Pilpres 2024

Amnesty International sebut tak Cukup Hanya 4 Menteri Jokowi yang Dihadirkan Sidang MK

Amnesty International menyebut tak cukup hanya 4 menteri Jokowi yang dihadirkan di sidang MK sengketa Pilpres 2024.

Editor: Amalia Husnul A
Tribunnews.com/Kompas TV
MENTERI JOKOWI - Menko PMK Muhadjir Effendy (kiri), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan), Menteri Sosial Tri Rismaharini mengikuti sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). Amnesty International menyebut tak cukup hanya 4 menteri Jokowi yang dihadirkan di sidang MK sengketa Pilpres 2024. 

TRIBUNKALTIM.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memanggil 4 menteri Jokowi di sidang MK sengketa Pilpres 2024.

Namun menurut Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menyebut Mahkamah Konstitusi (MK), pemanggilan 4 menteri Jokowi ini tidak cukup. 

Menurut Usman Hafid, Mahkamah Konstitusi perlu menghadirkan menteri lainnya terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Menurut Usman, pemanggilan empat menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) dalam sidang sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024 pada Jumat (5/4/2024), belumlah cukup untuk menjawab isu politisasi bansos oleh Jokowi di wilayah tersebut.

Baca juga: Prabowo dalam Masalah, MK Putuskan Pilpres 2024 Curang Kata Pengamat Ini, Pencoblosan Diulang?

Baca juga: Detik-detik Jelang Putusan MK, KPU Sebut Dalil Gugatan Hanya Bunyi-bunyi, 03 Harap Tak Ada Tekanan

Baca juga: Terjawab Alasan Refly Harun Yakin Timnas AMIN akan Menang di MK Usai Kesaksian 4 Menteri Jokowi

"Saya kira pertanyaan-pertanyaan hakim kemarin atau hari ini yang mencecar, misalnya, kenapa bantuan sosial kebanyakan diberikan di Jawa Tengah?

Saya kira itu tidak cukup dijawab oleh para menteri, apalagi hanya empat menteri," ujar Usman  seperti dikup TribunKaltim.co dari kompas.com.

Adapun empat menteri Jokowi yang dipanggil MK ialah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Selain keempat menteri tersebut, Usman mengatakan, setidaknya ada delapan hingga 13 menteri lain yang dapat dimintai keterangan seputar politisasi bansos di Jawa Tengah.

"Masih ada delapan menteri atau bahkan 13 menteri secara total yang mengetahui atau yang bisa dimintai keterangan terkait penyaluran bantuan sosial yang lebih diprioritaskan di dalam Jawa Tengah," kata Usman.

Selain itu, Usman menyadari bahwa Jawa Tengah merupakan basis suara dari PDI Perjuangan (PDIP) yang dalam Pilpres 2024 mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Karena itu, masifnya penyaluran bansos di Jawa Tengah tak lain bertujuan untuk menggerus suara Ganjar-Mahfud dan beralih ke pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Hampir seluruh pengamat politik, para sarjana politik mengetahui bahwa Jawa Tengah basis ideologis dari PDIP dan itu dimaksudkan penyaluran bantuan sosial itu untuk mempengaruhi suara basis ideologis PDIP yang semestinya (masuk) nomor 3 menjadi (beralih) pasangan nomor 2," jelas dia seperti dikutip Tribiun Kaltim.co dai.

Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini, hadir dalam sidang sengketa gugatan Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK)
MENTERI JOKOMI - Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini, hadir dalam sidang sengketa gugatan Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) (Warta Kota)

Sebagai informasi, MK memanggil empat menteri KIM untuk bicara seputar politisasi bansos oleh Jokowi serta pengerahan anggaran negara untuk memenangkan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, sebagaimana didalilkan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam gugatannya ke MK.

Kedua kubu mempersoalkan, salah satunya, mengapa anggaran perlindungan sosial melonjak dibandingkan dua tahun sebelumnya, bahkan hampir menyamai jumlah saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020.

Baca juga: Detik-detik Jelang Putusan MK, KPU Sebut Dalil Gugatan Hanya Bunyi-bunyi, 03 Harap Tak Ada Tekanan

Mereka juga mempersoalkan keterlibatan aktif Jokowi dalam membagikan langsung bansos tersebut, utamanya berkaitan kunjungan kerja Kepala Negara ke Jawa Tengah yang intensitasnya lebih tinggi ketimbang wilayah lainnya selama masa kampanye Pemilu 2024.

Namun dalam persidangan tersebut, keempat menteri Jokowi kompak menyatakan bahwa penyaluran bansos sama sekali tak terkait Pilpres 2024.

Hakim MK Tampak Yakin Jokowi Cawe-cawe

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) nampak begitu yakin bahwa Presiden Joko Widodo cawe-cawe atau ikut campur dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Hal ini disampaikan Usman merespons pernyataan hakim Konstitusi Arief Hidayat yang menyinggung cawe-cawe Jokowi dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta, Jumat (5/4/2024).

Usman menggeneralisasikan bahwa pandangan Arief Hidayat tersebut telah mewakili para hakim Konstitusi MK terkait persoalan cawe-cawe Jokowi di Pilpres 2024.

Baca juga: Prabowo dalam Masalah, MK Putuskan Pilpres 2024 Curang Kata Pengamat Ini, Pencoblosan Diulang?

Usman menilai pandangan Arief Hidayat tersebut juga sejalan dengan keterangan sejumlah ahli yang dihadirkan dalam agenda sidang beberapa hari sebelumnya.

Usman menyebut para ahli sebelumnya secara gamblang menyatakan permasalahan cawe-cawe Jokowi dalam mempengaruhi jalannya Pilpres 2024.

Menurutnya, ikut campurnya Jokowi tersebut secara langsung menguntungkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto.

"Sehingga menguntungkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka," ungkap dia seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com. 

Sebelumnya, Arief Hidayat menyampaikan bahwa empat menteri Kabinet Indonesia Maju dipanggil MK pada sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024, karena Mahkamah merasa tidak elok memanggil Jokowi.

Para menteri bicara mengenai bantuan sosial (bansos) yang didalilkan oleh Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam gugatannya ke MK, telah dipolitisasi untuk memenangkan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.

"Pilpres kali ini lebih hiruk-pikuk, diikuti beberapa hal yang sangat spesifik yang sangat berbeda dengan Pilpres 2014 dan 2019.

Ada pelanggaran etik yang dilakukan di MK, di KPU (Komisi Pemilihan Umum), dan banyak lagi yang menyebabkan hiruk-pikuk itu," ujar Arief.

"Yang terutama mendapatkan perhatian sangat luas dan didalilkan pemohon adalah cawe-cawe-nya kepala negara.

Cawe-cawe-nya kepala negara ini Mahkamah juga (menilai), apa iya kita memanggil Presiden RI, kan kurang elok," kata eks Ketua MK itu melanjutkan. Arief lantas menegaskan bahwa Jokowi merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Seandainya Jokowi hanya berstatus sebagai kepala pemerintahan, menurut Arief, Mahkamah akan memanggilnya ke ruang sidang.

Namun, karena ayah dari calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka itu juga berstatus kepala negara, MK menilai bahwa Jokowi harus dijunjung tinggi oleh semua pemangku kepentingan.

"Makanya kami memanggil para pembantunya, yang berkaitan dengan dalil pemohon," ujar Arief.

"Karena begini. Dalil pemohon mengatakan keberpihakan lembaga kepresidenan dan dukungan Presiden Joko Widodo dalam Pilpres. Itu kemudian memunculkan beberapa hal," katanya lagi.

Baca juga: Terjawab Alasan Refly Harun Yakin Timnas AMIN akan Menang di MK Usai Kesaksian 4 Menteri Jokowi

(Beras biasa 20-24 Beras, Minyak Goreng,  dll.

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved