Sejarah
Sejarah 17 Februari: Giordano Bruno Dibakar Hidup-hidup karena Idenya Dianggap Sesat oleh Gereja
Giordano Bruno, seorang filsuf asal Italia, menghadapi nasib tragis pada 17 Februari 1600 yaitu dibakar hidup-hidup karena dianggap sesat oleh gereja.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Dzakkyah Putri
TRIBUNKALTIM.CO - Simak informasi terkait sejarah 17 Februari filsuf Giordano Bruno dibakar hidup-hidup karena idenya dianggap sesat oleh gereja.
Giordano Bruno, seorang filsuf terkenal asal Italia, menghadapi nasib tragis pada 17 Februari 1600 yaitu dibakar hidup-hidup karena dianggap sesat oleh Gereja.
Giodani Bruno dikenal sebagai tokoh multifaset mencakup perannya sebagai filsuf, astronom, matematikawan, dan okultis pada abad ke-16.
Salah satu konsep terkemuka yang diusung olehnya adalah teori alam semesta tak terbatas dan adanya berbagai dunia yang beragam.
Pemikiran ini mencakup penolakannya terhadap teori geosentris yang menyatakan bahwa Bumi berada di pusat alam semesta, dan sebaliknya, Bruno merangkul pandangan heliosentris yang menyatakan bahwa Bumi mengorbit matahari.
Baca juga: Sejarah 14 Februari: Hari Valentine, Kenapa Diperingati dan Bagaimana Islam Memandangnya
Meskipun kontribusinya terhadap perkembangan pemikiran ilmiah, pandangan Bruno dianggap bertentangan dengan doktrin Gereja Katolik pada masa itu.
Oleh karena itu, ia dianggap sesat dan dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar.
Ketika dihadapkan pada vonis mati, Giordano Bruno mengungkapkan keberaniannya dengan mengatakan kepada para hakim "Mungkin ketakutan kalian dalam memberikan hukuman padaku lebih besar daripada aku sendiri yang menerimanya."
Pada usia 17 tahun, Bruno memilih untuk memasuki biara Dominika San Domenico di Naples mengganti namanya menjadi Giordano, dan mengabdikan hidupnya untuk belajar dan menjelajahi konsep-konsep baru yang pada akhirnya membuatnya terjerat dalam konflik dengan otoritas gereja.
Kemudian, pada tahun 1572 Giordano Bruno menjadi seorang pendeta dan mulai mengejar studi teologi mencapai gelar doktoratnya dalam waktu tiga tahun.
Namun, pada tahun 1575 ia mulai diselidiki oleh atasannya (Provincial) karena pandangannya terhadap doktrin Trinitas.
Bruno dengan bebas membahas ajaran Arius yang menolak keilahian Kristus, yang akhirnya membuatnya menjadi target penyelidikan.
Ketika teks-teks yang dianggap terlarang, termasuk komentar-komentar Erasmus, ditemukan di Naples dengan catatan kaki oleh Bruno, ia harus melarikan diri ke Roma pada Februari 1576.
Namun, tekanan terus bertambah dan pada tahun yang sama ia kembali melarikan diri setelah mengetahui bahwa komentarnya menimbulkan kontroversi.
Giordano Bruno meninggalkan Ordo Dominikan dan setelah merantau di Italia pada 1576, ia pergi ke Jenewa, di mana ia bekerja sebagai korektor atau proofreader.
Awalnya memilih memeluk Calvinisme, Bruno akhirnya menyadari bahwa gereja Reformis juga tidak lebih toleran daripada Gereja Katolik.
Setelah mengalami penahanan, ekskomunikasi, dan rehabilitasi, Bruno akhirnya diperbolehkan meninggalkan kota dan pindah ke Prancis.
Baca juga: Sejarah 13 Februari: Hari Radio Sedunia, Inilah Awal Mula Berdiri dan Tema yang Diusung di Tahun Ini
Pada tahun 1583, Bruno pindah ke London dan kemudian ke Oxford di mana dia menyampaikan kuliah-kuliahnya mengenai teori heliosentris Copernicus yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam semesta.
Meskipun ide-idenya tidak disukai di Oxford, ia kembali ke London, di mana ia berinteraksi dengan tokoh-tokoh terkemuka di istana Elizabeth I.
Selama tinggal di London, Bruno menulis sejumlah karya satire dan pada tahun 1584 ia menerbitkan bukunya yang terkenal, "Infinito, universo e mondi" atau "Mengenai Ketidakberbatasan, Alam Semesta, dan Dunia."
Buku Giordano Bruno menyerang pandangan Aristotelian tentang dunia dan didasarkan pada karya filsuf Muslim Ibnu Rusyd.
Bruno dengan tegas mempertahankan model heliosentris Copernicus, yaitu pandangan bahwa matahari adalah pusat alam semesta.
Lebih jauh, Bruno menyatakan keyakinannya bahwa alam semesta tidak terbatas, berisikan dunia-dunia tak terhingga, dan dihuni oleh makhluk-makhluk cerdas.
Perjalanan intelektual Bruno terus berlanjut, dengan menulis dan memberikan kuliah di Inggris dan Jerman hingga tahun 1591.
Meskipun menarik minat sejumlah sarjana setempat, pandangannya yang kontroversial juga memicu kemarahan di antara mereka.
Namun, pada tahun 1591, saat berada di Frankfurt, Bruno diundang ke Venice oleh Giovanni Mocenigo, seorang bangsawan yang ingin diajarkan seni ingatan.
Pada saat itu, kursi matematika di Universitas Padua kosong, dan Bruno melihat kesempatan untuk mengajar di sana.
Venice, pada saat itu dianggap sebagai negara paling liberal di Semenanjung Italia sehingga Bruno memutuskan untuk pindah ke sana.
Namun, setahun setelahnya ketika mengajar Mocenigo di Venice hubungan mereka memburuk.
Mocenigo tidak puas dengan kuliah Bruno dan akhirnya melaporkannya kepada Inkuisisi Venesia pada 22 Mei 1592.
Akibatnya, Giordano Bruno ditahan dan memasuki fase kritis dalam kehidupannya dihadapkan pada tantangan Inkuisisi yang kemudian akan membawa akhir tragis bagi pemikir kontroversial ini.
Berdasarkan laporan dari Morciego, Giordano Bruno dihadapkan pada berbagai tuduhan pengkhianatan dan kesesatan.
Namun, Bruno mempertahankan dirinya dengan cermat, menekankan sifat filsafatnya dan mengakui keraguan pada beberapa aspek dogma.
Baca juga: Sejarah 13 Februari: Hari Persatuan Farmasi Indonesia
Meskipun ia dengan tegas menyatakan penerimaan terhadap ajaran dogmatis gereja, Bruno tetap berusaha mempertahankan dasar filsafatnya.
Tuduhan sesat diarahkan padanya berdasarkan karya-karya yang ditulisnya dan kesaksian-kesaksian tertentu.
Bruno terus membela dirinya, mengakui penerimaan ajaran gereja namun tetap mempertahankan prinsip-prinsip filsafatnya.
Pada 20 Januari 1600, Paus Clement VIII menyatakan Bruno sesat, dan Inkuisisi memberikan hukuman mati. Sebulan setelahnya, tepatnya pada 17 Februari, di alun-alun Campo de’ Fiori, Bruno dihukum gantung terbalik secara telanjang.
Selanjutnya, ia dieksekusi dengan cara dibakar di tiang pancang, dan abunya dibuang ke Sungai Tiber.
Semua karya Bruno dimasukkan dalam index buku terlarang pada tahun 1603.
Setelah kematiannya, Bruno mulai dikenal dan dipuja sebagai martir ilmu pengetahuan pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Penerimaan terhadap kontribusinya terus meningkat seiring waktu, mengakui peran pentingnya dalam perkembangan pemikiran ilmiah.
Referensi
- Tribun News Wiki. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.