Pembunuhan Sekeluarga di PPU
Psikolog Tanggapi Kasus Pembunuhan Satu Keluarga di Babulu PPU oleh Junaedi: Jangan Dibully
Tindakan agresif Junaedi tentu membuat banyak orang keheranan. Mengingat pelakunya masih di bawah umur namun bisa melakukan tindakan sekeji itu
Penulis: Rita Lavenia | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, PENAJAM - Kasus pembunuhan terhadap 5 orang satu keluarga di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur pada Selasa 5 Februari 2024 masih terus menjadi pembicaraan hangat sampai saat ini.
Terungkap identitas pelakunya yakni Junaedi yang masih berstatus pelajar berusia 16 tahun.
Salah satu Psikolog Klinis di Samarinda yakni Ayunda Ramadhani, mengatakan seseorang melakukan kejahatan tentu memiliki motif.
Dia menyatakan, tindakan agresif Junaedi tentu membuat banyak orang keheranan. Mengingat pelakunya masih di bawah umur namun bisa melakukan tindakan sekeji itu.
Baca juga: Keluarga Korban Pembunuhan di Babulu PPU Minta Tersangka tak Diperlakukan Sebagai Anak di Bawah Umur
Tetapi mengingat pelaku kali ini masih berusia di bawah 18 tahun maka perlu masyarakat ketahui bahwa anak remaja belum bisa menimbang konsekuensi atas perbuatan yang dilakukannya.

"Karena proses berfikirnya masih belum berkembang sempurna. Bagian otaknya yang disebut PFC atau Pre frontal cortex belum sempurna," katanya kepada TribunKaltim.co pada Kamis (8/2/2024).
Namun lanjutnya, ada juga faktor lain yang membuat remaja tersebut begitu nekat.
Seperti faktor internal dari sisi kepribadian atau ada dorongan agresi yang sudah lama dipendam.
Tentu saja Junaedi kesulitan mengendalikan diri ketika merasakan emosi negatif sehingga perilakunya cenderung merusak dan menyakiti.
Baca juga: Pengakuan dan Motif Siswa SMK Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Babulu, Profil Junaedi dan Umurnya
Ia menjelaskan, karakter itu bisa muncul ketika anak tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan
"Pelajari latar belakang keluarganya. Bisa jadi anak ini pernah menjadi korban kekerasan dari orangtuanya atau lingkungannya, sehingga dia melewati proses belajar yang salah," jelas Ayunda.
Ia juga menjelaskan, usai ditetapkan menjadi tersangka dan terus mendapat tekanan dari lingkungan sosial, Junaedi berpotensi menyimpan dendam yang membuatnya bisa mengulangi hal yang sama.
Oleh sebab itu, untuk menghindari hal tersebut, Ayunda menekankan pentingnya pendampingan psikolog terhadap Junaedi.
Dimana dalam pendampingan itu, Junaedi diberi edukasi dan diajari cara mengelola emosi yang lebih baik.
Cara Hindari Perbuatan Berulang
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.