Berita Nasional Terkini

5 Persoalan Ekonomi Era Jokowi yang Bakal jadi Beban di Kabinet Prabowo-Gibran

Inilah daftar 5 persoalan ekonomi di era Jokowi yang bakal jadi beban di kabinet Prabowo-Gibran.

KRISTIANTO PURNOMO
Prabowo dan Jokowi. Inilah persoalan ekonomi era Jokowi yang akan jadi beban di kabinet Prabowo-Gibran 

TRIBUNKALTIM.CO - Inilah daftar 5 persoalan ekonomi di era Jokowi yang bakal jadi beban di kabinet Prabowo-Gibran.

Daftar persoalan ekonomi itu dipaparkan oleh Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti.

Ia menjelaskan persoalan pertama yang bakal dihadapi yaitu kualitas pertumbuhan ekonomi yang relatif menurun, yang pada akhirnya membuat konsumsi rumah tangga selalu menjadi backbone bagi pertumbuhan ekonomi.

 "Padahal kalau kita lihat mesin-mesin pertumbuhan ekonomi tidak hanya  konsumsi rumah tangga, tetapi investasi, ekspor, belanja pemerintah, pajak sekaligus transfer daerah," kata Esther Seminar Nasional dan Kajian Tengah Tahun INDEF 2024: Presiden Baru, Persoalan Lama, Selasa (25/6).

Baca juga: Rekam Jejak Meutya Hafid, Dulu Jurnalis Kini Diisukan jadi Menlu di Kabinet Prabowo-Gibran

Persoalan kedua mengenai daya beli terus turun di tengah kebijakan fiskal yang ketat saat ini, apalagi presiden terpilih sudah menetapkan rasio penerimaan negara harus naik jadi 23 persen. 

"Artinya, generate income pajak harus ditingkatkan," ucapnya.

Persoalan ketiga berbicara soal kebijakan moneter yang ketat.

Potret Prabowo Subianto saat bersama Presiden Jokowi untuk melaporkan rencana pelaksanaan perhelatan Musyawarah Sufi Internasional yang akan digelar di Pekalongan, Agustus 2023.
Potret Prabowo Subianto saat bersama Presiden Jokowi untuk melaporkan rencana pelaksanaan perhelatan Musyawarah Sufi Internasional yang akan digelar di Pekalongan, Agustus 2023. (instagram/@prabowo)

Menurutnya, saat ini kondisi ekonomi baik fiskal dan moneter masih relatif ketat, ditandai tingkat suku bunga yang terus naik, nilai tukar rupiah yang berfluktuasi pada level sekitar  Rp16.400 per dolar AS.

"Sehingga ini adalah kondisi ekonomi yang relatif sulit ini akan menjadi awalan pemerintahan presiden baru nanti," ujarnya.

Keempat, turunnya fleksibilitas fiskal rasio pajak yang hanya di kisaran 8 persen-10 % terhadap produk domestik bruto (PDB), dan rasio utang mencapai 38 persen terhadap PDB. 

Ditambah lagi, akan ada kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari semula 11 % menjadi 12 % , sehingga ruang fiskal relatif lebih sempit.

"Maka ke depan mau tidak mau generate more income atau revenue state harus terus diupayakan," ujar Esther.

Masalah kelima terkait performa industri manufaktur juga mengalami penurunan.

Esther menyampaikan bahwa impor bahan baku masih terus membengkak karena nilai tukar rupiah terdepresiasi, sehingga industri manufaktur dan lainnya yang menggantungkan diri pada bahan baku impor sangat terdampak.

Persoalan terakhir, fungsi intermediasi keuangan, yakni penerima kredit masih terbatas. Artinya margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan di Indonesia masih relatif tinggi. 

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved