Ramadhan 2024
Hukum Puasa Bagi Ibu Menyusui, Penjelasan Lengkap Menurut Syariat Islam dan Kesehatan
Inilah penjelasan mengenai hukum puasa bagi ibu menyusui baik dalam syariat Islam dan kesehatan, lengkap.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Dzakkyah Putri
TRIBUNKALTIM.CO - Dalam Islam, ibu hamil diberikan kelonggaran khusus terkait ibadah puasa selama bulan Ramadhan.
Meskipun puasa diwajibkan bagi sebagian besar umat Islam dewasa, ibu hamil diizinkan untuk tidak berpuasa jika ada kekhawatiran bahwa berpuasa dapat membahayakan kesehatannya atau kesehatan janin yang dikandungnya.

Namun untuk penjelasan lebih detail mengenai hukum puasa bagi ibu menyusui, berikut ialah penjelasan yang berhasil dirangkum oleh TribunKaltim.co
Hukum Puasa Bagi Ibu Menyusui
Mahbub Ma'afi Ramdlan menjelaskan bahwa dalam Islam, ibu yang sedang menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa, terutama jika berpuasa dapat membahayakan kesehatan ibu atau anaknya.
Menurut Madzhab Syafi'i, jika seorang ibu yang menyusui berpuasa dan terdapat kekhawatiran dampak negatif pada dirinya atau anaknya, maka ia wajib membatalkan puasanya dan akan berkewajiban menggantinya (qadha).
Jika hanya sang anak yang berisiko, selain berkewajiban meng-qadha', ibu menyusui juga diwajibkan membayar fidyah.
Pendapat ini dinyatakan oleh Abdurrahman al-Juzairi, yang menjelaskan bahwa Madzhab Syafi'i memandang bahwa perempuan hamil dan menyusui, jika berpuasa, harus mempertimbangkan ketiga kondisi: bahaya bagi dirinya dan anaknya, dirinya sendiri, atau anaknya.
Dalam ketiga kondisi tersebut, mereka diwajibkan meninggalkan puasa dan menggantinya kemudian.
Namun, jika hanya anak yang berisiko, selain meng-qadha' puasa, ibu juga diwajibkan membayar fidyah.
Untuk menilai apakah berpuasa membahayakan atau tidak bagi ibu menyusui, dapat dilakukan melalui observasi perilaku sebelumnya, informasi medis, atau dugaan yang kuat. Hal ini mempertimbangkan kepentingan kesehatan ibu dan anak sebagai prioritas utama.
Ibu Menyusui Dapat Berhenti Melakukan Puasa Jika
1. Ibu merasa sangat haus dan dehidrasi setelah menyusui/memerah susu
Tanda-tanda dehidrasi seperti haus yang berlebihan setelah menyusui dapat menjadi indikasi bahwa kebutuhan cairan tubuh tidak terpenuhi.
2. Urin bau menyengat dan berwarna kuning bahkan kecoklatan
Warna dan bau urine yang tidak normal bisa menunjukkan kurangnya cairan dalam tubuh. Urin yang berwarna gelap atau berbau tajam bisa menjadi tanda dehidrasi.
3. Ibu pusing, lemas, berkunang-kunang, dan kondisi tidak membaik meski sudah beristirahat
Gejala-gejala seperti pusing, lemas, dan berkunang-kunang bisa menjadi tanda bahwa tubuh membutuhkan asupan cairan dan energi yang cukup.
4. Frekuensi kencing bayi berkurang drastis dan urin berbau juga berwarna tajam
Perubahan pada frekuensi kencing dan karakteristik urine bayi, seperti berkurangnya jumlah dan perubahan warna, dapat menjadi petunjuk bahwa bayi mungkin kekurangan cairan.
5. Bayi dehidrasi, misalnya bibir kering, kulit tidak lentur, dan sebagainya
Tanda-tanda dehidrasi pada bayi, seperti bibir kering, kulit yang tidak elastis, dan kegelisahan, harus dianggap serius dan menjadi pertimbangan utama untuk menghentikan puasa.
Baca juga: Apakah Boleh Sahur Terlebih Dahulu Kemudian Mandi Junub, Tata Caranya dalam Syariat Islam
6. Bayi demam
Jika bayi mengalami demam, menghentikan puasa mungkin diperlukan untuk memberikan perhatian dan merawat bayi.
7. Bayi rewel atau gelisah dan tidak membaik meski sudah disusui dan kontak fisik dengan ibu
Jika bayi terus-menerus rewel atau gelisah, meski sudah diberi ASI dan mendapat kontak fisik dengan ibu, bisa menjadi tanda bahwa bayi mungkin mengalami ketidaknyamanan atau kekurangan nutrisi.
Penting untuk diingat bahwa keselamatan dan kesehatan ibu dan bayi selalu menjadi prioritas utama.
Baca juga: Sinopsis Film Netflix Damsel, Bangsawan yang Menjadi Tumbal Kerjaan dan Profil Elodie, Millie Bobby
Jika ibu atau bayi menunjukkan tanda-tanda kekurangan cairan atau masalah kesehatan lainnya, sebaiknya segera konsultasikan dengan tenaga medis atau ahli kesehatan untuk mendapatkan bantuan dan saran yang sesuai.
Kemudian ketentuan tentang apakah seorang ibu menyusui bisa berpuasa atau tidak, terutama dalam konteks Islam, berkaitan dengan kesehatan ibu dan bayi.
Beberapa kondisi atau situasi kesehatan tertentu dapat membuat seorang ibu menyusui diberi kelonggaran untuk tidak berpuasa.
Berikut adalah beberapa pertimbangan kesehatan yang mungkin memengaruhi kemampuan seorang ibu menyusui untuk berpuasa
1. Kesehatan Ibu
Jika ibu menyusui mengalami kondisi kesehatan tertentu, seperti penyakit kronis, gangguan pencernaan, atau kondisi lainnya yang dapat memperburuk keadaannya akibat puasa, sebaiknya ia mendiskusikannya dengan tenaga medis atau ahli kesehatan.
2. Kesehatan Bayi
Kesehatan bayi merupakan faktor kunci dalam pertimbangan apakah seorang ibu menyusui dapat berpuasa.
Jika puasa dapat berdampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi, maka ibu disarankan untuk tidak berpuasa.
3. Dehidrasi
Menyusui dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh, dan puasa dapat meningkatkan risiko dehidrasi.
Jika ibu khawatir puasa akan menyebabkan dehidrasi dan berpotensi mempengaruhi produksi ASI, maka disarankan untuk tidak berpuasa.
4. Kondisi Khusus Ibu dan Bayi:
Kondisi spesifik ibu atau bayi, seperti prematuritas, berat badan lahir rendah, atau masalah kesehatan lainnya, dapat memerlukan perhatian khusus.
Dalam beberapa kasus, ibu disarankan untuk tidak berpuasa guna menjaga kesehatan bayi.
Baca juga: Hukum Ziarah Kubur Menurut Al Quran dan Syariat Islam Serta Adab Melakukannya
5. Peringatan Medis:
Jika ada anjuran medis atau saran dari dokter yang menyarankan agar ibu tidak berpuasa karena kondisi kesehatan tertentu, maka sebaiknya hal ini diikuti.
Dalam Islam, ketentuan ini sejalan dengan prinsip keseimbangan antara menjalankan ibadah puasa dan menjaga kesehatan diri sendiri dan bayi.
Pada dasarnya, kesehatan dan keamanan ibu dan bayi memiliki prioritas yang tinggi. Sebagai langkah bijak, seorang ibu menyusui yang memiliki kekhawatiran kesehatan terkait puasa sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga medis atau otoritas agama untuk mendapatkan saran yang sesuai dengan kondisinya. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.