan ini mendapat legitimasi lebih kuat setelah melihat akibat yang timbul dari kecelakaan PLTN Fukushima di Jepang tahun 2011 dan Chernobyl di Ukraina tahun 1986.
Meskipun memiliki profil resiko yang tinggi, beberapa negara seperti Perancis justru masih nyaman menggunakan PLTN sebagai sumber energi mereka.
Tetapi tidak dengan Jerman yang mempensiunkan PLTN yang mereka punya.
Di sinilah kita bicara tentang risk appetite atau risk tolerance (tingkat risiko yang akan diambil) yang mempengaruhi strategi energi sebuah negara.
Menurut Arcandra, bagi Perancis risiko menggunakan energi nuklir dapat dikelola dengan baik tapi tidak dengan Jerman.
"Apakah hanya faktor keamanan yang menjadi penyebab perselisihan tentang PLTN ini? Tentu saja tidak," papar Arcandra.
"Seperti yang selalu kami sampaikan dalam beberapa tulisan, sebuah project atau inisiatif bisa go atau not go bergantung akan tiga hal," sambungnya.
- Pertama apakah inisiatif tersebut secara teknikal fisibel (technically feasible).
- Kedua apakah secara komersial layak (commercially viable) dan
- Ketiga apakah secara politik bisa diterima (politically acceptable).
Urutan dalam mengevaluasi sebuah proyek tidak boleh dilakukan secara acak. Harus dalam step yang teratur.
Step satu harus dimulai dari aspek teknikal, kedua aspek komersial dan ketiga baru aspek politik.
Step ini juga tidak boleh dibalik seperti aspek politik dikedepankan kemudian baru teknikal dan komersial.
Dalam beberapa kasus, urutan yang terbalik ini menimbulkan banyak persoalan di kemudian hari karena aspek teknikal dan komersial jadi terabaikan.
"Begitu juga dengan inisiatif pembangunan PLTN. Secara teknikal PLTN adalah proyek yang visible," pungkasnya.
Baca juga: Ambil Langkah Agresif dalam Transisi Energi, PLN Jalin 28 Kerjasama pada EBTKE Conex 2023
(*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.