Pilkada Kukar 2024

Akademisi Soroti Pilkada Kukar 2024, Pergeseran Dominasi Golkar ke PDIP hingga Peluang Edi Damansyah

Akademisi soroti Pilkada Kukar 2024. Pergeseran dominasi Golkar ke PDIP hingga peluang Edi Damansyah maju cabup di Pilkada Kukar 2024

Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Amalia Husnul A
TribunKaltim.co/Miftah Aulia Anggraini-Bawaslu
PILKADA KUKAR 2024 - Edi Damansyah, Bupati Kutai Kartanegara. Kanan: Ilustrasi Pilkada serentak 2024. Akademisi soroti Pilkada Kukar 2024. Pergeseran dominasi Golkar ke PDIP hingga peluang Edi Damansyah maju cabup di Pilkada Kukar 2024 

TRIBUNKALTIM.CO - Pilkada Kukar 2024 menjadi salah satu Pemilihan Kepala Daerah serentak di Kalimantan Timur yang menjadi sorotan.

Di Kutai Kartanegara (Kukar) terjadi pergeseran dominasi parpol dari Golkar ke PDIP, namun siapa calon yang diusung di Pilkada Kukar 2024 menjadi pertanyaan.

Apakah PDIP akan mencalonkan Edi Damansyah, Bupati Kutai Kartanegara saat ini di Pilkada Kukar 2024?

Sementara pencalonan Edi Damansyah di Pilkada Kukar 2024 dipertanyakan setelah terbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 yang membatasi pencalonan mereka yang pernah menjabat.

Baca juga: Hasil Survei Elektabilitas di Pilkada Kukar 2024, Terjawab Sosok Bakal Calon Bupati Terkuat

Baca juga: Bacalon AYL-AZA di Pilkada Kukar Masih Kurang 13.424 Dukungan, KPU Beri Waktu 17 Juli untuk Lengkapi

Baca juga: DPD PDIP Kaltim Tegaskan Tetap Usung Edi–Rendi di Pilkada Kukar

Pengamat politik sekaligus akademisi dari Universitas Mulawarman (Unmul), Budiman Chosiah juga mengamati atmosfer yang terjadi Pilkada Kukar 2024.

Ia menyebut Pilkada Kukar 2024 agak unik dan menarik.

Hal itu lantaran adanya pergeseran dari parpol yang berkuasa, yakni Golkar ke PDIP. Serta juga adanya figur-figur yang patut diperbincangkan di publik.

Jika Pileg 2024 menjadi tolok ukur, maka otomatis para calon yang memenuhi ambang batas parlemen punya potensi besar untuk maju.

Peluang petahana yakni Edi Damansyah, yang belum pasti untuk maju di Pilkada 2024 bisa dimanfaatkan figur lain untuk start lebih awal.

Pertarungan di Kukar, dinilainya, siapa yang bisa berpaket dengan suara terbanyak di provinsi (Pilgub), lalu menggandeng tokoh potensial di Kukar.

"Kalau Hamas (Hasanuddin Ma'sud) agak berat. Beliau Ketua partai di Kukar tetapi bertarung di Balikpapan, artinya secara kasat mata sesederhananya tidak percaya diri.

Kalau Golkar memaksakan bisa kalah. Beda misalnya Ayub (Husni Fachruddin),” ujarnya.

PILKADA KUKAR 2024 - Ketua DPC PDI Perjuangan Kutai Kartanegara (PDIP Kukar), Edi Damansyah memberi tanggapan mengenai banyaknya lawan politik pada pemilihan kepala daerah Kutai Kartanegara atau Pilkada Kukar 2024.
PILKADA KUKAR 2024 - Ketua DPC PDI Perjuangan Kutai Kartanegara (PDIP Kukar), Edi Damansyah.  Akademisi soroti Pilkada Kukar 2024. Pergeseran dominasi Golkar ke PDIP hingga peluang Edi Damansyah maju cabup di Pilkada Kukar 2024 (TRIBUNKALTIM.CO/MIFTAH AULIA)

Sisi geopolitik, perbesaran suara di daerah berdasarkan figur yang ada, itu kan juga bisa dilihat. 

Suara di Tenggarong, Tenggarong Seberang, Samboja misalnya ada nama Rendi Solihin yang mencuat.

Baca juga: Brigjen Dendi Suryadi, Sosok Jenderal TNI yang Religius, Kini Mantap Menatap Pilkada Kukar 2024

Tetapi yang mengejutkan, mantan Danrem 091/ASN Dendi Suryadi, bisa menjadi salah satu yang mesti diperhitungkan.

"Kalau saya melihat tanda-tandanya, bisa jadi yang terdepan Dendi, meski ada figur lainnya," ucapnya.

Secara umum, putra daerah ada Dendi Suryadi, Awang Yacoub Luthman, dan Husni Fachruddin.

Menurut Budiman, ketika ada yang bisa mengawinkan, dalam artian "antara unsur etnis", maka itu yang bisa memenangkan kontestasi.

Hal ini menurut Budiman bisa juga disatukan oleh etnis lain yang ada di Kukar, melihat peta sebaran wilayah dimana figur tersebut mempunyai basis suara.

"Jadi faktornya itu, partai, geopolitik, etnisitas, maka dari itu konfigurasi antara 01 dan 02 sangat menentukan," tandasnya.

Tunggu Petunjuk KPU Pusat

Awal Juli 2024 lalu, Komisioner KPU Kutai Kartanegara, Muhammad Amin, mengatakan prinsipnya penyelenggara pemilu akan selalu melakukan verifikasi pada setiap pasangan calon yang mendaftarkan diri sebagai calon bupati Kukar. 

Ia juga mengatakan, bahwa KPU Kutai Kartanegara juga masih menunggu Petunjuk Teknis (Juknis) dari KPU RI mengenai hal tersebut.

“Syarat-syaratnya secara umum sudah ada di PKPU Nomor 8 tahun 2024. PKPU itu biasanya ada pelaksanaan-pelaksanaan yang secara teknis harus menunggu keputusan KPU RI.

Tapi, pada intinya siapapun yang mendaftar akan kita verifikasi,” sebutnya, Sabtu (6/7/2024).

Dengan kondisi ini, Amin tidak bisa berbicara banyak soal nasib Edi Damansyah pada Pemilihan Bupati (Pilbup) Kutai Kartanegara 2024.

Baca juga: Bawaslu Terima 3 Aduan Pelanggaran Verifikasi Faktual Dukungan Perseorangan Pilkada Kukar 2024

KPU Pusat Dimintai Awasi Verifikasi Administrasi Pilkada Kukar 2024

KPU Pusat diminta mengawasi keta verifikasi administrasi termasuk di Pilkada Kukar 2024.

Pasalnya, potensi pelanggaran administrasi kemungkinan sangat mungkin terjadi.

Mengingat bakal calon (bacalon) Bupati Kutai Kartanegara yang juga petahana Edi Damansyah, juga dimungkinkan terganjal pasca terbitnya PKPU Nomor 8 tahun 2024 tentang pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk Pilkada 2024.

Semakin memperjelas bahwa aturan ini, bisa membuatnya terganti dalam bursa bacalon Bupati Kukar.

Politisi PDIP ini masih mencari celah memastikan langkahnya ke kontestasi Pilkada Kukar 2024.

Pengamat Hukum yang juga akademisi Unmul, Warkhatun Najidah SH. MH, menegaskan petahana di Pilkada Kukar jelas tidak memenuhi syarat.

Pandangan hukum PKPU 8/2024 jelas mengikuti aturan yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Frasa “menjabat” yang diperdebatkan selama ini dalam pandangan Najidah juga dijelaskan.

Ditambahkan lagi adanya aturan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada KPU RI.

Surat bernomor 100.2.1.3/3550/OTDA tertanggal 14 Mei 2024 tersebut memuat lima poin terkait periodisasi masa jabatan kepala daerah.

Lima poin dalam surat tersebut mempertegas pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dalam rapat bersama DPR RI belum lama ini, yang menegaskan frasa menjabat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf n Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tak membedakan jabatan sementara dan definitif.

Baca juga: Bawaslu Terima 3 Aduan Pelanggaran Verifikasi Faktual Dukungan Perseorangan Pilkada Kukar 2024

“Sudah clear, bahwa menurut saya PKPU 8/2024 tentang pencalonan kepala daerah (pasal 14 dan pasal 19)  jelas mengikuti putusan MK, di mana MK juga berpendapat bahwa berdasarkan amar Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009 yang kemudian dikuatkan kembali dalam putusan 67/PUU-XVIII/2020, makna kata ‘menjabat’ dimaksud telah jelas dan tidak perlu dimaknai lain selain makna dimaksud dalam putusan tersebut. Artinya telah jelas dalam aturannya kan, bahwa belum memenuhi syarat,” jelas Najidah.

Dalam perspektif hukum untuk kembali maju pada Pilkada Kukar, petahana tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam PKPU 8/2024 pasal 14 huruf m dan 19. 

Memang benar Undang-Undang (UU) Pemerintah Daerah mengatur dengan membedakan antara Plt/PJS/Plh/Pj Kepala daerah. 

Namun frasa dalam Undang-Undang (UU) Pilkada dan PKPU tersebut memfokuskan pada frasa “menjabat”. 

Pemaknaan ini sudah klir menurut Najidah.  Hanya merujuk pada “pejabat” tanpa dibedakan pejabat sementara atau definitif. 

KPU juga harus mempertimbangkan bahwa subyek dari peraturan ini adalah “pejabat daerah“.

“Pertimbangan hukum bukan hanya bersandar pada UU Pilkada tetapi juga harus melihat pada UU Administrasi Pemerintahan,” tegas Najidah. 

Pada pasal 1 angka 3 UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.  

Pada penjelasannya, yang dimaksud dengan pejabat yaitu Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. 

Jelas pada hal ini pejabat dikatakan pejabat atau dikatakan menjabat adalah pada saat ia mulai menjalankan fungsi pemerintahan. 

“Titik tekan pemaknaan adalah pada kata ‘unsur yang melaksanakan fungsi’. 

UU Pilkada mengatur sedemikian rupa terkait dengan syarat pencalonan tidak dimaksudkan untuk meniadakan hak dipilih seseorang sebagai hak konstitusional,” jelasnya.

“Tetapi justru menghindarkan pada kepemimpinan lokal yang bertumpu pada satu orang atau golongan dalam waktu yang lama,” sambung Najidah.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Kaka Suminta meminta KPU Pusat mengawasi upaya untuk meloloskan verifikasi administrasi bakal calon kepala daerah dalam Pilkada 2024.

“Agar tidak terjadinya dugaan lobi-lobi untuk meloloskan pasangan bakal baik gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota, maka harus ada pengawasan dari KPU Pusat,” terangnya dalam keterangan tertulis.

KPU harus bersikap tegas, terlebih lagi jika dalam proses verifikasi administrasi itu bisa terjadi kesalahan administrasi atau sengaja meloloskan bakal calon tertentu, penindakan tegas harus dilakukan demi mencegah kerusakan demokrasi.

Kaka juga menyampaikan semua pihak, mulai dari KPU hingga masyarakat mengawasi proses verifikasi administrasi, termasuk di Kukar. 

“Kalau pasangan bakal calon tidak lolos verifikasi administrasi maka jangan diberikan ruang yang menimbulkan kerusakan demokrasi. Kita harus waspadai soal politik uang di pilkada Kaltim,” terangnya.

Baca juga: Edi Damansyah Bisa Maju Lagi di Pilkada Kukar 2024, Patokan PDIP karena Dihitung Sejak Pelantikan

(TribunKaltim.co/Mohammad Fairoussaniy/Mitha Aulia Anggraini)

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved