Ibu Kota Negara

Hening, Tak Lagi Terdengar Alunan Musik Dangdut Campursari, Suasana IKN Nusantara saat Pekerja Mudik

Ada yang berbeda dengan suasana Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara setelah ditinggal mudik ribuan pekerja.

|
Editor: Doan Pardede
KOMPAS.com/HILDA B ALEXANDER
Plaza Ceremony, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Jumat (4/4/2024). 

Bersama kedua temannya, Aditya menyengaja untuk ikut berbaur dengan rekan-rekan pekerja konstruksi lainnya usai menunaikan tugas dan tanggung jawabnya.

Sementara Kenneth bahkan kerap membantu teman-teman muslimnya membelikan takjil, serta membangunkan sahur.

"Tak jarang saya juga sering mengingatkan mereka untuk jeda, menjalankan shalat dzuhur, dan ashar. Mereka senang dan berterima kasih diingatkan. Pokoknya, di sini pembauran itu ada dan nyata. Saya tidak merasa jadi minoritas. Saya justru gembira dan bangga bisa menjadi bagian dari sejarah, ikut membangun IKN," papar Kenneth.

Ekonomi Sirkular

Di HPK yang berjumlah 36 kios UMKM yang sebagian besar berasal dari kawasan Sepaku dan sekitarnya, para pekerja ini memenuhi hajat kulinernya.

Tersedia beragam takjil, mulai dari menu wajib seperti gorengan, kolak, minuman manis, hingga penganan khas Kalimantan bernama wadai talam dan soto banjar.

Baca juga: 4 Lokasi di Singapura Dikunjungi OIKN, Belajar Inovasi untuk Kualitas Hidup Penduduk IKN Nusantara

Selain itu, terdapat juga makanan berat seperti pecel, ayam goreng, nasi goreng, capcay, lalapan, masakan rumahan, nasi campur, dan lain sebagainya.

Menurut Direktur Pelayanan Dasar Otorita IKN (OIKN) Suwoto, seluruh tenant yang mengisi kantin HPK ini telah dikurasi, dan harus seluruhnya berasal dari warga Sepaku dan sekitarnya.

Hal ini untuk memenuhi ketentuan penyerapan tenaga kerja lokal, membangkitkan ekonomi UMKM lokal, serta sirkulasi ekonomi. 

Terkait sirkulasi ekonomi ini, Haryati, pemilik Kedai Julia yang merupakan penduduk aseli Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) merasa terbantu dengan kehadiran kantin HPK.

Omzetnya per hari bisa mencapai Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per hari.

Angka ini, menurutnya jauh lebih tinggi dibandingkan warung di rumahnya yang paling banter meraup Rp 500.000 per hari.

Kedai Julia menyediakan penganan ringan seperti roti, biskuit, mie instan, minuman dalam kemasan, es teh, es campur, dan lain-lain.

"Bahan baku saya dapatkan dari para tetangga, dan untuk yang kemasan saya ambil dari grosir di Sepaku," imbuh Haryati.

Untuk membantu dan menaikkan "kelas" UMKM macam Kedai Julia ini, OIKN memberikan pelatihan, pembinaan, serta pengelolaan usaha agar para UMKM ini mampu beradaptasi dan membersamai kemajuan dinamis zaman.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved