Ibu Kota Negara
Ridwan Kamil Sebut Jakarta Tak Pernah Disiapkan jadi Ibu Kota: Makanya Harus Pindah ke IKN Nusantara
Kurator Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Ridwan Kamil atau Emil mengungkat fakta baru soal Jakarta.
TRIBUNKALTIM.CO - Kurator Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Ridwan Kamil atau Emil mengungkat fakta baru soal Jakarta.
Kang Emil mengatakan, Jakarta tidak pernah disiapkan menjadi ibu kota sejak dulu.
Emil mengatakan, karena suatu kondisi, Jakarta terpaksa menjadi ibu kota.
Untuk itu, kata Emil, ibu kota harus pindah ke IKN, Kalimantan Timur (Kaltim).
Baca juga: Prabowo-Gibran Mulai Godok Program yang Anggarannya Setara IKN Nusantara, Belajar dari China-India
Hal tersebut mil sampaikan dalam Rakornas IKN di Kempinski Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2024).
"Jakarta tidak pernah disiapkan untuk jadi ibu kota. Jakarta dari dulu tidak pernah disiapkan jadi ibu kota Republik Indonesia. Jakarta adalah ibu kota yang tidak sengaja, kepaksa. Maka kalau ditanya kenapa harus pindah ke IKN, jawabannya yang pertama tadi, Jakarta tidak pernah disiapkan untuk ibu kota," ujar Emil.
Emil mengatakan, IKN bukanlah ide Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menyebut Jokowi hanya mengimplementasikan kewajiban sejarah.
Emil pun menceritakan bahwa Batavia (nama Jakarta dulu) memang tidak layak menjadi ibu kota, bahkan sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda.
Walhasil, ibu kota kala itu sempat ingin dipindahkan ke Bandung, Jawa Barat.
"Banyak penyakit, ada wabah seperti Covid-19 namanya Malaria Sundanica. Maka dipindahkan lah ibu kota kolonial Belanda itu ke Bandung. Jadi Bandung itu sebenarnya IKN kalau sejarah tidak bergeser. Bandung sudah dibikin pusat militer. Makanya semua jenderal pasti lewat Bandung-Cimahi. Kementerian Perhubungan sudah pindah makanya PT KAI di sana, dan seterusnya," tuturnya.
Hanya saja, kata Emil, pemindahan ibu kota ke Bandung gagal ketika terjadi depresi besar ekonomi dunia pada tahun 1929.

Lebih-lebih, Jepang datang menjajah Indonesia pada 1942.
"Maka bubarlah IKN versi pemerintah kolonial Belanda. Jadi IKN itu sudah dari dulu, bukan sekarang," jelas Emil.
"Kemudian Presiden Soekarno tahun 50-an pindahkan gagasan ke Kalimantan, ke Palangkaraya, tidak terwujud karena baru merdeka.
Anggaran tidak cukup. Politik masih ramai, dan seterusnya," sambungnya.
Lalu, Emil mengatakan Presiden ke-2 Soeharto juga ingin memindahkan IKN ke Jonggol, meski ujung-ujungnya gagal juga karena reformasi.
Pada akhirnya, di era Presiden Jokowi lah kebutuhan sejarah untuk IKN diputuskan.
Emil mengajak semua pihak mendukung keputusan besar bangsa tersebut.
"Ini bukan urusan politik-politik praktis lagi, tapi sebuah mimpi besar bangsa yang besar. Kenapa? Karena 1945 kita proklamasi sebagai negara merdeka. 2045 kita akan proklamasi sebagai negara adidaya. Dan negara adidaya itu bernama Indonesia nomor 4 dunia harus punya ibu kota sebagai etalase, sebagai wajah bahwa kita bangsa yang maju," imbuh Emil.
LMAN Ungkap Nasib Aset Negara di Jakarta Usai Ibu Kota Pindah ke IKN Nusantara
Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) memastikan aset-aset negara di DKI Jakarta tidak akan ditinggalkan meski ibu kota negara berpindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.
Direktur Pengembangan dan Pendayagunaan LMAN Candra Giri Artanto mengatakan, aset negara di DKI Jakarta akan tetap dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya setelah ibu kota negara resmi pindah ke IKN.
"Aset-aset di Jakarta nanti ketika berpindah ke ibu kota baru tentunya akan diutilisasi, akan tetap dimanfaatkan. Pemanfaatannya tentu sesuai dengan highest and best uses-nya," ujarnya saat Media Briefing di Kantor LMAN, Jakarta, Selasa (23/1/2024).
Dia mengungkapkan, saat ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan tengah menyusun perencanaan penggunaan aset-aset negara di DKI Jakarta.
Adapun penyusunannya dilakukan DJKN bersama kementerian dan lembaga (K/L) terkait seperti Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Baca juga: Keuntungan Bagi IKN Nusantara jika Ada Kereta Cepat, Hubungkan 3 Negara Asia Tenggara
"Sekarang memang sedang diinisiasi DJKN, sekarang sedang dibikin grand design-nya," kata dia.
Dalam penyusunan grand design pemanfaatan aset negara di DKI Jakarta ini, pihaknya telah melakukan kajian ke beberapa lokasi untuk memetakan grand design.
Namun dia tidak dapat memastikan berapa nilai aset negara yang ada di DKI Jakarta.
Namun yang jelas, LMAN selaku satuan kerja akan mendukung penuh pemanfaatan aset negara ini.
"Karena Jakarta yang akan ditinggal itu tentunya tidak akan abandoned, no worries bahwa ini akan dimanfaatkan akan tetap menjadi kota metropolitan," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara Encep Sudarwan mengatakan, nantinya seluruh aset berupa barang milik negara (BMN) yang ditinggalkan oleh kementerian dan lembaga (K/L) akan diserahkan kepada Kemenkeu selaku pengelola BMN.
"Menurut UU, aset yang ditinggalkan di sini wajib diserahkan kepada menteri keuangan selaku pengelola barang," kata dia, dalam media briefing, di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Encep menjelaskan, aset yang ditinggalkan tidak lagi dikelola oleh K/L dengan tujuan untuk menghindari biaya operasional ganda, sebab kantornya sudah dipindahkan ke IKN.
Nantinya, Kemenkeu akan melakukan penyesuaian kembali terhadap penggunaan atau pemanfaatan BMN yang ditinggalkan serta mengkoordinasikannya.
"Ada istilah penggunaan, ada pemanfaatan. Kalau penggunaan menjalankan tugas fungsi K/L, karena mereka perlu gedung," kata Encep.
"Kalau pemanfaatan, bukan untuk tugas dan fungsi, tapi ada PNBP, misal dipekerjasamakan contoh hotel," sambungnya.
Lebih lanjut Encep bilang, untuk pemanfaatan BMN tersebut, pihaknya masih melakukan kajian bersama dengan pihak terkait, dengan tujuan untuk menciptakan koordinasi dalam pemanfaatannya.
"Jadi bukan hanya orientasinya untuk penerimaan bisnis saja. Bisa juga ruang hijau, ruang publik, akan dibangun seperti itu. Aset Jakarta tidak hanya untuk penerimaan bisnis," tuturnya.
DJKN mencatat total aset gedung milik negara yang tersebar di DKI Jakarta mencapai Rp 1.640 triliun.
Baca juga: Proyek IKN Bakal Dongkrak Volume Kendaraan Arus Mudik di Tol Balsam, Polisi Siaga Seminggu Penuh
Adapun, nilai potensi gedung milik negara yang dikerjasamakan dengan pihak swasta mencapai sekitar Rp 300 triliun.
"Karena yang gedung lain masih di pakai, kayak gedung polisi masih ada Polda, Kantor Agama juga ada KUA, dan sebagainya," ucap Encep.
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com, Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.