Pilkada Balikpapan 2024

Pengamat Sebut Warga Banyak Trauma Politik Akibat Kotak Kosong di Pilkada Balikpapan 2019 Lalu

Banyak masyarakat yang mengalami traumatik politik akibat fenomena kotak kosong (kokos) yang terjadi pada periode sebelumnya

Penulis: Zainul | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO/FAHMI RACHMAN
Ketua Harian DPD Partai Golkar Balikpapan, Andi Arif Agung (kiri dua) bersama ketua DPD PKS Kota Balikpapan, H. Sonhaji dan pengamat kebijakan publik, Hery Sunaryo saat menjadi narasumber dalam program acara podcast Tribun Kaltim edisi Rabu (12/6/2024).TRIBUNKALTIM.CO/FAHMI RACHMAN 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Koalisi partai politik yang melahirkan kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah di kota Balikpapan pada 2019 lalu, ternyata dianggap tidak mampu menjawab tantangan pembangunan di kota beriman saat ini.

Menurut pengamat kebijakan publik Kota Balikpapan, Hery Sunaryo, banyak masyarakat yang mengalami traumatik politik akibat fenomena kotak kosong (kokos) yang terjadi pada periode sebelumnya.

Hal itu diungkapkan Hery Sunaryo saat menjadi narasumber dalam program podcast Tribun Kaltim edisi Rabu (12/6/2024) bersama dua Narasumber lainnya yakni Ketua Harian DPD Partai Golkar Balikpapan, Andi Arif Agung dan Ketua DPD PKS kota Balikpapan, H. Sonhaji.

Hery menilai, dalam pemilu 2019 lalu, hampir semua partai berkoalisi mendukung pasangan Rahmad Mas'ud dan almarhum Tohari Aziz, kecuali Partai Nasdem yang hanya memiliki tiga kursi di DPRD.

Akan tetapi, meski keluar dari koalisi gemuk, Nasdem kata dia juga tidak mampu banyak bersuara.

Baca juga: Sekda Muhaimin Ingatkan ASN untuk Netral di Pilkada Balikpapan

Baca juga: KPU Butuh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih untuk Pilkada Balikpapan 2024, Simak Persyaratannya

"Ternyata dengan adanya koalisi gemuk satu periode ini, bayangkan hampir semua partai berkoalisi gemuk dengan mendorong Pak Rahmad Mas'ud dan almarhum Tohari, kecuali Nasdem tiga kursi. Nasdem pun keluar dari koalisi gemuk tidak mampu banyak bersuara di periode ini, proses pembangunan juga rupanya tidak berjalan dengan mulus walaupun koalisi gemuk ini sudah terjadi," ungka Hery Sunaryo.

Hery Sunaryo juga menjabarkan beberapa hal yang masih menjadi persoalan serius di masyarakat Balikpapan saat ini, mulai dari krisis air bersih yang masih melanda Balikpapan, kemacetan dimana-mana hingga harga-harga kebutuhan pokok dan lainnya masih menjadi persoalan.

"Masyarakat terus meneriaki masalah air, mulai dari kualitas hingga ketersediaannya yang berantakan, padahal secara aspek politik tidak ada hambatan karena koalisi besar ini. Namun, masalah tersebut tidak terselesaikan sampai hari ini," jelas Hery.

Selain itu, masalah kemacetan arus lalulintas yang sudah mengepung kota Balikpapan saat ini juga belum teratasi dengan baik.

"Tidak ada infrastruktur transportasi lokal yang aman, nyaman, murah, dan mudah dijangkau untuk mengurai kemacetan," tambah Hery.

Isu inflasi juga menjadi sorotan, di mana inflasi di Balikpapan lebih tinggi dibanding pemerintah pusat, mencapai 4 persen lebih.

"Beras, cabai, tomat, minyak, semuanya mahal. Perumda memang menjual beras, tapi tidak menurunkan harga," ujar Hery.

Permasalahan lain seperti antrian di SPBU, kelangkaan gas 3 kilogram, hingga kesulitan anak-anak masuk sekolah saat penerimaan siswa baru masih terjadi. Hery menilai koalisi gemuk ini tidak mampu menjawab tantangan-tantangan pembangunan di Balikpapan.

"Saya awalnya berprasangka baik pada 2019 bahwa kokos ini akan menghilangkan hambatan politik dalam pembangunan. Namun, satu periode ini menunjukkan bahwa koalisi gemuk tidak memberikan dampak positif. Alih fungsi lahan dan masalah utama pembangunan lainnya tetap menjadi isu utama dalam politik elektoral," jelas Hery.

Selain itu, Hery juga mengkritik RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) kota Balikpapan yang menurutnya gagal.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved