Berita Nasional Terkini
23 Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar yang Paling Populer Sepanjang Masa
Setiap tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional yang identik dengan sosok Chairil Anwar.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Nisa Zakiyah
TRIBUNKALTIM.CO - Setiap tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional yang identik dengan sosok Chairil Anwar.
Tanggal 28 April yang dijadikan peringatan Hari Puisi Nasional sendiri merupakan tanggal wafat dari sang penyair Chairil Anwar.
Ya, Chairil Anwar lahir di Medan, 26 Juli 1922 dan meninggal di Jakarta pada 28 April 1949.
Baca juga: Sejarah 28 April: Hari Puisi Nasional, Diperingati untuk Mengenang Wafatnya Sastrawan Indonesia
Penyair Chairil Anwar merupakan salah satu legenda penyair termuka yang melahirkan 96 karya, termasuk 70 puisi.
Berkat dedikasinya di bidang sastra, Chairil Anwar dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45.
Tentu saja, puisi-puisi Chairil Anwar juga sudah tak asing di telinga, seperti yang berjudul "Aku", "Krawang-Bekasi", "Diponegoro", hingga "Doa".

Nah, berikut ini ada beberapa contoh puisi karya Chairil Anwar yang telah dirangkum oleh TribunKaltim.co dari berbagai sumber.
23 Contoh Puisi Karya Chairil Anwar
Berikut ini ada 23 contoh puisi karya Chairil Anwar yang populer sepanjang masa.
1. Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
2. Sendiri
Hidupnya tambah sepi, tambah hampa
Malam apa lagi
Ia memekik ngeri
Dicekik kesunyian kamarnya
Ia membenci. Dirinya dari segala
Yang minta perempuan untuk kawannya
Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga
Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?
Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!
3. Lagu Biasa
Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan “Carmen” pula.
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai “Ave Maria”
Kuseret ia ke sana.
4. Hukum
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.