Berita Kukar Terkini
Desa Kedang Ipil di Kukar Tolak Perkebunan Sawit, Ancam Ruang Hidup Masyarakat Adat
Masyarakat Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur sepakat menolak operasional perusahaan.
Penulis: Miftah Aulia Anggraini | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Masyarakat Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur sepakat menolak operasional perusahaan kelapa sawit PT Puncak Panglima Perkasa (P3).
Warga menilai kehadiran kebun sawit akan merusak tanah dan hukum adat yang ada.
“Kami sepakat menolak operasional perusahaan P3 di wilayah kami,” ujar Kades Kedang Ipil, Kuspawansyah, saat rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPRD Kukar, Jumat (9/8/2024).
Secara umum, masyatakat menolak hadirnya perusahaan kelapa sawit PT P3.
Baca juga: Aktivitas Diduga Tambang Ilegal di Desa Muai Kukar Rusak Calon Lahan Perkebunan Sawit
Namun seperti biasa, pola yang dilakukan perusahaan adalah mengimingi-imingi warga untuk jadi karyawan.
“Infonya, ada pengurus adat yang direkrut jadi Humas perusahaan, tapi yang bersangkutan atas nama pribadi, bukan pengurus adat,” tegas Kades Kuspawansyah.
Warga yang menolak keberadaan perusahaan kelapa sawit tersebut, jelas Kades Kuspawansyah, punya alasan kuat yaitu menyelamatkan hutan masyarakat adat yang selama ini menghidupi masyarakat Kedang Ipil.
“Kami kan sudah urus Perda masyarakat hukum adat Kedang Ipil, ini tinggal menunggu penetapannya saja,” kata Kuspawansyah.
Alasan Sawit tak Boleh Masuk
Ada banyak faktor dan alasan mengapa industri perkebunan kelapa sawit di kawasan Desa Kedang Ipil ditolak masuk.
Bahwa, Desa Kedang Ipil merupakan tempat tinggal komunitas masyarakat adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil.
Di abad lampau, komunitas masyarakat adat ini memiliki setidaknya 3 posisi penting.
Pertama, tempat pelarian para brahmana ketika terjadi perang besar antara kerajaan Kutai Kartanegara dan kerajaan Kutai Martadipura di abad ke-14 Masehi.
Kedua, pusat ilmu kanuragan yang sangat disegani karena tidak pernah berhasil ditundukkan oleh siapapun.
Ketiga, menjadi salah satu dari 3 poros penting kesultanan Kutai Kartanegara.
Adanya faktor itu, bahkan membuat sampai saat ini, komunitas masyarakat adat kutai adat lawas sumping layang kedang ipil masih mempertahankan tradisi, budaya, dan ritual lelulur mereka.
Baca juga: Pemda Paser Bersama YKB Gelar Workshop Konsultasi Publik dan Evaluasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan
Ketuaan tradisi terlihat dari mantra ritual yang tidak menggunakan bahasa manusia tetapi bahasa dari dewa mereka langsung.
Ini menjadi kekayaan besar karena Unesco sudah menyatakan bahwa bahasa langit sudah punah karena penutur terakhir di suku pedalaman Meksiko sudah meninggal dan tidak ada penerusnya.
"Komunitas masyarakat kutai adat lawas kedang ipil menjadi entitas terakhir tradisi, religi, dan ritual masyarakat Kutai pra-islam,” kata Kiftiawati, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman.
Kelebihan lain yang dimiliki oleh komunitas masyarakat adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil adalah dua tradisi tuanya, yakni Nutuk Beham (upacara prapanen padi) dan Muang (upacara kematian), disahkan negara sebagai Warisan Budaya Tak Benda tingkat Nasional melalui SK Kemendikbudristek RI No.414/O/2022 tanggal 21 Oktober 2022.
Kemudian, pada ada tahun 1976, pemerintah bahkan memasukkan desa ini dalam kategori desa terasing (Direktorat Pembinaan Masyarakat Terasing, 1976).
Atas dasar itu, dinilai bahwa komunitas masyarakat adat Kutai Adat Lawas Kedang Ipil merupakan kantong budaya utama bagi pemerintah Kutai Kartanegara.
Mereka menjadi pelaksana semua ritual tahunan dalam perayaan Erau di Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.