Breaking News

Ibu Kota Negara

Penggusuran Paksa Warga di Sekitar IKN, Koalisi Masyarakat Sipil: Klarifikasi OIKN Hanya Pembelaan

Warga yang bermukim di Kelurahan Pemaluan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur disebut bakal digusur

TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Ilustrasi lokasi Pembangunan IKN Nusantara. Kini tengah ramai dibahas terkait penggusuran rumah warga di Desa Pemaluan, Sepaku, Kabupaten PPU, Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kaltim menanggapi terkait hal ini, meski pihak OIKN telah mengklarifikasi tidak serta merta melakukan penggusuran terkait rumah warga yang dianggap tak sesuai tata ruang IKN.TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Warga yang bermukim di Kelurahan Pemaluan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur disebut bakal digusur.

Surat teguran dari Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Thomas Umbu Pati juga telah didapatkan warga.

Dalam hal ini, OIKN berdasar bahwa setelah Otorita melakukan identifikasi pada tanggal 29 Agustus 2023 dan 4 sampai 6 Oktober 2024.

Terdapat 8 regulasi yang diklaim Otorita sebagai dasar penetapan rumah warga tidak berizin dan tidak sesuai dengan tata ruang Wilayah Bangunan (WB) IKN.

Termasuk Undang–Undang Nomor 21 tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, dan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kota Nusantara 2022-2042.

Baca juga: Rapat Kerja DPD Aptrindo Kaltim untuk Memperkuat Posisi Pengusaha Truk Lokal di IKN

Baca juga: Jokowi dan Beberapa Menteri Tinggal di IKN Nusantara Mulai Juli, Basuki Bocorkan Siapa Tetangganya

Dalam surat tersebut, warga diminta untuk merobohkan rumah mereka sendiri dalam waktu sepekan atau 7 hari karena dianggap tidak memiliki izin dan tidak sesuai dengan tata ruang WB IKN.

Surat yang diterbitkan pada 4 Maret 2024 ini beredar di kalangan awak media.

Tertulis pada surat tersebut; "Sehubungan dengan hal tersebut, diminta kepada saudara agar segera membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan tersebut di atas dalam jangka waktu 7 hari, terhitung sejak teguran pertama ini disampaikan".

Sementara itu, pihak OIKN juga memberi klarifikasi terkait meminta warga sekitar IKN merobohkan bangunan rumah tidak benar.

Menurut pihaknya, sebelum mengeluarkan surat itu, OIKN sudah melakukan sosialisasi dan identifikasi bangunan-bangunan tanpa izin bersama Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara.

Tidak pernah tiba-tiba datang dan memerintahkan pembongkaran.

Upaya sosialisasi yang dilakukan sejak tahun 2023 lalu itu juga melibatkan Polda Kaltim, Kodam VI Mulawarman, Kantor Pertanahan Kabupaten PPU, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Adapun berdasarkan data Otorita IKN, hasil identifikasi bangunan baru di wilayah jalan Sepaku berjumlah 294. Bangunan tersebut tersebar di 4 desa; Sukaraja, Bukit Raya, Bumi Harapan, dan Pemaluan. Serta terbagi dalam 4 jenis bangunan; rumah tinggal 163 unit, ruko 24 unit, rumah makan 22 unit, dan kios 85 unit.

OIKN tak pernah tiba-tiba mengeluarkan perintah pembongkaran rumah warga.

Muncul tudingan dari beberapa kalangan masyarakat bahwa Otorita IKN adalah penjajah.

Namun, OIKN menanggapi bahwa pihaknya justru ingin menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat lokal.

Menanggapi isu ini, Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kaltim menilai klarifikasi Otorita soal sasaran penggusuran rumah di IKN dianggap sebagai bentuk pembelaan diri belaka.

Bila mengacu surat yang mereka terbitkan, KMS menilai penggusuran tersebut menyasar seluruh bangunan yang dianggap melanggar tata ruang yang ditetapkan sepihak oleh Otorita IKN.

Salah satu anggota KMS Kaltim, Akademisi Hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah menegaskan, bila mengacu dua surat dilayangkan pihak Otorita IKN, tak disebutkan secara eksplisit sasaran dari penggusuran tersebut.

Apakah bangunan baru atau lama?, namun yang pasti, dalam surat ditegaskan bahwa rumah-rumah atau bangunan yang dianggap pihak OIKN melanggar tata ruang IKN bakal digusur.

"Surat pemberitahuan itu sapu jagat, menyasar keseluruhan. Semua bangunan yang masuk tata ruang IKN berdasarkan Perpres, itulah yang hendak digusur. Tidak ada pemilahan soal bangunan baru setelah terbitnya Perpres ini atau tidak," tegas pria yang akrab disapa Castro ini.

Dalam surat yang diterbitkan Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN itu memang tak ada menyebut klasifikasi bangunan yang bakal dibongkar.

Otorita IKN hanya menyebut kan, lanjut Castro, bangunan warga mesti dirobohkan dalam tempo 7 hari dianggap tidak berizin dan tidak sesuai dengan tata ruang wilayah pengembangan IKN.

Ada 8 landasan Otorita IKN memerintahkan pembongkaran ini, diantaranya Perpres Nomo 64 Tahun 2022 tentang rencana tata ruang kawasan strategis nasional Ibu Kota Nusantara 2022-2024.

Lebih jauh bila Otorita IKN membantah hanya bangunan baru yang akan dirobohkan, maka publik mesti mengajukan pertanyaan lagi, bagaimana dengan nasib bangunan yang berdiri jauh sebelum Perpres tersebut diterbitkan?

"Kalau surat dibaca detil, yang disasar semua aktivitas, lahan, bangunan, yang masuk kawasan RTRW IKN. Itu poinnya," ujarnya.

Baca juga: Jokowi Buka Opsi Jual Lahan IKN Nusantara ke Investor, Saat Isu Penggusuran Rumah Warga Jadi Sorotan

Sementara itu ditambahkan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, turut mengkritisi sikap Otorita IKN yang mengeluarkan ultimatum untuk merobohkan rumah-rumah warga di sekitar IKN.

Walhi menilai, tindakan Otorita IKN ini sewenang-wenang, dan warga berhak untuk melakukan perlawanan.

Direktur Walhi Kaltim, Fathur Roziqin menegaskan, Otorita IKN tak bisa seenaknya menjadikan tata ruang mereka sebagai landasan untuk merobohkan rumah-rumah warga.

Karena sejak awal penyusunan tata ruang IKN memang tidak melalui konsultasi publik, tidak partisipatif dan tidak melibatkan warga terdampak.

"Fakta menunjukkan bahwa penyusunan tata ruang IKN tidak pernah melibatkan publik, apalagi melibatkan warga yang terdampak," tukasnya

Penyusunan tata ruang IKN, menurut Walhi Kaltim, serupa dengan penyusunan UU IKN, yang terlihat sangat ugal-ugalan.

Penyusunanya kejar tayang, gelap. Lantaran tak melibatkan partisipasi publik, apalagi mereka yang mengalami dampaknya.

Padahal, dalam penyusunan tata ruang seperti ini, partisipasi publik sangat penting, terlebih warga setempat.

Warga mesti tahu, dampak yang ditimbulkan dari pembangunan infrastruktur dan penetapan tata ruang tersebut.

Hal seperti ini, dinilai kerap kali dilakukan Otorita IKN, regulasi ditetapkan terlebih dahulu tanpa keterlibatan publik di dalamnya.

Ketika regulasi, dalam hal ini tata ruang telah ditetapkan, baru sosialisasi dilakukan.

Padahal, lanjut Fathur Roziqin, sosialisasi terkait pembangunan dan sosialisasi terkait RTRW adalah dua hal yang berbeda.

"Sekarang mereka bilang sosialisasi, terlambat. Warga berhak untuk menolak dan melakukan perlawanan," pungkasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved