Pemilu 2024

Akhirnya Buronan Kasus Pemalsuan DPT Pemilu Kuala Lumpur Menyerahkan Diri, Langsung Jadi Terdakwa

Akhirnya buronan kasus pemalsuan DPT Pemilu Kuala Lumpur menyerahkan diri. Selanjutnya, langsung duduk di kursi terdakwa dalam sidang di PN Jakpus.

|
Editor: Amalia Husnul A
Kompas.com/Irfan Kamil
PPLN KUALA LUMPUR - Masduki, buron kasus pemalsuan DPT di Pemilu 2024 yang digelar di Kuala Lumpur akhirnya menyerahkan diri. Kanan: sidang 7 terdakwa pemalsuan DPT di PPLN Kuala Lumpur, termasuk Masduki yang sempat buron 

TRIBUNKALTIM.CO - Akhirnya, Masduki Khamdan Muchamad, anggota PPLN Kuala Lumpur, buronan kasus pemalsuan DPT Pemilu 2024 di Pemilihan Luar Negeri yakni Kuala Lumpur menyerahkan diri

Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Masduki tiba di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (13/3/2024) pukul 11.23 WIB.

Sosok Masduki, anggota PPLN Kuala Lumpur yang berprofesi sebagai dosen ini sempat menjadi buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO) karena memalsukan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2024,

Akhirnya, Masduki, Anggota PPLN Kuala Lumpur itu menyerahkan diri, Rabu (13/3/2024). 

Baca juga: 1.972 Surat Suara di Malaysia Sudah Tercoblos Paslon Ganjar-Mahfud, KPU Kirim Tim ke Kuala Lumpur

Baca juga: Terbaru Hasil Pilpres 2024, Update Rekapitulasi dari KPU di 24 Provinsi, Prabowo-Gibran Tak Terkejar

Baca juga: KawalPemilu sebut Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Cek Perbandingan Suara dengan Rekap Daerah

Masduki hadir saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung tengah membacakan surat dakwaan dugaaan tindak pidana pemilu di Kuala Lumpur.

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, Masduki pun dipersilakan duduk di kursi terdakwa bersama enam PPLN lainnya yang turut menjadi terdakwa.

Keenamnya adalah Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur Umar Faruk dan lima anggota lainnya.

Mereka adalah Tita Octavia Cahya Rahayu seorang mahasiswa dan Dicky Saputra seorang Anggota Divisi Data dan Informasi.

Kemudian dua orang dosen bernama Aprijon dan Puji Sumarsono serta A Klalil seorang wiraswasta yang bertugas sebagai Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu.

Tujuh terdakwa dalam kasus ini disebut telah melanggar Pasal 544 atau 545 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Diketahui, tujuh PPLN itu diduga melakukan penambahan dan pemalsuan data DPT pada pelaksanaan Pemilu di Kuala Lumpur.

Dugaan penambahan dan pemalsuan data tersebut terjadi setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) sebanyak 493.856 suara untuk wilayah Kuala Lumpur.

PPLN Kuala Lumpur - Perkumpulan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat Migrant CARE menemukan kotak pos terbengkalai di Wisma Sabarudin, Malaysia. Lembaga pemantau pemilu terakreditasi Bawaslu RI ini pun menduga celah ini dimanfaatkan oleh semacam sindikat pedagang susu alias pedagang surat suara di Pemilu 2024. Berbagai temuan membuat kinerja PPLN Kuala Lumpur menjadi sorotan. Kini 7 PPLN Kuala Lumpur tengah menjalani persidangan termasuk salah satu anggotanya yang sempat buron.
PPLN Kuala Lumpur - Perkumpulan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat Migrant CARE menemukan kotak pos terbengkalai di Wisma Sabarudin, Malaysia. Lembaga pemantau pemilu terakreditasi Bawaslu RI ini pun menduga celah ini dimanfaatkan oleh semacam sindikat pedagang susu alias pedagang surat suara di Pemilu 2024. Berbagai temuan membuat kinerja PPLN Kuala Lumpur menjadi sorotan. Kini 7 PPLN Kuala Lumpur tengah menjalani persidangan termasuk salah satu anggotanya yang sempat buron. (Dok. Migrant CARE)

Sedangkan sesuai Berita Acara Nomor: 009/PP/05. I-BA/078/2023 tanggal 21 Juni 2023, total Rekapitulasi DPT yang dilaporkan PPLN Kuala Lumpur sejumlah 447.258 pemilih.

Sementara, data milik KPU yang telah dicocokkan dan diteliti (coklit) secara langsung oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) sebanyak 64.148 pemilih.

Baca juga: Terbaru! Real Count KPU Pilpres 2024 Luar Negeri 24 Februari 2024, Ganjar-Mahfud Unggul di New York

Beragam Temuan di Pemilu 2024 Kuala Lumpur

Sebeumnya, ada sejumlah temuan di Pemilu 2024 di Kuala Lumpur

Untuk diketahui di Pemilu 2024, Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur menyelenggarakan proses pemungutan suara dengan berbagai metode, yaitu via pos, kotak suara keliling, dan TPS.

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, Pemilu via pos dinilai menjadi metode pemungutan suara yang paling rawan.

Pada awal 2024, sempat viral video yang menunjukkan sejumlah orang mencoblosi banyak surat suara via pos untuk pilpres dan pileg.

KPU dan Bawaslu pun menggandeng atase kepolisian guna mengusut kasus ini, tapi hingga kini belum menemukan titik terang.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari juga mengungkap keanehan di dua tempat Puchong, yang notabene masuk wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur.

Pertama, ada kantor pos di wilayah tersebut, ujar Hasyim, yang menerima hantaran karung berisi surat suara "dari pemilih".

Padahal, surat-surat suara itu telah dikirim oleh kantor pos ke alamat masing-masing pemilih yang tertera di amplopnya.

Pemilih, seharusnya, akan mencoblos surat suara itu dan mengirimnya balik melalui pos.

Sehingga, kantor pos semestinya menerima surat suara itu satu persatu, bukan karungan.

"Pertanyaannya, kok bisa ada orang bawa karung tulisannya pos Malaysia, isinya surat suara pos, diantar ke situ?" kata Hasyim, Selasa (27/2/2024).

Kedua, kata Hasyim, peristiwa seseorang memakai seragam pos Malaysia, mengantar karung pos Malaysia yang isinya juga surat suara yang sebagian telah dicoblos.

Baca juga: Singgung Hasil Exit Poll di Luar Negeri, TPN Minta Lembaga Survei tak Menyesatkan Soal Quick Count

"Ini kan keanehan-keanehan dan anomali, kenapa surat suara dalam karung pos Malaysia bisa di luar dan dipegang di dalam penguasaan pihak yang tidak berwenang?" ungkapnya.

Dua peristiwa di atas menunjukkan kejanggalan dalam distribusi surat suara pos di sana.

Padahal, seandainya alamat pemilih tidak jelas, seharusnya surat suara pos itu berstatus "return to sender" ketika dikirim.

Lembaga pemantau pemilu, Migrant CARE, juga menemukan kotak pos di sejumlah apartemen yang banyak dihuni oleh pemilih Indonesia, tidak terjaga sama sekali.

Mereka menduga celah ini dimanfaatkan oleh semacam sindikat pedagang surat suara yang bekerja secara tim, terbagi jaringannya di banyak wilayah, serta memanfaatkan lemahnya pengawasan.

Apalagi, panitia pengawas luar negeri (panwas LN) tak punya pengawas pos.

"Ini lah yang dimanfaatkan oleh pedagang-pedagang surat suara itu tadi.

Mereka memang sengaja mencari dari kotak pos satu, ke kotak pos yang lainnya, akhirnya dari satu, dua, 9, 10 sampai terkumpul banyak (surat suara)," ungkap staf Migrant CARE, Muhammad Santosa, dalam jumpa pers di kantor Bawaslu RI, Selasa (20/2/2024).

Surat suara terkumpul bakal dilego ke peserta pemilu yang membutuhkan suara.

Modus ini, ujar Santosa, bukan barang baru. Oleh sebab sangat rendahnya akuntabilitas, Migrant CARE mendesak agar pemungutan suara melalui pos dihapuskan untuk pemilu selanjutnya.

"Misalkan si caleg membutuhkan sekian ribu, sekian ratus, di situ lah tarik-menarik harga sekian ringgit itu terjadi.

Misalnya 1.000 surat suara dari Malaysia nih, lalu pedagang susunya 'oke saya kasih 1 surat suara 25 ringgit atau satu suara 50 ringgit'," ungkap Santosa.

Baca juga: Jadwal Pilpres 2024 Luar Negeri Hari Ini, Kapan bisa Cek Quick Count dan Exit Poll? Penjelasan KPU

Buruknya pendataan pemilih

Rendahnya akuntabilitas pengiriman surat suara via pos bercampur dengan buruknya pendataan pemilih di sana.

Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur pada 2023 lalu, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dicoklit dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri yang perlu dicoklit.

Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang.

Bawaslu bahkan menyampaikan, ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seyogianya dikirim untuk pemilih via pos.

Sejauh ini, Bareskrim Polri telah menetapkan ketua dan anggota PPLN Malaysia sebanyak 7 orang sebagai tersangka dugaan pidana pemilu karena sengaja memanipulasi DPT.

Mereka sebelumnya juga telah dinonaktifkan sementara oleh KPU RI.

Bodongnya pemutakhiran daftar pemilih ini tampak wujudnya ketika pemilu digelar.

Hanya segelintir orang di dalam DPT yang mencoblos pada hari pemungutan suara.

Jumlah pemilih DPT bahkan kalah banyak dibandingkan jumlah daftar pemilih tambahan (DPTb) dan daftar pemilih khusus (DPK).

Pemilih DPTb yaitu mereka yang sebelumnya terdaftar di DPT tempat lain.

Sementara itu, pemilih DPK yakni yaitu mereka yang tidak terdaftar di dalam DPT tetapi akhirnya ikut mencoblos berbekal dokumen administrasi kependudukan.

Berikut datanya:

1. Pemilu via TPS: 24.377 pemilih - DPT: 2.264 pemilih dari 222.945 orang terdaftar (10,1 persen DPT) - DPTb: 5.117 pemilih (2,3 kali lipat DPT) - DPK: 16.996 pemilih (7,5 kali lipat DPT)

2. Pemilih via kotak suara keliling (KSK): 30.263 orang - DPT: 903 pemilih dari 67.946 orang terdaftar (0,0013 persen DPT) - DPTb: 2.051 pemilih (2,3 kali lipat DPT) - DPK: 27.309 pemilih (30,2 kali lipat DPT)

3. Pemilih via pos: 23.360 orang - Return to sender/tak sampai ke alamat tujuan: 81.243 surat suara dari 156.367 orang terdaftar (52 persen DPT) - Terkirim ke pemilih, tapi tak terkirim balik ke pos: 51.364 surat suara (32,8 persen DPT) - Tercoblos dan terkirim balik ke pos: 23.360 surat suara (15 persen DPT)

Pemilu diulang, terancam tak terselenggara

Atas sengkarut persoalan ini, Bawaslu merekomendasikan agar suara dari pos dan KSK tidak dihitung dan KPU harus menggelar pemungutan suara ulang (PSU) untuk para pemilih yang sebelumnya terdaftar mencoblos via 2 metode itu di Kuala Lumpur.

Bawaslu juga meminta KPU mengulang tahapan pemilu di Kuala Lumpur dimulai dengan pemutakhiran ulang daftar pemilih.

Namun, karena mepetnya waktu lantaran rekapitulasi penghitungan suara sudah harus beres 20 Maret 2024, pemutakhiran ulang daftar pemilih di Kuala Lumpur tidak menggunakan proses coklit.

Pemutakhiran hanya dilakukan dengan menyisir validitas 78.000 orang yang sebelumnya telah menggunakan hak pilih di metode TPS, KSK, dan pos.

Data 78.000 orang ini disisir dengan mengeluarkan pemilih dengan alamat tidak jelas, terdaftar ganda di DPT lain, serta memiliki NIK/paspor yang tidak valid.

Hasil penyisiran itu, ditemukan hanya 62.217 pemilih di Kuala Lumpur yang dinilai memenuhi syarat ikut PSU atau cuma 13,9 persen dari DPT sebelumnya sebanyak 447.258 pemilih.

Akan tetapi, PSU ini juga terancam tak terselenggara.

Pemerintah Malaysia menerbitkan Nota Diplomatik Nomor KLN 6/2024/M pada 23 Februari 2024 lalu.

Dalam beleid itu, kegiatan politik harus mendapatkan izin dari Pemerintah Malaysia dengan dua kategori:

a. apabila dilaksanakan di dalam wilayah perwakilan RI di Malaysia, izin harus diajukan paling lambat 3 bulan sebelum;

b. apabila dilaksanakan di luar wilayah perwakilan RI di Malaysia, izin harus diajukan paling lambat 6 bulan sebelum.

Hasyim pun mengakui pihaknya meminta arahan dan bantuan langsung oleh Presiden Joko Widodo terkait masalah ini untuk melakukan "pembicaraan tingkat tinggi".

Sebab, berdasarkan UU Pemilu, KPU harus menetapkan hasil pemilu paling lambat 35 hari sejak pemungutan suara, atau pada 20 Maret 2024 nanti.

"Saya yakin, optimistis," jawab dia ketika ditanya antisipasi KPU bila lobi tak berhasil.

Baca juga: Pilpres 2024 Luar Negeri - Jadwal Pemungutan dan Penghitungan Suara, KPU Jelaskan soal Quick Count

(*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved